TUGAS MAKALAH
HIV/AIDS DENGAN INFEKSI
OPORTUNISTIK
DIARE KRONIK
Makalah Ini Dibuat
Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Medikal Bedah II
Disusun Oleh :
Kelompok II
1. Agus
Zairi Syukur
2. Eko
Puji Y
3. Elanda
Nurifa
4. Ignasius
Indra K
5. Linda
Mariska
6. Novia
Ripniawati
7. Purwo
yuhanto
8. Suci
Anggraini PS
9. Miftakhur
Roifah
10. Atin
PROGRAM
STUDI STRATA I KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN
CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2010
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr Wb
Alhamdulillah,
segala puja dan puji sukur kami hantarkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat
dan karunia-Nya kami diberi kemampuan untuk menyelesaikan makalah berjudul “HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik Diare
Kronik” ini untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah II dengan tepat waktu.
Ucapan terima
kasih sebesar-besarnya tak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini, Kami juga ingin mengantarkan
do’a dan kasih sayang kami yang tak terhingga untuk orang tua yang telah dengan
penuh kesabaran membimbing kami sampai
sekarang dengan memberikan dukungan berupa dukungan moril dan materiil. Dan
untuk semua keluarga kami yang membuat hidup kami semakin bermakna dan
berwarna.
Kami menyadari bahwa dengan keterbatasan kami sebagai penulis,mekalah ini masih jauh dari
sempurna. Maka masukan dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kemajuan kami dimasa mendatang.
Wassalamu’alaikum
Wr Wb
Jombang,
10 Juli 2010
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL............................................................................................ i
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Acquired
Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome
(disingkat AIDS) adalah
sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang
timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat
infeksi virus HIV;
atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). AIDS pertama
kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control
and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih
diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima
laki-laki homoseksual di Los Angeles.
Dua spesies HIV yang diketahui
menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam
tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2
sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika
Barat.[100]
Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan
troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan.
HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari
Guinea
Bissau, Gabon,
dan Kamerun.
Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak
dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging. Teori
yang lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa
epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo
Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary
Koprowski terhadap vaksin polio. Namun demikian, komunitas ilmiah umumnya berpendapat
bahwa skenario tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS
telah membunuh lebih dari 25 juta
jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling
menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus
bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa
diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005 dan lebih dari
setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46
juta orang kini hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta
orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia,
peningkatan dari 2003
dan jumlah terbesar sejak tahun 1981. Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah
terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini
hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-anak
yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang
hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari
semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta
[10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara.
Asia Selatan
dan Asia Tenggara
adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati
di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengan perkiraan
5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati
perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari
populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di
dunia. Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup
normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa
penyakit.
Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala
tidak spesifik, terutama demam ringan
dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium
avium-intracellulare dan virus sitomegalo. Virus
sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang pada usus besar (kolitis) seperti
yang dijelaskan di atas, dan gangguan radang pada retina mata (retinitis
sitomegalovirus), yang dapat menyebabkan kebutaan. Infeksi yang
disebabkan oleh jamur Penicillium
marneffei, atau disebut Penisiliosis, kini adalah
infeksi oportunistik ketiga yang paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang
yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara
Mengingat besarnya kasus yang AIDS yang timbul banyak ahli yang
bereksperimen membuat vaksin. Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah
yang sesuai untuk menahan epidemik global (pandemik) karena biaya vaksin lebih
murah dari biaya pengobatan lainnya, sehingga negara-negara berkembang mampu
mengadakannya dan pasien tidak membutuhkan perawatan harian. Namun setelah
lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan target yang sulit bagi
vaksin. Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha
mengurangi efek samping obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk
memudahkan pemakaian, dan penentuan urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk
menghadapi adanya resistensi obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
langkah-langkah pencegahan infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika
menangani pasien dengan infeksi HIV atau AIDS.
1.2 Rumusan Masalah
a.
Bagaimanakah gambaran
umum penyakit HIV/AIDS dan diare ?
b.
Bagaimanakah tinjauan
teori penyakit HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik Diare Kronik ?
c.
Bagaimanakah Konsep Asuhan Keperawatan pasien
HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik Diare Kronik ?
1.3 Tujuan
a.
Untuk mengetahui
bagaimana gambaran umum penyakit HIV/AIDS dan diare.
b.
Untuk mengetahui
bagaimana teori penyakit HIV/AIDS
dengan Infeksi Oportunistik Diare Kronik.
c.
Untuk mengetahui
bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan
pasien HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik Diare Kronik.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Penyakit
A. HIV/AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome
(disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang
timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV;[1] atau
infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Virusnya sendiri bernama Human
Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan
pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat
memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa
disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya
ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam
(membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah,
air mani, cairan vagina, cairan preseminal,
dan air susu ibu.
Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim
(vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah,
jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi
selama kehamilan,
bersalin, atau menyusui, serta
bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
AIDS sendiri bisa menimbulkan berbagai gejala.
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki
sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi
oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang
biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV.
Infeksi oportunistik umum didapati pada
penderita AIDS. HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar
menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang
disebut limfoma. Biasanya
penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat
(terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah,
serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang
diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi
tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.
Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO)
mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem
tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1. Sistem ini diperbarui pada
bulan September
tahun 2005.
Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah
ditangani pada orang sehat.
·Stadium II: termasuk
manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas yang berulang
·Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak
dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan
tuberkulosis.
·Stadium IV: termasuk toksoplasmosis
otak, kandidiasis
esofagus,
trakea,
bronkus
atau paru-paru,
dan sarkoma kaposi.
Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
B. Diare
Diare
adalah buang air besar dengan frekuensi lebih dari 3 kali per hari dengan
konsistensi tinja cair bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu kurang
dari 2 minggu. (FK UGM, 1994). Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil
(1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa
darah atau lendir dalam tinja. Sedangkan
menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan
terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus. Jadi dapat diartikan diare
adalah suatu kondisi buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali
sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai
darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung
atau usus.
Diare terbagi
2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501). Diare akut (acute watery diarrhoea) didefinisikan sebagai
buang air besar (defekasi)> 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan
berlangsung < 1 minggu. Dapat terjadi pada pasien dengan infeksi HIV
simtomatik. Diare akut umumnya disebabkan oleh infeksi virus (40-60%),hanya 10%
disebabkan oleh infeksi bakteri yang rentan terhadap antibiotika. Penyebab lain
adalah infeksi parenteral, salah makan,malabsorbsi, kadang oleh faktor
kejiwaan. Sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung > 14 hari.
Umumnya terjadi panda pasienyang terinfeksi HIV.
Diare adalah penyakit yang bisa disebabkan oleh faktor
infeksi bakteri maupun virus baik dari dalam maupun dari luar tubuh,
malabsorbsi makanan, makanan itu sendiri, dan kondisi psikologis dengan tanda
dan gejala
Sering
buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer,
1. Sering
buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
2. Anus
dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam
akibat banyaknya asam laktat.
3. Terdapat
tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit / elistitas kulit menurun, ubun-ubun
dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
4. Perubahan
tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat, tekan darah turun
5. pasien
pucat, lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopor).
6. Diuresis
berkurang (oliguria sampai anuria).
Komplikasi yang terjadi pada penderita
diare adalah antara lain:
1. Kehilangan
air (dehidrasi)
Dehidrasi
terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input),
merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2.
Kehilangan
elektrolit
Diare dapat
mengakibatkan hilangnya sejumlah air dan elektrolit, terutama natrium dan
kalium seingga pada penderita diare juga akan mengalami hiponatremia dan
hipokalemia.
3.
Gangguan
keseimbangan asam basa (asidosis metabolik)
Hal ini
terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak
sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam
laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam
meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria)
dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan
intraseluler.
4. Gangguan
gizi
Terjadinya
penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
-
Makanan
sering dihentikan takut diare yang bertambah hebat.
-
Makanan
yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena
adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan
sirkulasi
Sebagai akibat
diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan
meninggal.
2.2 Kajian Teori HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik Diare Kronik
A. Pengertian
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) rentan terkena berbagai infeksi karena
sistem kekebalan tubuhnya yang menurun drastis. Setidaknya ada 7 penyakit
lain yang menjadi risiko ODHA. HIV adalah penyakit
yang sistemik sehingga bisa menyerang organ atau sistem apa saja seperti
darah, jantung, ginjal, saraf perifer, kepikunan, ortopedi dan lainnya. Kemungkinan
infeksi yang dialami ODHA di Indonesia adalah tuberkulosis (tb), infeksi jamur,
toksoplasmosis, cryptococcosis, infeksi mata CMV dan ko-infeksi virus
hepatitis. Infeksi oportunistik ini biasanya berhubungan dengan jumlah CD4 di
dalam tubuhnya. Jika jumlah CD4 kecil, maka infeksi yang mungkin timbul
cenderung lebih berat,. Nilai CD4 menunjukkan nilai imunitas/kekebalan/daya
tahan tubuh yang diindikasikan oleh sel T dalam darah. Umumnya kategori AIDS
jika nilai CD4 di bawah 200 dan dengan angka di bawah itu akan mulai terkena
infeksi oportunistik. Salah satu infeksi yang bisa terjadi adalah diare.
AIDS dengan Infeksi Oportunitik diare kronik adalah kondisi infeksi
diare pada tubuh yang muncul akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia oleh HIV yang
ditandai dengan frekuensi buang air besar (defekasi) lebih dari 3 kali perhari dengan
jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100 - 200 ml per jam
tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat) dalam
waktu lebih dari 14 hari.
B. Etiologi
Pada pasien HIV/AIDS dengan infeksi Oportunistik
diare kronik ini diduga terjadi karena berbagai penyebab; antara lain infeksi
bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter,
dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang
tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis,
mikrosporidiosis,
Mycobacterium avium complex, dan virus sitomegalo
(CMV). Bisa juga karena pertumbuhan flora normal tubuh yang lebih cepat pada
orang dengan HIV/AIDS dari pada orang normal. Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari perawatan
obat-obatan yang digunakan untuk menangani HIV yaitu terapi menggunakan
antiretroviral (post-exposure prophylaxis /PEP).
C. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun )
adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi
dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian
virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan
ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi
sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga
dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan
sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse
transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4
yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan
kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi
yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali
virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak
dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel
T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing,
mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T
sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi
parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya
tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan
menyebabkan penyakit yang serius. Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system
imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B
dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T helper. Seiring dengan menurunnya
sistem kekebalan tubuh, mikroorganisme (dalam hal ini mikroorganisme penyebab
diare) mudah menginfeksi tubuh penderita HIV/AIDS ini dan flora normal dalam
tubuh akan berkembang lebih cepat,keberadaannya menjadi lebih banyak dari
keadaan biasa yang akhirnya bisa menginfeksi saluran pencernaan. Mikroorganisme
tersebut mengeluarkan toxin pada dinding usus yang menimbulkan mekanisme
tubuh untuk mengeluarkan racun dengan terjadi hiperperistaltik dan pengeluaran
air dan elektrolit pada rongga usus yang menyebabkan akumulasi cairan dan
elektrolit pada rongga usus, dan selanjutnya timbul diare.
Pada beberapa kasus
diare pada pasien HIV/AIDS ini adalah karena efek pengkonsumsian obat antiretrovirus
sebagai terapi (post-exposure
prophylaxis /PEP). Dimana efek samping dari terapi obat antiretrovirus bisa
menyebabkan hilangnya bakteri baik dalam usus yaitu asidofilus yang bertugas
mencerna makanan dalam usus. Dengan hilangnya bakteri asidofilus maka proses
penyerapan dalam tubuh terganggu sehingga tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi yang menyebabkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare. Antiretrovirus ini juga menimbulkan efek
samping yaitu mengganggu proses degenerasi lemak (golongan NRTI). Proses
penyerapan lemak di usus halus akan terganggu sehinggga lemak akan sampai di
usus besar,dimana bakteri akan memakannya sehingga menghasilkan gas dan produk
yang bersifat toxin,dapat merusak usus selain itu juga keberadaan lemak di usus
besar menyebabkan peningkatan tekanan osmotik yang menyebabkan air dan
elektrolit bergeser ke rongga usus dan menyebabkan diare.
Pathway
HIV/AIDS efek
samping terapi retrovirus
Status
imunitas turun mengganggu
degenerasi lemak
Malabsorbsi
lemak di usus halus
Mikroorganisme
penyebab diare flora normal
Mudah masuk berkembang abnormal
Tekanan
osmotik rongga usus
Infeksi
dinding usus
Toxin
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus
Hipersekresi
Cairan dan elektrolit
Akumulasi cairan dan elektrolit
Di rongga
usus
Diare
Frekuensi BAB feses asam (asam laktat) distensi abdomen
Output cairan berlebih lecet dan
kemerahan perianal mual muntah nyeri akut
|
intake
indekuat
Nutrisi < kebutuhan
D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala pasien HIV/AIDS dengan infeksi
oportunistik diare kronik antara lain:
-
Diare berkepanjangan lebih dari 1 bulan
-
Frekuensi BAB bisa lebih dari 3 kali sehari
-
Konsistensi tinja cair/encer
-
Wajah pucat
-
Berat badan menurun
-
Oliguria sampai anuria
-
Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan
respirasi cepat, tekan darah turun
-
Hiperperistaltik usus
-
Turgor menurun
-
Mata cekung
-
Mukosa kering
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
- ELISA (positif; hasil tes yang positif
dipastikan dengan western blot)
- Western blot (positif)
- Kultur HIV (positif; kalau dua kali uji-kadar
secara berturut-turut mendeteksi enzim
reverse transcriptase atau antigen p24 dengan
kadar yang meningkat)
b. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
- LED (normal namun perlahan-lahan akan
mengalami penurunan)
- CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan
kemampuan untuk bereaksi terhadap
antigen)
- Kadar immunoglobulin (meningkat)
c. Pemeriksaan
tinja
- Diperiksa dalam hal volume, warna dan
konsistensinya serta diteliti adanya mukus darah dan leukosit.
-
Pemeriksaan mikroorganisme penyebab infeksi
- Pada
umumnya leukosit tidak dapat ditemukan jika diare berhubungan dengan penyakit
usus halus tetapi ditemukan pada penderita dengan infeksi Salmonella, E. Coli,
Enterovirus dan Shigelosis.
- Terdapatnya Laktoferin (Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi
yang dilepaskan netrofil) yang berlebihan dalam
tinja menunjukkan kemungkinan adanya keradangan kolon.
- Jika kadar glukosa tinja rendah / PH
kurang dari 5,5 dicurigai terjadi infeksi penyebab diare bersifat tidak
menular.
F. Penatalaksanaan
Pengendalian infeksi
oportunistik
1. Pemberian cairan dan elektrolit
a. Tanpa dehidrasi :
Oralit diberikan sesuai
usia setiap kali buang air besar dengan dosis :
-
< 1tahun : 50-100 ml
- 1-5 tahun : 100-200 ml
- >5 tahun : > 200
ml
b. Dehidrasi
ringan-sedang :
Rehidrasi dengan oralit
75 ml/kgbb dalam 3 jam pertama dilanjutkan dengan pemberian oralit sesuai
kehilangan cairan yang sedang berlangsung sesuai umur seperti diatas setiap
kali buang air besar
c. Dehidrasi berat:
Rehidrasi perparenteral dengan cairan RL/RingAs 100 ml/kgbb.
Cara pemberian :
- <1tahun : 30
ml/kgbb dalam 1jam pertama dilanjutkan dengan 70 ml/kgbb dalam 5 jam berikutnya
- >1tahun : 30
ml/kgbb dalam jam pertama dilanjutkan dengan 70 ml/kgbb dalam 2 jam berikutnya
- Berikan minum jika
sudah mau minum : 5 ml/kgbb selama proses rehidrasi
2. Pemberian nutrisi
• Nilai gizi seimbang,cukup karbohidrat, protein, vitamin dan
mineral
• Bebas laktosa
• Rendah lemak,rendah serat
• Pemberian ASI diteruskan
• Diberikan dalam porsi kecil tetapi dengan frekuensi yang sering
6x/hari
3. Terapi spesifik
• Salmonella : Ampisilin, Amoksisilin,TMP-SMX, Cefotaxim,
Ceftriaxon
• Shigella : Ampisilin,
Amoksisilin, TMP-SMX, Cefotaxim, Ceftriaxon, Cefixim, Ciprofloxacin, Ofloxcacin
• Campylobacter : Eritromisin, Ciprofloxacin
• Mycobacterium avium complex: Klaritromisin+ Etambutol +
Rifabutin
• Yersinia enterocolica : TMP-SMX
• Giardia lamblia : Metronidazol
• E.hystolitica : Metronidazol
• C.difficile : Spiramisin, metronidazol,vankomisin
• C.parvum : Paromomisin
• Microsporidia : Albendazol
• Cytomegalovirus : Terapi suportif, Gansiklovir
• Rotavirus : Terapi suportif, Hyperimmune bovine colostrum
4. Terapi lain
• Mikronutrien : vitamin
A,B12,Asam folat, Zinc, Fe untuk regenerasi mukosa dan fungsi imunologis
• kalsium
karbonat (mencegah pengeroposan
tulang)
• Probiotik (suplemen
bakteri laktobasilus asidofilus)
• serat ispagula (menyerap air seperti busa, memadatkan tinja dan
membantu membersihkan saluran pencernaan)
Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui
FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat
ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien
dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 >
500 mm3
Terapi Antiviral Baru
Beberapa
antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat
ini adalah :
-
Didanosine
-
Ribavirin
-
Diedoxycytidine
-
Recombinant CD 4 dapat larut
G.
Pencegahan
ü Hindari
makanan yang berlemak
ü Mencuci
tangan dengan teratur
sebelum makan dan setelah buang air untuk mengurangi infeksi.
ü Hindari makanan dan air yang diduga
terkontaminasi mikroorganisme penyebab diare.
ü Menutup makanan untuk menghindari
Pencemaran makanan oleh serangga (lalat, kecoa) yang berisiko membawa
mikroorganisme penyebab diare.
ü Menghindari makan makanan dan minum
minuman yang belum matang.
ü Menjaga kebersihan diri maupun lingkungan
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan pasien HIV/AIDS dengan Infeksi Oportunistik Diare Kronik
I. Pengkajian
A. Identitas
Bisa
terjadi pada umur berapapun
B. Keluhan utama
Pasien
datang dengan nyeri panda abdomen
C. Riwayat penyakit
-
Sekarang : frekuensi BAB > 3 kali sehari dan telah berlangsung > 14 hari,
feses dengan konsistensi cair
-
Dahulu : pernah mengalami diare sebelumnya, menderita HIV/AIDS
D. Pola Kebutuhan Dasar
1.
Nutrisi
Intake
makanan menurun karena adanya mual dan muntah.
2.
Istirahat tidur
Mengalami
gangguan karena adanya nyeri panda perut, muntah dan diare.
3.
Eliminasi
Pada
BAB juga mengalami gangguan karena terjadi peningkatan frekuensi, dimana
konsistensi lunak sampai cair, volume tinja dapat sedikit atau banyak. Dan pada
buang air kecil mengalami penurunan frekuensi dari biasanya.
4.
Personal Higiene
Personal
hygiene mengalami gangguan karena seringnya mencret dan kurangnya menjaga
personal hygiene sehingga terjadi gangguan integritas kulit.
5.
Aktivitas
Terganggu
karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.
E.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan
umum : lemah,Kesadaran : composmentis – coma
2. Sistem
pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat >
35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah
3. Sistem
Pernafasan : pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic, kontraksi
otot pernafasan
4. Sistem
kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
5. Sistem
integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375
derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary
refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
6. Sistem
perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit
II. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit b.d out put cairan berlebih
2. Nutrisi
kurang dari kebutuhan b.d intake inadekuat
3. Nyeri
akut b.d distensi abdomen
4. Gangguan
integritas kulit b.d frekuensi BAB berlebih
III. Intervensi Keperawatan
1.
Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit b.d out put cairan berlebih
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan
elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria
hasil :
- Tanda
vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : <
40 x/mnt )
- Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak
cowong, UUB tidak cekung.
-
Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi
:
1)
Pantau tanda dan gejala
kekurangan cairan dan elektrolit
R/
Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan
urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk
memperbaiki defisit
2)
Pantau intake dan output
R/
Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak
adekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3)
Timbang berat badan setiap hari
R/
Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4)
Anjurkan keluarga untuk memberi
minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/
Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5) Kolaborasi
:
- Pemeriksaan
laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/
koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).
- Cairan
parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/
Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan
: (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/
anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri
berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
2.
Nutrisi kurang dari
kebutuhan b.d intake inadekuat
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria
hasil :
- Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi
:
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan
berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/
Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi
lambung dan sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang
tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/
situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan
jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/
Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor
intake dan out put dalam 24 jam
R/
Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5) Kolaborasi
dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi
gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan
atau vitamin ( A)
R/
Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
3.
Nyeri akut b.d distensi
abdomen
Tujuan
: Setelah dilakukan proses keperawatan selama 1 x 24 jam dihrapkan klien merasa
nyaman tanpa merasa nyeri
Kriteria
hasil :
-
Melaporkan penurunan kram abdomen.
-
Menyebutkan makanan yang harus dihindari.
Intervensi
:
1.
Dorong klien untuk berbaring dalam posisi terlentang dnegan bantalan penghangat
di atas abdomen.
R/
Tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI
2.
Singkirkan pemadangan yang tidak menyenangkan dan bau yang tidak sedap dari
lingkungan klien.
R/
Pemandangan yang tidak menyenangkan atau bau tak sedap merangsang pusat muntah.
3.
Dorong masukan jumlah kecil dan sering dari cairan jernih (misal; teh encer,
air jahe, agar-agar, air) 30 sampai 60 ml tiap 1/2 sampai 1 jam.
R/
Cairan dalam jumlah yang kecil cairan tidak akan mendesak area gastrik dan
dengan demikian tidak memperberat gejala.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
R/
teknik relaksasi memberikan rasa nyaman pada klien
5.
Instruksikan klien untuk menghindari hal ini :
a.
Cairan yang panas dan dingin.
b.
Maknan yang mengandung lemak dan serat (misal ; susu, buah)
c.
Kafein.
R/
cairan yang dingin merangsang kram ; cairan panas menrangsang peristaltik ;
Lemak
juga meningkatkan peristaltik dan kafein meningkatkan motilitas usus.
4.
Gangguan integritas
kulit b.d peningkatan frekuensi BAB
Tujuan
: setelah dilakukan tindaka keperawatan selama 3x 24 jam integritas kulit
membaik/tidak terganggu
Kriteria
hasil :
-
Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
Intervensi
:
1) Diskusikan
dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/
Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Berikan
penyuluhan tentang cara merawat perianal setelah BAB
R/
Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban
dan keasaman feces
3) Atur
posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/
Melancarkan vaskularisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi
iskemi dan iritasi.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
-
AIDS dengan Infeksi Oportunitik
diare kronik adalah kondisi infeksi diare pada tubuh yang muncul akibat
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
oleh HIV yang ditandai dengan frekuensi buang air besar (defekasi) lebih dari 3
kali perhari dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100 -
200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair
(setengah padat) dalam waktu lebih dari 14 hari.
- Pada pasien HIV/AIDS dengan infeksi Oportunistik
diare kronik ini diduga terjadi
karena berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum
(seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter,
dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang
tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis,
mikrosporidiosis,
Mycobacterium avium complex, dan virus sitomegalo
(CMV). Bisa juga karena pertumbuhan flora normal tubuh yang lebih cepat pada
orang dengan HIV/AIDS dari pada orang normal. Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari perawatan
obat-obatan yang digunakan untuk menangani HIV yaitu terapi menggunakan
antiretroviral (post-exposure prophylaxis /PEP).
3.2 Saran
- Makanan yang harus dihindari: berminyak, berlemak,
atau gorengan, makanan berempah, kafein, .Serat yang tidak larut – ditemukan dalam biji gandum, jagung dan sebagian besar
sayuran dan kulit buah serta biji-bijian
cenderung mengganggu
pencernaan dan sebaiknya dan sayuran mentah – dimasak lebih mudah untuk dicerna.
- Walaupun susu dan produk susu lain sering dilihat
sebagai makanan yang harus dihindari, penelitian
baru pada Odha menemukan bahwa sejumlah kecil laktose sesungguhnya tidak memperburuk diare. kita boleh mencoba-cobanya sendiri untuk melihat sejauh mana
kita dapat menerima susu dan produk
susu lain.
DAFTAR PUSTAKA
-
http://lowongan karirkerja.info/article/diare-kronik.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar