ASUHAN KEPERAWATAN
BRONCHITIS KRONIS
Disusun Oleh
1.
Diyah Retno Palupi
2.
Fitria aprilia
3.
Moh. Khotib
4.
Siti nur wahyuni
5.
Riza dwi liana
Kelas 2B / Semester 3
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN
CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2010
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cuaca panas yang disertai tiupan
angin menciptakan kondisi yang kondusif bagi perkembangan bakteri, kuman, dan
virus penyebab berbagai penyakit. Mekanisme Imun/kekebalan tubuh merupakan
sistim pertahanan tubuh yang terintegrasi sejak awal konsepsi (pembuahan).
merupakan sistim pertahanan tubuh yang sudah merupakan software bawaan. Tetapi
sistim imun tersebut dapat juga berubah menjadi suatu penyakit yang dalam
beberapa jenis tidak bisa disembuhkan. Pergantian musim seperti ini, banyak
yang menderita penyakit khas musim kemarau, yakni penyakit-penyakit golongan
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), di antaranya bronchitis.
Bronkhitis merupakan penyakit
pernapasan yang lebih serius ketimbang batuk-pilek karena kalau dibiarkan akan
timbul pneumonia. Penyebabnya sama yakni virus, bakteri dan alergi. Seperti
radang tenggorokan, bronkhitis bisa terjadi karena virus atau bakteri yang
langsung bersarang di sana ataupun merupakan rentetan dari penyakit saluran
napas bagian atas.
Oleh karena itu, kami memilih judul
Asuhan Keperawatan pada Penyakit Bronkitis Alergika untuk mengetahui tindakan
keperawatan bagi klien yang mengalami penyakit ini.
B. Rumusan Masalah
- Apa definisi bronchitis ?
- Apa saja etiologi bronchitis ?
- Bagaimana manifestasi klinis bronchitis ?
- Bagaimana patofisiologi bronchitis ?
- Bagaimana patogenesis bronchitis ?
- Apa saja komplikasi bronchitis ?
- Bagaimana penatalaksanaan bronchitis ?
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (
ektasis ) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan
bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus
berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus
yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size ), sedangkan bronkus besar
jarang terjadi.Bronchitis kronis dan emfisema paru sering terdapat bersama-sama
pada seorang pasien, dalam keadaan lanjut penyakit ini sering menyebabkan
obstruksi saluran nafas yang menetap yang dinamakan cronik obstructive
pulmonary disease ( COPD ).
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh
inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu
penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan
dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri
melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.(
Ngastiyah, 1997 )
Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan
penyakit tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran
peranpasan atas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain
seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis,
Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso, 1994)
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3 bulan
pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang
diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal :
490).
Bronkitis ialah sejenis keradangan atau penyempitan pada saluran
pernafasan (tiub bronkiul) serta hilang fungsi mengembang dan menguncup didalam
paru-paru yang disebabkan oleh virus atau bakteria. Kebiasaannya penyakit ini
sering berlaku pada kanak-kanak berusia dibawah satu tahun. Jika kanak-kanak
itu mempunyai sejarah keluarga yang menghidap lelah, paru-paru mudah menjadi
sensitif dan akan senang menghidap penyakit ini.
Bronkitis adalah penyakit
pernapasan yang mana selapur lendir dari jalur cabang tenggorok didalam paru-paru
menjadi inflamasi. Karena iritasi akhirnya selaput membengkak
dan tumbuh lebih tebal, akibatnya ia menyempit menutup atau mematikan
saluran udara di paru-paru, yang mengakibatkan serangan batuk yang disertai
oleh lendir tebal dan kesulitan bernafas. Penyakit ini terjadi dalam dua
bentuk: akut (berlangsung kurang dari 6 minggu) dan kronis (sering kambuh lebih
dari dua tahun).
Bronkitis Kronis
adalah batuk harian dengan produksi dahak (lendir) untuk
minimal selama periode 3 bulan, dua tahun berturut-turut; bronkitis kronis
adalah gangguan serius jangka panjang yang biasanya sering memerlukan perawatan
medis. Dalam bronkitis kronis, ada radang dan bengkak di lapisan saluran udara
yang mengarah ke penyempitan dan halangan saluran udara. Radang yang merangsang
produksi lendir, yang selanjutnya dapat menimbulkan gangguan pada saluran udara
dan meningkatkan kemungkinan infeksi paru-paru akibat bakteri.
Bronkitis Kronik dan atau berulang adalah kedaan klinis yang
disebabkan oleh berbagai sebab dengan gejala batuk yang berlangsung
sekurang-kurangnya selama 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling
sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan
non respiratorik lainnya (KONIKA, 1981).
Bronkitis
kronis merupakan suatu definisi klinis yaitu batuk-batuk yang hampir setiap
hari disertai pengeluaran dahak, sukurang-kurangnya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
Beberapa penyakit lain juga memberikan gejala yang sama antara lain TBC, bronkiektasis,
dan asma brokial. Karena itu penyakit-penyakit tersebut harus disingkirkan dulu
sebelum diagnosis bronkitis kronik dapat ditegakan. Kadang sukar membedakan
antara bronkitis kronik dan asma bronkial, dan keduanya dapat timbul bersama-sama
pada seorang pasien
B. Etiologi
Hemophylus influenza dan streptococcus pneumoniae biasa masuk
melalui port d’entree mulut dan hidung ( dropplet infection) yang
selanjutnya menimbulkan viremia dan bakteremia dan gejala atau reaksi
tubuh untuk perlawanan.
Biasanya berhubungan
dengan :
·
Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitis
kronik. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP ( volume
ekspirasi paksa ) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan
hiperplasia kelenjar mukusbronkus dan metaplasi epitel skuamus saluran
pernafasan. Juga dapat menyebabkan bronkokontriksi akut. merokok jangka panjang dapat mengiritasi tabung yang berhubungan dengan cabang
tenggorokan dan menyebabkan mereka untuk menghasilkan kelebihan lendir
·
Infeksi
Infeksi menyebabkan kerusakan paru lebih hebat
sehingga gejalanyapun lebih berat. Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada
seorang pasien brokitis kronik hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian
bawah, serta menyebabakan kerusakn paru bertambah. Diperkirakan eksaserbasi
bronkitis kronis paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri. Bakteri yang diisolasi paing banyak
adalah H Influinzae dan S Pnemoniae
·
Polusi
Insidensi dan angka kematian bronkitis kronik
diperkirakan lebih tinggi didaerah industri. Sebagai faktor penyebab penyakit,
polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok, resiko akan
lebih tinggi. Eksaserbasi akut pada bronkitis sering ditimbulkan oleh polusi SO2
yang tinggi, sedangkan NO2 dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas kecil (
bronkiolitis). Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan
bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti
NO2, hidrokarbon, aldehid, ozon.
·
Faktor
genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit paru
kronik, terbukti pada survei terakhir didapatkan bahwa anak-anak dari orang tua
yang merokok mempunyai kecenderungan mengalami penyakit paru kronik lebih
sering dan lebih berat, serta insidensi penyakit paru kroniks pada grup
tersebut lebih tinggi. Selain itu pada penderita
defisiensi alfa – 1 – antitripsin merupakan suatu problem, dimana kelainan ini
diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan,
termasuk jaringan paru.
·
Faktor
sosial ekonomi
Bronkitis kronik lebih banyak didapat pada
golongan sosial ekonomi rendah, mungkin karena perbedaaan pola merokok, dan
lebih banyak terpajan faktor resiko lain. Kematian pada pasien bronkitis kronik
ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah. Mungkin disebabkan
faktor lingkungan dan faktor ekonomi yang lebih jelek.
·
Lingkungan
kerja
Bronkitis kronik lebih sering terjadi pada pekerja
yang terpajan zat inorganik, debu organik atau gas yang berbahaya. Pekerja yang
terpajan zat tersebut mempunyai kemungkinan bronkitis kronik 2-4 kali lebih
banyak dari pada yang tidak terpajan. Secara epidemiologi didapatkan penurunan
fungsi paru pada pekerja-pekerja tersebut, seperti pekerja pabrik platik, katun
dan lain-lain
Pada kenyataannya kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara
congenital maupun didapat.
ü Kelainan congenital
Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor
genetic atau factor pertumbuhan dan factor perkembangan fetus memegang peran penting.
Bronchitis yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :Bronchitis
mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.
Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit kongenital
lainya, misalnya : mucoviscidosis ( cystic pulmonary fibrosis ), sindrom
kartagener ( bronkiektasis konginetal, sinusitis paranasal dan situs inversus),
hipo atau agamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak
yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita
bronkiektasis ), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital
berikut tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan,
kifoskoliasis konginetal.
ü Kelainan didapat
Kelainan didapat
merupakan akibat proses berikut :
·
Infeksi
Bronchitis
sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang sering kambuh dan
berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi pertusis maupun influenza
yang diderita semasa anak, tuberculosis paru dan sebagainya.
·
Obstruksi bronkus
Obstruksi
bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab :
korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar terhadap bronkus
C. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronchitis
tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya, dan ada
tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas pada penyakit ini adalah adanya batuk
kronik disertai produksi sputum, adanya haemaptoe dan pneumonia berulang.
Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan
dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.
ü Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara
lain batuk produktif berlangsung kronik
dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi,
umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi
tidur atau bangun dari tidur. Batuk mulai dengan batuk – batuk pagi hari, dan
makin lama batuk makin berat, timbul siang hari maupun malam hari sehingga penderita
terganggu tidurnya.
Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya
mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat
memberikan bau yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman
anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat,
misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen,
dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian :
1.
Lapisan teratas agak keruh
2.
Lapisan tengah jernih, terdiri
atas saliva ( ludah )
3.
Lapisan terbawah keruh terdiri
atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak ( celluler debris ).
ü Haemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis,
kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai
pembuluh darah ( pecah ) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang timbul
bervariasi mulai dari yang paling ringan ( streaks of blood ) sampai perdarahan
yang cukup banyak ( massif ) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat
atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri broncialis ( daerah berasal dari
peredaran darah sistemik )
Pada dry bronchitis ( bronchitis kering ),
haemaptoe justru gejala satu-satunya karena bronchitis jenis ini letaknya
dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang
menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa batuk atau batukya minimal. Dahak,
sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen atau mukopuruen
dan kental.
ü Sesak nafas ( dispnue )
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus )
ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada
seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan seberapa jauh timbulnya
kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi
berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang
menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi ( wheezing ), akibat
adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada
distribusi kelainannya.
Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan
bertambah, kadang – kadang disertai tanda – tanda payah jantung kanan, lama
kelamaan timbul kor pulmonal yang menetap.
ü Demam berulang
Bronchitis merupakan penyakit yang berjalan
kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru,
sehingga sering timbul demam (demam berulang)
ü Kelainan fisis
Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi
sianosis, jari tubuh, manifestasi klinis komplikasi bronchitis. Pada kasus yang
berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda korpulmonal kronik maupun
payah jantung kanan. Ditemukan ronchi basah yang jelas pada lobus bawah paru
yang terkena dan keadaannya menetap dari waku kewaktu atau ronci basah ini
hilang sesudah pasien mengalami drainase postural atau timbul lagi diwaktu yang
lain.
Apabila bagian paru yang diserang amat luas
serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi
dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat
terjadi penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi
komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia.
Wheezing sering ditemukan apa bila terjadi obstruksi bronkus.
ü Bronchitis
Kelainan ini merupakan klasifikasi kelenjar
limfe yang biasanya merupakan gejala sisa komleks primer tuberculosis paru
primer. Kelainan ini bukan merupakan tanda klinis bronchitis, kelainan ini
sering menimbulkan erosi bronkus didekatnya dan dapat masuk kedalam bronkus
menimbulkan sumbatan dan infeksi, selanjutnya terjadilah bronchitis. Erosi
dinding bronkus oleh bronkolit tadi dapat mengenai pembuluh darah dan dapat
merupakan penyebab timbulnya hemaptoe hebat.
ü Kelainan laboratorium.
Pada keadaan lanjut dan mulai sudah ada
insufisiensi paru dapat ditemukan polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan
gambaran darahnya normal. Sering ditemukan anemia, yang menunjukan adanya
infeksi kronik, atau ditemukan leukositosis yang menunjukan adanya infeksi
supuratif. Urin umumnya normal kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis
akan ditemukan proteiuria. Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensivitas
terhadap antibiotic, perlu dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi
sekunder. Gambaran foto dada ( plain film ) yang khas menunjukan adanya
kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon pada
daerah yang terkena, ditemukan juga bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau
kolaps. Gambaran bronchitis akan jelas pada bronkogram.
ü Kelainan faal paru
Pada penyakit yang lanjut dan difus,
kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama
( FEV1 ), terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi airan udara
pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 ini
menunjukan abnormalitas regional ( maupun difus ) distribusi ventilasi, yang
berpengaruh pada perfusi paru.
·
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda
dan gejala yang ada yaitu :
-
Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
-
Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
-
Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
-
Pada paru didapatkan suara napas yang kasar
·
Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan
adalah akibat batuk yang lama, yaitu :
-
Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang
menyebabkan klien murang istirahat
-
Daya tahan tubuh klien yang menurun
-
Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik
-
Kesenangan anak untuk bermain terganggu
-
Konsentrasi belajar anak menurun
D. Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar
mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi
sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk
kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi
bronchiolus yang kecil – kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut
rusak dan dindingnya melebar. Polusi dapat memperlambat aktifitas silia dan
pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme
pertahanannya sendiri melemah.Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel
– sel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan – perubahan
pada sel – sel penghasil mukus dan sel – sel silia ini mengganggu sistem
eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang
sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Virus dan bakteri biasa masuk melalui
port d’entree mulut dan hidung “dropplet infection) yang selanjutnya
menimbulkan viremia dan bakteremia dan gejala atau reaksi tubuh untuk
perlawanan.
Virus (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel
mukosa dan sel silia - Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) -
Menginfeksi saluran pernapasan - Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan
lendir - Pilek 3 – 4 hari - Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak
jernih - Purulent - Encer - Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau
suara napas kasar - Nyeri subsernal - Sesak napas - Jika tidak hilang setelah
tiga minggu - Kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan
utama) (Sumber : dr.Rusepno Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 1981).
E. Patogenesis
Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga
erat hubungannya dengan genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus
dalam kandungan. Pada bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga melelui
beberapa mekanisme : factor obstruksi bronkus, factor infeksi pada bronkus atau
paru-paru, fibrosis paru, dan factor intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua
mekanisme dasar :
1.
Infeksi bacterial pada bronkus
atau paru, kemudian timbul bronchitis. Infeksi pada bronkus atau paru akan
diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul
bronchitis.
2.
Obstruksi bronkus akan diikuti
terbentuknya bronchitis, pada bagian distal obstruksi dan terjadi infeksi juga
destruksi bronkus.
Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya
kronik. Keluhan-keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap .
keluhan-keluhan yang timbul erat dengan : luas atau banyaknya bronkus yang
terkena, tingkatan beratnya penyakit, lokasi bronkus yang terkena, ada atau
tidaknya komplikasi lanjut.. keluhan-keluhan yang timbul umumnya sebagai akibat
adanya beberapa hal : adanya kerusakan dinding bronkus, akibat komplikasi,
adanya kerusakan fungsi bronkus.
Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronchitis, data
dijelaskan sebagai berikut ;
1.
Infeksi pertama ( primer )
Kecuali pada bentuk bronchitis kongenital. Masih menjadi pertanyaan
apakah infeksi yang mendahului terjadinya bronchitis tersebut disebabkan oleh
bakteri atau virus. Infeksi yang mendahului bronchitis adalah infeksi bacterial
yaitu mikroorgansme penyebab pneumonia. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri
saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi
bronchitis, sedangkan infeksi virus tidak dapat ( misalnya adenovirus tipe 21,
virus influenza, campak, dan sebagainnya ).
2.
Infeksi sekunder
Tiap pasien bronchitis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada
lesi, apabila sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah
warnanya menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi
infeksi sekunder oleh kuman anaerob misalnya : fusifomis fusiformis, treponema
vincenti, anaerobic streptococci. Kuman yang erring ditemukan dan menginfeksi
bronkus misalnya : streptococcus pneumonie, haemophilus influenza, klebsiella
ozaena.
F. Perubahan Patologis Anatomik
Terdapat berbagai macam variasi bronchitis, baik mengenai jumlah
atau luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit.
ü Tempat predisposisi bronchitis
Bagian paru yang sering terkena dan merupakan predisposisi
bronchitis adalah lobus tengah paru kanan, bagian lingual paru kiri lobus atas,
segmen basal pada lobus bawah kedua paru
ü Bronkus yang terkena
Bronkus yang terkena umumnya yang berukuran sedang, bronkus yang
terkena dapat hanya satu segmen paru saja maupun difus mengenai bronki kedua
paru.
ü Dinding bronkus
Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses
inflamasi yang sifatnya destruktif dan irreversibel. Jaringan bronkus yang
mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis.
ü Mukosa bronkus
Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel
menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa,. Apabila terjadi eksaserbasi
infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi.
ü Jaringan paru peribronchiale
Pada keadaan yang hebat, jaringan paru distal akan diganti jaringan
fibrotik dengan kista-kista berisi nanah.
·
Variasi kelainan anatomis
bronchialis
Telah dikenal 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronchitis, yaitu :
1.
Bentuk tabung : Bentuk ini
sering ditemukan pada bronchitis yang menyertai bronchitis kronik.
2.
Bentuk kantong : Ditandai
dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat irregular. Bentuk
ini berbentuk kista.
3.
Bentuk antara bentuk tabung dan
kantong (Pseudobronchitis) : Pada bentuk ini terdapat pelebaran bronkus yang
bersifat sementara dan bentuknya silindris. Bentuk ini merupakan komplikasi
dari pneumonia.
G. Tingkatan Beratnya Penyakit
ü Bronchitis ringan
Ciri klinis : batuk-batuk dan sputum warna
hijau hanya terjadi sesudah demam, ada haemaptoe ringan, pasien tampak sehat
dan fungsi paru norma, foto dada normal.
ü Bronchitis sedang
Ciri klinis : batuk produktif terjadi setiap
saat, sputum timbul setiap saat, (umumnya warna hijau dan jarang mukoid, dan
bau mulut meyengat), adanya haemaptoe, umumnya pasien masih Nampak sehat dan
fungsi paru normal. Pada pemeriksaan paru sering ditemukannya ronchi basah
kasar pada daerah paru yag terkena, gambaran foto dada masih terlihat normal.
ü Bronchitis berat
Ciri klinis : batuk produktif dengan sputum
banyak, berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukannya pneumonia dengan
haemaptoe dan nyeri pleura. Bila ada obstruksi nafas akan ditemukan adanya
dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaan
umum kurang baik, sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata ,
pasien mudah timbul pneumonia, septikemi, abses metastasis, amiloidosis. Pada
gambaran foto dada ditemukan kelainan : bronkovascular marking, multiple cysts
containing fluid levels. Dan pada pemeriksaan fisis ditemukan ronchi basah
kasar pada daerah yang terkena.
H. Komplikasi
ü Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak
dengan gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia
ü Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi
ü Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau
Bronkietaksis
ü Kegagalan jantung untuk berfungsi
ü Kekurangan oksigen dalam darah menyebabkan jantung, hati, buah
pinggang dan otak gagal berfungsi dengan sempurna
ü Pingsan secara tiba-tiba.
ü Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis : bronchitis sering mengalami infeksi berulang biasanya sekunder
terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada
mereka drainase sputumnya kurang baik.
ü Pleuritis : Komplikasi
ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya pleuritis sicca
pada daerah yang terkena.
ü Abses metastasis diotak : akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus.
Sering menjadi penyebab kematian
ü Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena (
arteri pulmonalis ), cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis
pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan
tindakan bedah gawat darurat.
ü Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran
nafas
ü Kor pulmonal kronik : pada
kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis
pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan
oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada
keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,.
Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
ü Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada
bronchitis yang berat dan luas
ü Amiloidosis : keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai
komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini
dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinurea
I. Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien
bronchitis terdiri atas dua kelompok :
1.
Pengobatan konservatif, terdiri
atas :
ü Pengelolaan umum
Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
a.
Menciptakan lingkungan yang
baik dan tepat untuk pasien :
Contoh
:
-
Membuat ruangan hangat, udara
ruangan kering.
-
Mencegah / menghentikan rokok
-
Mencegah / menghindari
debu,asap dan sebagainya.
b.
Memperbaiki drainase secret
bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan adalah sebagai berikut :
Ø Melakukan drainase postural
Pasien
diletakkan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase
sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan drainase postural dilakukan selama
10 – 20 menit, tiap hari dilakukan 2 sampai 4 kali.
Ø Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum (
secret bronkus ) dengan bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh saat dilakukan
drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya, dan
dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan pada pada punggung pasien
dengan punggung jari.
Ø Mencairkan sputum yang kental
Dapat
dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas, mengguanakan obat-obat
mukolitik dan sebagainya.
Ø Mengatur posisi tepat tidur pasien
Sehingga
diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum.
Ø Mengontrol infeksi saluran nafas.
Adanya
infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan jalan mencegah
penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu adanya antibiotic yang sesuai
agar infeksi tidak berkelanjutan.
ü Pengelolaan khusus
a.
Kemotherapi Bronkhitis, dapat
digunakan :
Secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus ( ISPA ), untuk
pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru atau kedua-duanya
digunakan. Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian
antibiotic antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas kuman
terhadap antibiotic secara empiric.Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada
pengelolaan bronchitis, tidak pada setiap pasien harus diberikan antibiotic.
Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic
diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan beberapa
antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna
kuning/hijau menjadi mukoid ( putih jernih ). Kemotherapi dengan antibiotic ini
apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala
lainnya terutama pada saat terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini
hanya bersifat sementara.
b.
Drainase secret dengan
bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan perawatan pasien.
Keperluannya antara lain :
-
Menentukan dari mana asal
secret
-
Mengidentifikasi lokasi
stenosis atau obstruksi bronkus
-
Menghilangkan obstruksi bronkus
dengan suction drainage daerah obstruksi.
2.
Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu
atau membahayakan pasien
a.
Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila
ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (%FEV
1 < 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
b.
Pengobatan hipoksia.
Pada
pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
c.
Pengobatan haemaptoe.
Tindakan
yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari berbagai
penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan walau
sulit diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
d.
Pengobatan demam.
Pada
pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam,
lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic
perlu juga diberikan obat antipiretik.
e.
Pengobatan pembedahan
Tujuan
pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang terkena.
Indikasi pembedahan :
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak
berespon yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang
adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan untuk operasi
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi
berulang atau haemaptoe dari daerakh tersebut. Pasien dengan haemaptoe massif
seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.
Kontra indikasi
-
Pasien bronchitis dengan COPD
-
Pasien bronchitis berat
-
Pasien bronchitis dengan
koplikasi kor pulmonal kronik dekompensasi.
Syarat-ayarat operasi.
-
Kelainan ( bronchitis ) harus
terbatas dan resektabel
-
Daerah paru yang terkena telah
mengalami perubahan ireversibel
-
Bagian paru yang lain harus
masih baik misalnya tidak ada bronchitis atau bronchitis kronik.
Cara operasi.
Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak
terdaat kontra indikasi, yang gagal dalam pengobatan konservatif dipersiapkan
secara baik utuk operasi. Umumnya operasi berhasil baik apabila syarat dan
persiapan operasinya baik.
Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami
keadaan gawat darurat paru, misalnya terjadi haemaptoe masif ( perdarahan
arterial ) yang memenuhi syarat-syarat dan tidak terdapat kontra indikasi
operasi.
Persiapan operasi :
Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah,
pemeriksaan broncospirometri ( uji fungsi paru regional ), Scanning dan USG ,
Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien, memperbaiki
keadaan umum pasien
Tindakan Perawatan yang dapat dilakukan :
Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan
mengeluarakan lender yakni :
-
Sering mengubah posisi
-
Banyak minum
-
Inhalasi
-
Fisioterapi nafas : kleeping,
fibrating, postural drainage, suction, nebulizing
-
Untuk mempertahankan daya tahan
tubuh, setelah anak muntah dan tenang perlu diberikan minum susu atau makanan
lain
Tindakan Medis
yang dapat dilakukan :
-
Jangan beri obat antihistamin
berlebih
-
Beri antibiotik bila ada
kecurigaan infeksi bacterial serta bronkodilator dan ekpektoran
-
Dapat diberi efedrin 0,5 – 1
mg/KgBB tiga kali sehari
-
Chloral hidrat 30 mg/Kg BB
sebagai sedatif
J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Anamnese
Keluhan
utama pada klien dengan bronchitis meliputi batuk kering, dan produktif dengan
sputum purulent, demam dengan suhu tubuh dapat mencapai > 40”C, dan sesak
napas
b.
Riwayat penyakit saat ini
Riwayat
penyakit saat ini pada klien dengan bronchitis bervariasi tingkat keparahan dan
lamanya. Bermula dari gejala batuk saja,hingga penyakit akut dengan manifestasi
klinis yang berat. Sebagai tanda-tanda terjadinya toksemia klien dengan
bronchitis sering mengeluh malaise,demam, badan terasa lemah, banyak
berkeringat, takikardia dan takipnea. Sebagai tanda terjadinya iritasi, keluhan
yang didapatkan terdiri atas batuk,ekspektorasi/ peningkatan produksi secret
dan rasa sakit dibawah sternum, penting ditanyakan oleh perawat mengenai
obat-obatan yang telah atau biasa diminum oleh klien untuk mengurangi
keluhannya dan mengkaji kembali apakah obat-obatan itu masih relevan untuk
dipakai kembali.
c.
Riwayat penyakit dahulu
Pada
pengkajian riwayat penyakit dahulu sering kali pasien mengeluh pernah mengalami
infeksi saluran pernapasan bagian atas dan adanya riwayat alergi pada
pernapasan atas, perawat harus memperhatikan dan mencatatnya baik-baik.
d.
Pengkajian
psiko-sosio-spiritual
Pada
pengkajian psikologis pasien dengan bronchitis didapatkan klien sering
mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya dimana adanya keluhan
batuk,sesak napas, dan demam merupakan stressor penting yang menyebabkan klien
cemas. Perawat perlu memberikan dukungan moral dan memfasilitasi pemenuhan informasi
dengan tim medis untuk pemenuhan informasi mengenai prognosis penyakit dari
klien.
Kaji
pengetahuan dan keluarga tentang pengobatan yang diberikan ( nama, cara kerja,
frekuensi, efek samping, dan tanda-tanda terjadinya kelebihan dosis ).
Pengobatan non farmakologi ( nonmedikal intervention ) seperti olahraga secara
teratur serta mencegah kontak dengan allergen atau iritan ( jika diketahui
penyebab alergi ).sistem pendukung ( support system ),kemauan dan tingkat
pengetahuam keluarga
e.
Pemeriksaan fisik
·
Keadaan umum dan tanda-tanda
vital
Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan bronchitis biasanya didapatkan
adanya peningkatan suhu tubuh lebih dari 40”C,frekuensi napas meningkat dari
frekuensi normal, nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh
dan frekuensi pernapasan serta biasanya tidak ada masalah dengan tekanan darah
B1 ( Breathing )
Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
Pernafasan biasa cepat. biasanya menggunakan otot Bantu pernapasan. Pada kasus
bronchitis kronis, sering didapatkan bentuk dada barrel / tong. Gerakan
pernapasan masih simetris, gerakan diafragma minimal dan Dispneu pada saat istirahat.
Hasil pengkajian lainnya menunjukkan klien juga mengalami batuk yang
produktif yang menetap dengan sputum purulent berwarna kuning kehijauan sampai
hitam kecoklatan karena bercampur darah setiap hari selama minimun 3 bulan
berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun.Episode batuk hilang timbul.
Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu keseluruhan.
Bila sudah ada keluhan sesak,
akan terdengar ronchi pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising
mengi / wheezing. Juga didapatkan tanda – tanda overinflasi paru seperti barrel
chest, kifosis, pada perkusi terdengar hipersonor, peranjakan hati mengecil,
batas paru hati lebih ke bawah, pekak jantung berkurang, suara nafas dan suara
jantung lemah, kadang – kadang disertai kontraksi otot – otot pernafasan
tambahan.
Ø
Palpasi
Taktil
fremitus biasanya normal
Ø Perkusi
Hasil
pengkajian perkusi menunjukkan adanya bunyi resonan pada seluruh lapang paru.
Ø Auskultasi
Jika
abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang buruk, maka suara
napas melemah. Jika bronkus paten dan drainasenya baik ditambah adanya
konsolidasi di sekitar abses maka akan mendengar suara napas bronchial dan
ronkhi basah
B2 ( Blood )
Sering didapakan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi
takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak
didapatkan. Batas jantung tidak mengalami pergeseran. Peningkatan tekanan
darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat. Distensi vena leher,
Edema dependent dan Bunyi jantung redup.
B3 ( Brain )
Tingkat kesadaran klien biasanya composmentis apabila tidak ada
komplikasi penyakit serius
B4 ( Bladder )
Pengukuran volume output urine berhubungan erat dengan intake cairan
cairan. Oleh karena itu perawat perlu memonitor adanya oliguria yang merupakan
tanda awal dari syok
B5 ( Bowel )
Klien biasanya sering mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu
makan, penurunan berat badan, Ketidakmampuan untuk makan, palpitasi abdomen
B 6 ( Bone )
Kelemahan dan kelemahan fisik secara umum sering menyebabkan klien
memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
Selain itu klien juga mengalami Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan
untuk tidur, Pembengkakan pada ekstremitas bawah dan kehilangan massa otot.
Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis, Pucat, dapat menunjukkan anemi, Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat.
Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis, Pucat, dapat menunjukkan anemi, Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat.
Pemeriksaan Diagnostic
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto dada sangat membantu
dalam menegakkan atau menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit
lain. Foto dada pada bronkhitis kronik bukan suatu diagnosis radiologis tetapi
secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan apakah terdapat
gambaran tubuler shadows atau terlihat bayangan garis-garis paralel serta
corak paruh yang bertambah, bayangan garis yang
paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah bayangan
bronchus yang menebal. X-ray Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru,
mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama
periode remisi.
Bronchogram :
Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus
mukosa.
Pemeriksaan Fungsi Paru
Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat
disfungsi.Pada pasien
bronkhitis kronis terdapat VEP 1 (Volume ekspirasi
paksa 1 detik) : menurun. KV (
kapasitas vital )yang menurun, VR (volume residu) yang bertambah dan KTP ( kapasitas total paru ) yang normal. KRF (kapasitas residu fungsional) :
sedikit naik atau normal
Analisis Gas Darah
Pasien bronkhitis kronik tidak dapat
mempertahankan ventilasi dengan baik sehingga PaCO2 naik. Saturasi Hb menurun
dan timbul sianosis, pasokontriksi pembuluh darah paru dan penambahan
eritropoisis. Pa O2 : rendah (normal 25 – 100 mmHg), Pa
CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg), pH Normal.
Pemeriksaan EKG
Untuk mendeteksi pembesaran jantung kanan.
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P-pulmonal pada
hantaran II, III dan aVF. Sering terdapat RBBB inkomplit, Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.
Pemeriksaan Sputum
Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen. Didapatkan
adanya hemophylus influenza dan streptococcus pneumoniae
2.
Diagnosa keperawatan
a.
Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret
b.
Kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
c.
Pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
d.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
e.
Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
f.
Intoleran aktifitas berhubungan
dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
g.
Ansietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan.
h.
Kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan dirumah.
3.
Intervensi keperawatan
a.
Diagnosa 1 : Bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Ø Tujuan : Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 1x60 menit
diharapkan klien mampu Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi napas
bersih/ jelas
Ø Kriteria hasil : bunyi nafas normal, sputum tidak ada, kesulitan
bernafas teratasi.
Ø Rencana Tindakan:
·
Auskultasi bunyi nafas
Rasional
: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan
dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas
·
Kaji/pantau frekuensi
pernafasan.
Rasional
: Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama /
adanya proses infeksi akut.
·
Dorong/bantu latihan nafas
abdomen atau bibir
Rasional
: Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan
udara
·
Observasi karakteristik batuk
Rasional
: Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit
akut atau kelemahan
·
Tingkatkan masukan cairan
sampai 3000 ml/hari
Rasional
: Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.
b.
Diagnosa 2 : Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronchus.
Ø Tujuan : setelah melakukan asuhan keperawatan selama 1x60 menit
diharapkan pasien Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang
adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan
Ø Kriteria hasil : nilai GDA normal ( tidak hipoksia dan tidak
hiperkapnia ), tanda-tanda vital normal, sekret dapat dikeluarkan
Ø Rencana Tindakan:
·
Kaji frekuensi, kedalaman
pernafasan.
Rasional
: Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses
penyakit.
·
Tinggikan kepala tempat tidur,
dorong nafas dalam.
Rasional
: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan
nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
·
Auskultasi bunyi nafas.
Rasional
: Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi
·
Awasi tanda vital dan irama
jantung
Rasional
: Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
·
Awasi GDA
Rasional
: PaCO¬2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat
lebih besar/kecil
·
Berikan O2 tambahan sesuai
dengan indikasi hasil GDA
Rasional
: Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
c.
Diagnosa 3 : Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Ø Tujuan : setelah melakukan asuhan keperawatan selama 1x60 menit
diharapkan pasien mampu memperbaiki pola nafas.
Ø Kriteria hasil : bunyi nafas normal, pola nafas efektif, frekuensi
dan kedalaman dalam rentang normal, paru jelas/ bersih
Ø Rencana Tindakan:
·
Ajarkan pasien pernafasan
diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional
: Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi.Dengan teknik ini pasien akan
bernafas lebih efisien dan efektif.
·
Berikan dorongan untuk
menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional
: memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
·
Berikan dorongan penggunaan
pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Rasional
: menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
d.
Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Ø Tujuan : setelah melakukan asuhan keperawatan selama 1x60 menit
diharapkan pasien mampu Menunjukkan peningkatan berat badan dan peningkatan
nafsu makan
Ø Kriteria hasil : berat badan normal, pemasukan nutrisi adekuat untuk
kebutuhan individu, komplikasi minimal
Ø Rencana Tindakan:
·
Kaji kebiasaan diet.
Rasional
: Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
·
Auskultasi bunyi usus
Rasional
: Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
·
Berikan perawatan oral
Rasional
: Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan
muntah.
·
Timbang berat badan sesuai
indikasi.
Rasional
: Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
·
Konsul ahli gizi
Rasional
: Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi
maksimal.
e.
Diagnosa 5 : Resiko tinggi
terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Ø Tujuan : setelah melakukan asuhan keperawatan selama 1x60 menit
diharapkan pasien mampu mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko
tinggi dan mencapai mampu mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa
komplikasi
Ø Kriteria hasil : pertahanan sekunder adekuat
Ø Rencana Tindakan:
·
Awasi suhu.
Rasional
: Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi
·
Observasi warna, bau sputum.
Rasional
: Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi
·
Tunjukkan dan bantu pasien
tentang pembuangan sputum.
Rasional
: mencegah penyebaran pathogen
·
Diskusikan kebutuhan masukan
nutrisi adekuat.
Rasional
: Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah
terhadap infeksi.
·
Berikan anti mikroba sesuai
indikasi
Rasional
: Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.
f.
Diagnosa 6 : Intoleran
aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Ø Tujuan : setelah melakukan asuhan keperawatan selama 1x60 menit
diharapkan pasien mampu Menunjukkan perbaikan dengan aktivitas intoleran
Ø Kriteria hasil :aktivitas kembali normal, tanda vital dalam rentang
normal
Ø Rencana tindakan:
·
Dukung pasien dalam menegakkan
latihan teratur dengan menggunakan exercise, berjalan perlahan atau latihan
yang sesuai.
Rasional
: Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak O2
g.
Diagnosa 7 : Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Ø Tujuan : setelah melakukan asuhan keperawatan selama 1x60 menit
diharapkan pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas
Ø Kriteria hasil : rasa cemas berkurang
Ø Rencana tindakan:
·
Kaji tingkat kecemasan (ringan,
sedang, berat).
Rasional
: Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan tindakan
selanjutnya
·
Berikan dorongan emosional.
Rasional
: Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan penyakit
yang dialami.
·
Beri dorongan mengungkapkan
ketakutan/masalah
Rasional
: Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran yang
dirasakan
·
Jelaskan jenis prosedur dari
pengobatan
Rasional
: Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga mau bekerjasama dalam
tindakan perawatan dan pengobatan.
·
Beri dorongan spiritual
Rasional
: Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan
pada TYME atas kesembuhannya.
h.
Diagnosa 8 : Kurang pengetahuan
yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
perawatan di rumah
Ø Tujuan : setelah melakukan asuhan keperawatan selama 1x60 menit
diharapkan pasien Mengatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Ø Kriteria hasil : kesalahan konsep bisa teratasi
Ø Intervensi :
·
Jelaskan proses penyakit
individu
Rasional
: Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada rencana
pengobatan.
·
Instruksikan untuk latihan
afas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional
: Nafas bibir dan nafas abdominal membantu meminimalkan kolaps jalan nafas dan
meningkatkan toleransi aktivitas
·
Diskusikan faktor individu yang
meningkatkan kondisi misalnya udara, serbuk, asap tembakau.
Rasional
: Faktor lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan peningkatan
produksi sekret jalan nafas.
4.
Impelementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang
telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan
perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi
prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap
intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.
Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan
jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah
komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang
proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)
5.
Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon
pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang
diharapkan telah dicapai,
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena
setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam
hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien,
revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap
evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif,
pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi
tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang,
klien memahami kondisi penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan)
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ø Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (
ektasis ) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik.
Ø Etiologi biasanya berhubungan dengan :
·
Rokok
·
Infeksi
·
Polusi
·
Faktor
genetik
·
Faktor
sosial ekonomi
·
Lingkungan
kerja
Ø Manifestasi Klinis
·
Batuk
·
Haemaptoe
·
Sesak
nafas ( dispnue )
·
Demam
berulang
·
Kelainan
fisis
·
Kelainan
faal paru
Ø Komplikasi
·
Bila
sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis
·
Kegagalan jantung untuk
berfungsi
·
Empisema paru
·
Abses metastasis diotak
B. Saran
Bagi tenaga kesehatan supaya lebih
memahami tanda dan gejala bronchitis sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
memberikan pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C,
2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, ; alih
bahasa, Agung Waluyo; editor Monica Ester, Edisi 8, EGC; Jakarta.
Carolin, Elizabeth J,
Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta, 2002.
Doenges, Marilynn E,
1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made Kariasa ; editor,
Monica Ester, Edisi 3, EGC ; Jakarta.
Tucker, Susan Martin,
1998, Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi,
Edisi 5, EGC, Jakarta.
Soeparman, Sarwono
Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Penerbit FKUI, Jakarta
Long, Barbara C, 1998,
Perawatan Medikal Bedah, 1998, EGC, Jakarta.
PRICE, Sylvia
Anderson, 1994, Patofisiologi; Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, EGC,
Jakarta.
Keliat, Budi Anna,
Proses Keperawatan
Amin, Zulkifli, Asril Bahar, dkk. 2006. Buku
ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.
Rusdi Ghazali Malueka.
2006. Radiologi Diagnostik. Fakultas Kedokteran UGM. Pustak Cendekia Press.
Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar