Ketika "Tumor Otak" telah menyerang
Tumor bisa menyerang organ apa saja pada
tubuh manusia. Namun tak ada yang paling lebih ditakutkan dari tumor yang
menyerang organ manusia yang menjadi pusat kendali aktivitas dan fungsi
kehidupan manusia, yaitu otak.
Adanya tumor
sudah pasti akan mengganggu fungsi organ inang yang ada di dekatnya. Sehingga
dapat dipastikan, tumor otak sedikit banyak akan menimbulkan defisit neurologis
penderitanya, baik jika tumor tersebut bisa diterapi maupun tidak.
Tumor otak yang
timbul pada anak dan dewasa umumnya mempunyai ‘trend’ yang berbeda. Lebih dari
separuh tumor otak pada anak timbul di fossa posterior. Jenis yang paling
sering muncul adalah cerebellar astrocytoma. Tumor ini mudah diterapi dan
memiliki prognosis yang baik. Pada umur kurang dari 5 tahun jenis tumor otak
yang sering muncul adalah medullablastoma. Sedangkan jenis lain adalah
retinoblastoma.
Tumor otak
primer pada dewasa umumnya adalah glioma (60%) dan astrocytoma pada dewasa
muda. Tumor primer secara statistik menduduki 65-75% dari keseluruhan kasus
tumor otak, sedangkan sisanya adalah metastase tumor lain. Tumor metastase
paling banyak berasal dari paru (40-60%). Selain itu, pada pria bisa berasal
dari keganasan di saluran cerna dan prostat. Pada wanita, metastase berasal
dari payudara, saluran cerna, melanoma di kulit serta kanker leher rahim.
Dalam Pertemuan
Ilmiah Nasional Central Nervous System (CNS) di bidang Neuroonkologi yang
diselenggarakan di Hotel Hyatt Surabaya, pada 23-25 Februari lalu, dr. Subagjo,
ahli rehabilitasi medik RSU DR Soetomo memaparkan bahwa masalah utama pada
tumor otak adalah diagnosis yang mengarah ke penemuan kasus (case finding).
Seringkali kasus-kasus tumor otak ditemukan sudah sangat terlambat, yaitu saat
timbul gejala klinis yang sudah mengganggu sekali. Untungnya 80% tumor otak
sudah bisa dideteksi di pemeriksaan awal. Masalah penting lain pada tumor otak
adalah terapi dan prognosisnya. Pada tumor karena metastase dari karsinoma
paru, melanoma dan ginjal prognosisnya lebih buruk daripada karsinoma yang
berasal dari payudara, usus besar dan sarcoma (keganasan jaringan ikat).
Mekanisme
terjadinya gejala pada tumor otak berdasarkan pada pendesakan mekanis, herniasi
massa yang besar, peningkatan tekanan intrakranial, berkurangnya aliran darah
otak, edema cerebri tipe vasogenik, dan perubahan metabolik di otak. Gejala
yang sering muncul adalah gangguan kognitif (70%), hemiparesis (66%), nyeri
kepala (53%), kelumpuhan/kelemahan ekstremitas (40%), hipoestesi (27%),
papiledema (26%), ataxia (24%), kejang (15%), pandangan kabur (12%), gangguan
mental (31%), gangguan keseimbangan (20%), serta gangguan bicara (10%).
Prinsip Terapi
Prinsip dari
terapi adalah terdiri dari terapi medikamentosa misalnya steroid, analgesik
NSAID, anti kejang, kemoterapi, dan terapi osmotik dengan menggunakan manitol.
Terapi definitf lain adalah dengan radioterapi, psikoterapi, terapi fisik dan
pembedahan. Beberapa terapi seperti kemoterapi dan radioterapi seringkali
memberikan efek gangguan neurologi seperti toxic neuropati, transient
myelopati, gangguan visus, gangguan persepsi dan hilangnya sebagian memori dan
kemampuan judgement. Namun, semua pasien yang diterapi tersebut
tentunya masih membutuhkan terapi fisik atau rehabilitasi medik untuk
memperbaiki defisit neurologis yang timbul.
Profesi yang
berperan dalam rehabilitasi pasien tumor otak dan tumot syaraf pada umumnya
adalah psikiatrist, fisioterapis, perawat rehabilitasi, occupational therapist,
ahli terapi wicara, orthotist-prosthetis dan social worker. Menurut Subagjo
yang menjadi ketua persatuan dokter spesialis rehabilitasi medik Jawa Timur
khusus untuk program rehabilitasi medik untuk kasus tumor saraf bertujuan untuk
mencegah dan mengeliminasi ketidakmampuan fisik penderita sedini mungkin. Selain
itu juga bertujuan untuk meminimalkan kecacatan. Arah dari program ini adalah
mencegah berkembangnya komplikasi karena prolonged imobilisasi (ulkus
decubitus, kontraktur, atrofi otot, hipotensi orthostatik, dan pneumonia
hipostatik). Komplikasi ini dapat dicegah dengan mobilisasi dini secara
progresif, occupational terapi, dan perbaikan kualitas hidup. Program
rehabilitasi yang lebih spesifik yaitu mengembalikan kemampuan mobilisasi,
mempertahankan konsumsi nutrisi yang adequat, menyediakan peralatan fungsional
yang mendukung sistem jantung dan paru serta kontrol untuk saluran cerna dan
saluran urin. Bila terjadi komplikasi sesak dan batuk, medikamentosa yang umum
dipakai adalah mukolitik dan bronkodilator. Nyeri dan gejala klinis yang
mengganggu yang biasanya karena tumor metastasis juga dikontrol. Program
rehabilitasi paliatif dilakukan pada fase terminal untuk mempertahankan kondisi
dan fungsi yang nyaman bagi pasien dengan kemampuan pasien yang masih tersisa.
Manajemen Nyeri
Nyeri pada
tumor otak disebabkan oleh space occupying process (proses pendesakan) di otak.
Namun nyeri bisa pula karena sitostatika/kemoterapi dan radioterapi yang
diberikan atau adanya faktor komorbid yang muncul bersamaan dengan tumor.
Terapi medikamentosa sebagai terapi lini pertama merujuk pada pedoman The Step
ladder of WHO.
Pada awalnya
nyeri ringan diterapi dengan NSAID (obat antiinflamasi non steroid), jika perlu
ditambahkan terapi adjuvan. Jika tidak ada respon atau nyeri meningkat, maka
perlu dipertimbangkan penambahan anagesik opioid lemah (kodein). Pada nyeri
kronik persisten yang terus meningkat kiranya perlu dipertimbangkan penggunaan
kombinasi analgesik opioid kuat, NSAID dan terapi adjuvan.
Modalitas
terapi yang berperan sebagai terapi adjuan yang disinggung sebelum ini adalah
untuk melawan sensasi nyeri yang terdiri dari interferential current
therapy, TENS dan laser energi rendah. Terapi deep diathermy
tidak disarankan dan merupakan kontra indikasi pada kasus tumor otak yang
maligna atau terdapat kecenderungan menjadi ganas. Interferential current
therapy, TENS atau kinetizer adalah sejenis stimulasi elektrik. Output
dari pasien yang berkurang nyerinya diketahui dengan Visual Analog Scale (VAS).
Komplikasi
Jika terjadi
komplikasi destruksi tulang, utamanya vertebra cervical dan thoracolumbal,
orthosis bisa menjadi pilihan. Pada kondisi ini tulang verteba sebagai
penyangga tubuh memerlukan bantuan sebagai body support. Orthosis juga
mengurangi deformitas skeletal dan mempertahankan posisi tubuh.
Komplikasi lain
pada pasien tumor adalah bisa terjadi lymphedema, yaitu obstruksi di pembuluh
limfe karena metastase. Pembuntuan ini menyebabkan penumpukan cairan yang
mengandung banyak protein di jaringan ekstremitas dan meningkatkan aktivitas
fibrogenesis dan menghasilkan proses fibrosis yang luas. Terapi yang dilakukan
adalah dengan mobilisasi gerak secara pasif, artinya fisioterapis atau orang
lain yang melakukan. Penekanan secara intermiten mungkin bisa mengurangi volume
edema. Caranya bisa dengan pemijatan secara manual, pembebatan intermiten, job’s
sleeve dressing, dan intermittent comppression unit
(ekstremiter). Selain itu cara manual dan sederhana juga bisa dilakukan yaitu
dengan mengelevasi ke atas ekstremitas yang terkena serta diuretik lemah untuk
sedikit menurunkan volume cairan.
Terdapat
sekitar 20% pasien dengan kanker stadium lanjut yang mengeluh inkontinensia
urine. Macamnya bisa dalam bentuk overflow incontinence, urge incontinence,
stress incontinence serta functional incontinence. Dasar penyebab inkontinensia
ini adalah adanya invasi sel-sel kanker ke kandung buli-buli atau uretra atau
struktur di sekitarnya yang mengontrol pengaturan ekskresi urine. Penyebab lain
adalah karena pemberian terapi untuk kanker atau gejalanya dan bisa pula karena
komplikasi sistitis (radang buli-buli). Opioid dan obat-obat antikolinergik
menimbulkan obstruksi di leher buli. Kemoterapi menggunakan siklofosfamid dan
radioterapi ditengarai dapat menyebabkan fibrosis dinding buli sehingga
berujung pula pada inkontinensia. Penatalaksanaan jika terjadi komplikasi ini
adalah dengan kateterisasi sesuai dengan ukuran uretra. Cara lain yang bisa
dilakukan adalah dengan melakukan buang air kecil yang terjadwal serta melatih
pasien menggunakan kamar mandi dengan benar (toilet training).
Gangguan
kognitif yang dialami pasien tumor otak bisa dievaluasi dengan berbagai tes. Di
antaranya adalah Sickness Impact Profile, Minesota Multiphasic
Personality Inventory (MMPI), dan Mini mental State Examination
(MMSE). Komponen kognitif yang dievaluasi adalah kesadaran, orientasi
lingkungan, level aktivitas, kemampuan bicara dan bahasa, memori dan kemampuan
berpikir, emosional afeksi serta persepsi.
Gangguan wicara
sering menjadi komplikasi pasien tumor otak. Dalam hal ini kita mengenal
istilah disartria dan aphasia. Disartria adalah gangguan wicara karena
kerusakan di otak atau neuromuscular perifer yang bertanggung jawab dalam
proses bicara. Tiga langkah yang menjadi prinsip dalam terapi disartria adalah
meningkatkan kemampuan verbal, mengoptimalkan fonasi, serta memperbaiki suara
normal. Afasia merupakan gangguan bahasa, bisa berbentuk afasia motorik atau
sensorik tergantung dari area pusat bahasa di otak yang mengalami kerusakan.
Fungsi bahasa yang terlibat adalah kelancaran (fluency), keterpaduan
(komprehensi) dan pengulangan (repetitif). Pendekatan terapi untuk afasia
meliputi perbaikan fungsi dalam berkomunikasi, mengurangi ketergantungan pada
lingkungan dan memastikan sinyal-sinyal komunikasi serta menyediakan peralatan
yang mendukung terapi dan metode alternatif. Terapi wicara terdiri atas dua
komponen yaitu bicara prefocal dan latihan menelan.
Disfagi
merupakan komplikasi lain dari penderita ini. Yaitu ketidakmampuan menelan
makanan karena hilangnya refleks menelan. Gangguan bisa terjadi di fase oral,
pharingeal atau oesophageal. Komplikasi ini akan menyebabkan terhambatnya
asupan nutrisi bagi penderita serta berisiko aspirasi pula karena muntahnya
makanan ke paru. Etiologi yang mungkin adalah parese nervus glossopharynx dan
nervus vagus. Bisa juga karena komplikasi radioterapi. Diagnosis ditegakkan
dengan videofluoroscopy. Gejala ini sering bersamaan dengan dispepsia karena space
occupying process dan kemoterapi yang menyebabkan hilangnya selera makan
serta iritasi lambung. Terapi untuk gejala ini adalah dengan sonde lambung
untuk pemberian nutrisi enteral, stimulasi, dan modifikasi kepadatan makanan
(makanan yang dipilih lebih cair/lunak).
Kelemahan otot
pada pasien tumor otak umumnya dan yang mengenai saraf khususnya ditandai
dengan hemiparesis, paraparesis dan tetraparesis. Pendekatan terapi yang
dilakukan menggunakan prinsip stimulasi neuromusculer dan inhibisi spastisitas.
Cara lain adalah dengan EMG biofeedback, latihan kekuatan otot, koordinasi
endurasi dan pergerakan sendi. Kekuatan mempertahankan posisi tubuh yang tegak
juga dipertahankan dengan gait training. Jika perlu diberikan pula
stimulasi elektrik dan orthosis. Misalnya untuk melatih otot paha dengan
melatih otot quadriceps femoris. Penggunaan alat galvanic/faradic current
therapy juga untuk mengatasi kelemahan ekstremitas. Latihan kekuatan
tangan dilakukan dengan overhead pulley exercise dan hand
sthrengtening exercise.
Terapi
Occupational bertujuan untuk mempersiapkan penderita kembali ke rumah. Sehingga
aktivitas terapi ini adalah dengan membiasakan penderita dengan aktivitas
sehari-hari di rumah, misalnya menggunakan peralatan makan, menggunakan toilet
dan lain-lain.
Pada sesi
terakhir symposium, Subagjo yang juga anggota tim stroke dan paliatif untuk
kanker tersebut menegaskan bahwa manajemen terapi yang sudah dibahas di atas
menghasilkan output prognosis yang berbeda-beda. Hal ini tergantung dari jenis
tumor. Tumor yang soliter memiliki prognosis yang bagus. Adanya sakit kepala
dan gangguan visual merujuk pada prognosis yang buruk. Indikator prognosis
termasuk status neurologis, keparahan penyakit sistemik, interval dari deteksi
awal hingga munculnya gejala metastase serebral dan jenis tumor primer yang
ganas. Survival rate jika tidak diterapi jangka waktunya cukup pendek yaitu 1-
2 bulan. Dengan pemberian steroid akan bertahan 2-5 bulan, dan dengan kombinasi
radioterapi dan steroid bisa mencapai 3-6 bulan. Jika diterapi dengan
pembedahan yang dikombinasi dengan radioterapi dan steroid prognosis akan jauh
lebih baik dan usia harapan hidup selanjutnya diperkirakan lebih dari 6 bulan.
Komentar
Tumor bisa menyerang organ apa saja pada
tubuh manusia. Namun tak ada yang paling lebih ditakutkan dari tumor yang
menyerang organ manusia yang menjadi pusat kendali aktivitas dan fungsi
kehidupan manusia, yaitu otak. Oleh karena itu salah satu penanganannya yaitu
dengan cara pemberian terapi untuk mencegah terjadinya komplikasi pada tumor
otak. Misalnya kita bisa memberikan terapi steroid atau pembedahan agar prognosis akan jauh lebih
baik dan usia harapan hidup selanjutnya diperkirakan lebih dari 6 bulan.
Arah dari
program ini adalah mencegah berkembangnya komplikasi karena prolonged
imobilisasi (ulkus decubitus, kontraktur, atrofi otot, hipotensi orthostatik,
dan pneumonia hipostatik). Komplikasi ini dapat dicegah dengan mobilisasi dini
secara progresif, occupational terapi, dan perbaikan kualitas hidup.
Program rehabilitasi yang lebih spesifik yaitu mengembalikan kemampuan
mobilisasi, mempertahankan konsumsi nutrisi yang adequat, menyediakan peralatan
fungsional yang mendukung sistem jantung dan paru serta kontrol untuk saluran
cerna dan saluran urin. Bila terjadi komplikasi sesak dan batuk, medikamentosa
yang umum dipakai adalah mukolitik dan bronkodilator. Nyeri dan gejala klinis
yang mengganggu yang biasanya karena tumor metastasis juga dikontrol. Program
rehabilitasi paliatif dilakukan pada fase terminal untuk mempertahankan kondisi
dan fungsi yang nyaman bagi pasien dengan kemampuan pasien yang masih tersisa.
Jadi kami
setuju dengan tindakan tersebut,karena dengan terapi pasien dengan penyakit
tumor otak setidaknya bisa terselamatkan. Dan sebaiknya masyarakatpun juga
harus mengembangkan terapi tersebut sedini mungkin agar angka kematian pada
penderita tumor otak berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Edisi April 2007 (Vol.6 No.9)
Majalah Farmacia Edisi April 2007 , Halaman: 56 (2979
hits)
ARTIKEL
MOBILISASI DINI PADA SISTEM
NEUROBEHAVIOUR
( TUMOR OTAK )
Di susun oleh :
Ita suryaningsih
Sri rahayu
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar