KLIEN POST OPERASI
TONSILEKTOMI

Di susun oleh:
Didit Novianto
Elis Setyawati
Linda Trijayanti
Rio Maulana
Rohmatul Dwi Sasmita
Wiwin Sumila
Yendra Satria
P
PRODI
D3 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2010
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.
Wb.
Kami
tim penulis makalah mengenai penyakit mata yang berjudul Asuhan Keperawatan
Klien Post Operasi Tonsilektomi mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya kita dapat menyelesaikan makalah
ini.
Makalah
ini disajikan dalam bentuk penjelasan,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan serta asuhan
keperawatan teori pada klien post operasi tonsilektomi.
Kami
menyadari bahwa dengan menyusun atau menulis makalah ini masih banyak
kekuranganya, kritik dan saran kami harapkan dari teman-teman dan Dosen
pembimbing kami.
Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan bisa mengembangkan pengetahuan kita tentang Asuhan Keperawatan
Klien Post Operasi Tonsilektomi
Wassalamu’alaikum Wr.
Wb.
Jombang,
Desember 2010
Tim
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa
dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Teng-gorok), oleh karena itu
sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi bagaimanapun juga,
tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang merupakan tindakan manipulasi yang
dapat menimbulkan trauma dengan risiko kerusakan jaringan. Komplikasi mulai dari
yang ringan bahkan sampai mengancam kematian atau gejala subyektifpada pasien
berupa rasa nyeri pasca bedah dapat saja terjadi.
Tahun 1867 dikatakan bahwa sejak tahun 1000 sebelum masehi orang
Indian asiatik sudah terampil dalam melakukan tonsilektomi. Frekuensi tindakan
ini mulai menurun sejak ditemukannya antibiotik untuk pengobatan penyakit
infeksi.
Di Amerika, tonsilektomi digolongkan operasi mayor karena
kekhawatiran komplikasi, sedangkan di Indonesia tonsilektomi digolongkan
operasi sedang karena durasi operasi pendek dan tidak sulit.
Di Indonesia data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi
belum ada. Namun data yang didapatkan dari RSUPNCM selama 5 tahun terakhir
(1993-2003) menunjukan kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsilektomi
dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan terus menurun sampai
tahun 2003 ( 152 kasus).
B. Tujuan
a.
Mengetahui dan mempelajari mengenai
anatomi serta definisi asuhan keperawatan post operasi tonsilektomi.
b.
Mengetahui indikasi dan
kontraindikasi pada tonsilektomi.
c.
Mengetahui etiologi,
patofisiologi, pencegahan, pengobatan, penatalaksanaan serta komplikasi yang
ditimbulkan pada klien post operasi tonsilektomi.
d.
Mengetahui da memahami
asuhan keperawatan pada klien post operasi tonsilektomi.
BAB
II
RIVIEW
ANATOMI
ANATOMI
Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian
terpenting dari cincin waldeyer. Jaringan limfoid yang mengelilingi faring,
pertama kali digambarkan anatominya oleh Heinrich von Waldeyer, seorang ahli
anatomi Jerman. Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral
faring dan kelenjar-kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa
Rossenmuler, dibawah mukosa dinding faring posterior faring dan dekat orificium
tuba eustachius (tonsil Gerlach’s).
Tonsil palatina adalah massa jaringan limfoid yang terletak didalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus
mempunyai origo seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada
sisi lateral lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun vertikal dan
diatas melekat pada palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak. Otot ini
meluas kebawah sampai kedinding atas esofagus. otot ini lebih penting daripada
palatoglosus dan harus diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai otot
ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan paltum mole. Di inferior
akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan lateral dinding
faring.
Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Tonsil tidak
mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai
fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus
konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan.
Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas kearah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah kearah hipofaring, sehingga sering menyebabkan sering terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas.
Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas kearah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah kearah hipofaring, sehingga sering menyebabkan sering terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas.
BAB III
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
Tonsilitis atau kalangan masyarakat
awam menyebut dengan istilah penyakit Amandel. Tonsillitis adalah infeksi
(radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya disebabkan oleh mikro-organisme
(bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak usia 5-15 tahun. Tonsillitis,
berdasarkan waktu berlangsungnya (lamanya) penyakit, terbagi menjadi 2, yakni
Tonsilitis akut dan Tonsilitis kronis.
Dikategorikan Tonsilitis akut jika
penyakit (keluhan) berlangsung kurang dari 3 minggu. Sedangkan Tonsilitis
kronis jika infeksi terjadi 7 kali atau lebih dalam 1 tahun, atau 5 kali selama
2 tahun, atau 3 kali dalam 1 tahun secara berturutan selama 3 tahun. Adakalanya
terdapat perbedaan penggolongan kategori Tonsilitis akut dan Tonsilitis kronis.
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan
tonsil/mandel/amandel. Operasi ini merupakan operasi THT-KL yang paling sering
dilakukan pada anak-anak. Para ahli belum sepenuhnya sependapat tentang
indikasi tentang tonsilektomi, namun sebagian besar membagi alasan (indikasi)
tonsilektomi menjadi: Indikasi absolut dan Indikasi relatif.

ETIOLOGI
Menurut Adams George (1999), tonsilitis akut paling
sering disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A.
1.
Pneumococcus
2.
Staphilococcus
3.
Haemalphilus influenza
4.
Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens.
Menurut
Iskandar N (1993 Bakteri merupakan penyebab pada 50 % kasus tonsillitis bakteri
yang paling sering adalah:
1.
Streptococcus B hemoliticus grup A
2.
Streptococcus viridens
3.
Streptococcus pyogenes
4.
Staphilococcus
5.
Pneumococcus
Sedangkan
Virus yang berperan menyebabkan penyakit ini adalah Golongan Para influenza
Virus, Adenovirus dan Herpes simplex.
WOC (Web Of Caution)

TANDA DAN GEJALA TONSILITIS
Keluhan yang dapat dialami penderita Tonsilllitis, antara
lain:
- Tengorokan terasa kering, atau rasa mengganjal di tenggorokan (leher)
- Nyeri saat menelan (nelan ludah ataupun makanan dan minuman) sehingga menjadi malas makan.
- Nyeri dapat menjalar ke sekitar leher dan telinga.
- Demam, sakit kepala, kadang menggigil, lemas, nyeri otot.
- Dapat disertai batuk, pilek, suara serak, mulut berbau, mual, kadang nyeri perut, pembesaran kelenjar getah bening (kelenjar limfe) di sekitar leher.
- Adakalanya penderita tonsilitis (kronis) mendengkur saat tidur (terutama jika disertai pembesaran kelenjar adenoid (kelenjar yang berada di dinding bagian belakang antara tenggorokan dan rongga hidung).
- Pada pemeriksaan, dijumpai pembesaran tonsil (amandel), berwarna merah, kadang dijumpai bercak putih (eksudat) pada permukaan tonsil, warna merah yang menandakan peradangan di sekitar tonsil dan tenggorokan.
Tentu tidak semua keluhan dan tanda di atas diborong oleh
satu orang penderita. Hal ini karena keluhan bersifat individual dan kebanyakan
para orang tua atau penderita akan ke dokter ketika mengalami keluhan demam dan
nyeri telan.
PENCEGAHAN
Tak ada cara khusus untuk mencegah
infeksi tonsil (amandel). Secara umum disebutkan bahwa pencegahan ditujukan
untuk mencegah tertularnya infeksi rongga mulut dan tenggorokan yang dapat
memicu terjadinya infeksi tonsil. Namun setidaknya upaya yang dapat dilakukan
adalah:
·
Mencuci tangan sesering mungkin untuk mencegah penyebaran
mikro-organisme yang dapat menimbulkan tonsilitis.
·
Menghindari kontak dengan penderita infeksi tanggorokan,
setidaknya hingga 24 jam setelah penderita infeksi tenggorokan (yang disebabkan
kuman) mendapatkan antibiotika.
PENATALAKSANAAN
·
Pada penderita tonsillitis, terlebih dahulu harus
diperhatikan pernafasan dan status nutrisinya. Jika perbesaran tonsil menutupi
jalan nafas, maka perlu dilakukan tonsilektomi, demikian juga jika pembesaran
tonsil menyebabkan kesulitan menelan dan nyeri saat menelan, menyebabkan
penurunan nafsu makan / anoreksia. Pada penderita tonsillitis yang tidak
memerlukan tindakan operatif (tonsilektomi), perlu dilakukan oral hygiene untuk
menghindari perluasan infeksi, sedangkan untuk mengubahnya dapat diberikan
antibiotic, obat kumur dan vitamin C dan B.
·
Pemantauan pada penderita pasca tonsilektomi secara kontinu
diperlukan karena resiko komplikasi hemorraghi. Posisi yang paling memberikan
kenyamanan adalah kepala dipalingkan kesamping untuk memungkinkan drainage dari
mulut dan faring untuk mencegah aspirasi. Jalan nafas oral tidak dilepaskan
sampai pasien menunjukkan reflek menelanya telah pulih.
·
Jika pasien memuntahkan banyak darah dengan warna yang
berubah atau berwarna merah terang pada interval yang sering, atau bila
frekuensi nadi dan pernafasan meningkat dan pasien gelisah, segera beritahu
dokter bedah. Perawat harus mempunyai alat yang disiapkan untuk memeriksa
temapt operasi terhadap perdarahan, sumber cahaya, cermin, kasa, nemostat
lengkung dan basin pembuang. Jika perlu dilakukan tugas, maka pasien dibawa ke
ruang operasi, dilakukan anastesi umur untukmenjahit pembuluh yang berdarah.
Jika tidak terjadi perdarahan berlanjut beri pasien air dan sesapan es. Pasien
diinstruksikan untuk menghindari banyak bicara dan bentuk karena hal ini akan
menyebabkan nyeri tengkorak.
·
Setelah dilakukan tonsilektomi, membilas mulut dengan alkalin
dan larutan normal salin hangat sangat berguna dalam mengatasi lender yang
kental yang mungkin ada. Diet cairan atau semi cair diberikan selama beberapa
hari serbet dan gelatin adalah makanan yang dapat diberikan. Makanan pedas,
panas, dingin, asam atau mentah harus dihindari. Susu dan produk lunak (es
krim) mungkin dibatasi karena makanan ini cenderung meningkatkan jumlah mucus
yang terbentuk.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Berdasarkan hasil kajian HTA Indonesia 2003 tentang
persiapan rutin prabedah elektif, maka pemeriksaan penunjang yang
direkomendasikan untuk tonsilektomi adalah sebagai berikut:
1)Pemeriksaan darah tepi: Hb, Ht, leukosit, hitung jenis, trombosit
1)Pemeriksaan darah tepi: Hb, Ht, leukosit, hitung jenis, trombosit
2)Pemeriksaan hemostasis: BT/CT, PT/APTT
JENIS TEKNIK OPERASI
1). Cara Guillotine
- Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari Philadelphia, sedangkan cara yang masih digunakan sampai sekarang adalah modifikasi Sluder. Di negara-negara maju cara ini sudah jarang digunakan dan di Indonesia cara ini hanya digunakan pada anak-anak dalam anestesi umum. Tehniknya adalah sbb :
- Posisi pasien telentang dalam anestesi umum. Operator di sisi kanan berhadapan dengan pasien.
- Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan pembuka mulut. Lidah ditekan dengan spatula.
- Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalam mulut melalui sudut kiri.
- Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub bawah tonsil dimasukkan ke dalam Iubang guillotine. Dengan jari telunjuk tangan kiri pilar anterior ditekan sehingga seluruh jaringan tonsil masuk ke dalam Iubang guillotine.
- Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit.
- Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine, dengan bantuan jari, tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan diangkat keluar. Perdarahan dirawat.
2)
Cara diseksi
Cara ini diperkenalkan pertama kali
oleh Waugh (1909). Cara ini digunakan pada pembedahan tonsil orang
dewasa, baik dalam anestesi umum maupun lokal. Tehniknya adalah sbb :
- Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala sedikit ekstensi. Posisi operator di proksimal pasien.
- Dipasang alat pembuka mulut Boyle-Davis gag.
- Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial
- Dengan menggunakan respatorium/enukleator tonsil, tonsil dilepaskan dari fosanya secara tumpul sampai kutub bawah dan selanjutnya dengan menggunakan jerat tonsil, tonsil diangkat. Perdarahan dirawat.
3)
Cryogenic tonsilectomy
Tindakan pembedahan tonsil dapat
menggunakan cara cryosurgery yaitu proses pendinginan jaringan tubuh
sehingga terjadi nekrosis. Bahan pendingin yang dipakai adalah freon dan cairan
nitrogen.
4).
Teknik elektrokauter
Teknik ini
memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai kauterisasi untuk
mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi
elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang
digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz.
Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi
saraf atau jantung.
5)
Radiofrekuensi
Pada teknik ini
radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung kejaringan. Densitas baru
disekitar ujung elektrode cukup tinggi untuk membuka kerusakan bagian jaringan
melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang
rusak mengecil dan
total volume jaringan berkurang.
6)
Skapel harmonik
Skapel harmonik
menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasi jaringan
dengan kerusakan jaringan minimal.
7)
Teknik Coblation
Coblation atau
cold ablation merupakan suatu modalitas yang unuk karena dapat memanfaatkan
plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk mengikis jaringan.
Mekanisme kerja
dari coblation ini adalah menggunakan energi dari radiofrekuensi bipolar untuk
mengubah sodium sebagai media perantara yang akan membentuk kelompok plasma dan
terkumpul disekitar elektroda. Kelompok plasma tersebutakan mengandung suatu
partikel yang terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel yang terionisasi
yang akan memecah ikatan molekul jaringan tonsil. Selain memecah ikatan
molekuler pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah
yaitu 40-70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan jaringan sekitar.
8)
Intracapsular partial tonsillectomy
Intracapsular
tonsilektomi merupakan tensilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan
microdebrider endoskopi. Microdebrider endoskopi bukan merupakan peralatan
ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat
menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil
tanpa melukai kapsulnya.
9) Laser (CO2-KTP)
9) Laser (CO2-KTP)
Laser tonsil
ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl Phosphat) untuk
menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Tehnik ini mengurangi volume tonsil
dan menghilangkan recesses pada tonsil yang menyebabkan infeksi kronik dan
rekuren.
Yang penting pada perawatan pasca tonsilektomi adalah
Ø baringkan pasien pada satu sisi
tanpa bantal,
Ø ukur nadi dan tekanan darah secara
teratur,
Ø awasi adanya gerakan menelan karena
pasien mungkin menelan darah yang terkumpul di faring dan
Ø napas yang berbunyi menunjukkan adanya lendir atau darah di
tenggorok. Bila diduga ada perdarahan, periksa fosa tonsil. Bekuan darah di
fosa tonsil diangkat, karena tindakan ini dapat menyebabkan jaringan
berkontraksi dan perdarahan berhenti spontan. Bila perdarahan belum berhenti,
dapat dilakukan penekanan dengan tampon yang mengandung adrenalin 1:1000.
Selanjutnya bila masih gagal dapat dicoba dengan pemberian hemostatik topikal
di fosa tonsil dan hemostatik parenteral dapat diberikan. Bila dengan cara di
atas perdarahan belum berhasil dihentikan, pasien dibawa ke kamar operasi dan
dilakukan perawatan perdarahan seperti saat operasi.Mengenai hubungan
perdarahan primer dengan cara operasi, laporan di berbagai kepustakaan
menunjukkan hasil yang berbeda-beda, tetapi umumnya perdarahan primer lebih
sering dijumpai pada cara guillotine. Komplikasi yang berhubungan
dengan tindakan anestesi segera pasca bedah umumnya dikaitkan dengan perawatan
terhadap jalan napas. Lendir, bekuan darah atau kadang-kadang tampon yang
tertinggal dapat menyebabkan asfiksi.
KOMPLIKASI
Tonsilektomi
merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal maupun umum,
sehingga komplikasi yang ditimbulkan merupakan gabungan komplikasi tindakan
bedah dan anestesi.
Komplikasi
anestesi
Komplikasi anestesi ini terkait
dengan keadaan status kesehatan pasien. Komplikasi yang
dapat ditemukan berupa :
Laringosspasme
• Gelisah pasca operasi
• Mual muntah
• Kematian saat induksi pada pasien
dengan hipovolemi
• Induksi intravena dengan pentotal
bisa menyebabkan hipotensi dan henti jantung
• Hipersensitif terhadap obat
anestesi.
Komplikasi
Bedah
Ø Perdarahan
Merupakan komplikasi tersering
(0,1-8,1 % dari jumlah kasus). Perdarahan dapat terjadi selama operasi,segera
sesudah operasi atau dirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35. 000
pasien. sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam jumlah
yang sama membutuhkan transfusi darah.
Ø Nyeri
Nyeri pasca operasi muncul karena
kerusakan mukosa dan serabut saraf glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan
spasme otot faringeus yang menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut
sampai otot diliputi kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi
Komplikasi pasca bedah
Pasca bedah, komplikasi yang terjadi kemudian (intermediate complication) dapat
berupa perdarahan sekunder, hematom dan edem uvula, infeksi, komplikasi paru
dan otalgia. Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam
pasca bedah. Umumnya terjadi pada hari ke 5 10. Jarang terjadi dan penyebab
tersering adalah infeksi serta trauma akibat makanan; dapat juga oleh karena
ikatan jahitan yang terlepas, jaringan granulasi yang menutupi fosa tonsil
terlalu cepat terlepas sebelum luka sembuh sehingga pembuluh darah di bawah-nya
terbuka dan terjadi perdarahan. Perdarahan hebat jarang terjadi karena umumnya
berasal dari pembuluh darah permukaan.
Cara penanganannya sama dengan perdarahan primer. Pada
pengamatan pasca tonsilektomi, pada hari ke dua uvula mengalami edem. Nekrosis
uvula jarang terjadi, dan biladijumpai biasanya akibat kerusakan bilateral
pembuluh darah yang mendarahi uvula. Meskipun jarang terjadi, komplikasi
infeksi melalui bakteremia dapat mengenai organ-organ lain seperti ginjal dan
sendi atau mungkin dapat terjadi endokarditis.
Gejala otalgia biasanya merupakan nyeri alih dari fosa
tonsil, tetapi kadang-kadang merupakan gejala otitis media akut karena
penjalaran infeksi melalui tuba Eustachius. Abses parafaring akibat
tonsilektomi mungkin terjadi, karena secara anatomik fosa tonsil berhubungan
dengan ruang parafaring. Dengan kemajuan teknik anestesi, komplikasi paru
jarang terjadi dan ini biasanya akibat aspirasi darah atau potongan jaringan
tonsil.
Late
complication pasca tonsilektomi dapat berupa jaringan parut di palatum
mole. Bila berat, gerakan palatum terbatas dan menimbulkan ri nolalia.
Komplikasi lain adalah adanya sisa jaringan tonsil. Bila sedikit umumnya tidak
menimbulkan gejala, tetapi bilacukup banyak dapat mengakibatkan tonsilitis akut
atau abses peritonsil.
Komplikasi
lain
Dehidrasi,demam,
kesulitan bernapas,gangguan terhadap suara (1:10. 000), aspirasi, otalgia,
pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring, lesi dibibir,
lidah,
gigi dan pneumonia.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a). Aktivitas / istirahat
Gejala
: - kelemahan
- kelelahan (fatigue)
b). Sirkulasi
Tanda : - Takikardia
- Hiperfentilasi (respons terhadap
aktivitas)
c). Integritas Ego
Gejala
: - Stress
- Perasaan tidak berdaya
Tanda
: - Tanda- tanda ansietas, mual : gelisah, pucat, berkeringat,
perhatian menyempit.
d).Eliminasi
Gejal: Perubahan pola berkemih
Tanda : Warna urine mungkin pekat
Gejal: Perubahan pola berkemih
Tanda : Warna urine mungkin pekat
e). Maknan / cairan
Gejala : -
Anoreksia
- Masalah menelan
- Penurunan menelan
Tanda : -
Membran mukosa kering
- Turgor kulit jelek
f). Nyeri / kenyamanan
Gejala : -
Nyeri pada daerah tenggorokan saat digunakan untuk menelan.
- Nyeri tekan pada daerah sub
mandibula.
- Faktor pencetus : menelan ;
makanan dan minuman yang
dimasukkan melalui oral,
obat-obatan.
Tanda :
- Wajah berkerut, berhati-hati pada
area yang sakit, pucat,
berkeringat, perhatian menyempit.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Nyeri berhubungan dengan pembengkakan jaringan; insisi bedah
- Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dengan anoreksia ; kesulitan menelan.
- Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman, pemajaran / mengingat.
- Resiko kekurangan vol. cairan berhubungan dengan resiko perdarahan akibat tindakan operatif tonsilektomi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx :Nyeri berhubungan dengan pembengkakan jaringan; insisi
bedah.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan diharapkan nyeri pasien berkurang dan pembengkakan
hilang.
Kriteria Hasil :
- Melaporkan / menunjukkan nyeri hilang/ terkotrol
- Melaporkan bias beristurahat
Intervensi
:
v Mandiri
- Berikan tindakan nyaman (pijatan punggung,perubhan posisi) dan aktifitas hiburan
R/ Meningkatkan relaksasi dan membantu pasien memfokuskan
perhatian pd sesuatu disamping diri sendiri/ketidaknyamanan.
- Dorong pasien untuk mengeluarkan saliva atau penghisap mulut dengan hati-hati bila tidak mampu menelan.
R/ Menelan menyebabkan aktifitas otot yang dapat
menimbulkan nyeri karena adanya edema/regangan jahitan.
- Selidiki perubahan karakteristik nyeri,periksa mulut jahitan atau trauma baru
R/ Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi yg memerlukan
evaluasi lanjut/intervensi jaringan yang terinflamasi dan kongesti,dapat dengan
mudah mengalami trauma dengan penghisapan kateter,selang makanan.
- Catat indikator non verbal dan respon automatik terhadap nyeri,evaluasi efek analgesik .
R/ Alat menentukan adanya nyeri,kebutuhan terhadap
keefektifan obat.
- Jadwalkan aktifitas perawatan untuk keseimbangan dengan periode tidur manajemen stress contoh : teknik relaksasi, bimbingan imajinasi.
R/ mencegah kelekahan / terlalu lelah dan dapat meningkatkan koping
terhadap stress / ketidaknyamanan
v
Kolaborasi
·
Berikan
irigasi oral, anestesi sprei dan kumur-kumur. Anjurkan pasien melakukan irigasi
sendiri.
R/ Memperbaiki kenyamanan, meningkatkan penyembuhan dan
menurunkan bau mulut. Bahan pencuci mulut berisi alcohol / fenol harus
dihindari karena mempunyai efek mengeringkan
·
Berikan
analgetik terhadap stress / ketidaknyamanan.
R/ Meningkatkan rasa sehat, tidak menurunkan kebutuhan
analgesic dan meningkatkan penyembuhan.
·
Meningkatkan
rasa sehat, tidak menurunkan kebutuhan analgesic dan meningkatkan penyembuhan.
R/ Derajat nyeri sehubungan dengan luas dan dampak
psikologi pembedahan sesuai dengan kondisi tubuh.
Dx :
. Bersihan jalan bafas tidak efektif berhubungan dengan
dengan obstruksi
nafas karena adanya benda asing; produksi secret.
Tujuan : Mempertahankan kepatenan
jalan nafas dengan bunyi nafas bersih/jelas
Kriteria Hasil :
·
Mengeluarkan/membersihnya secret dan bebas aspirasi
·
Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan jalan
nafas bersih dalam tingkat kemampuan/situasi
Intervensi
:
v
Mandiri
·
Awasi
frekuensi/kedalaman pernafasan.catat kemudahan bernafas.auskultasi bunyi
nafas.selidiki kegelisahan
R/ Perubahan
pada pernafasan.penggunaan otot aksesori pernafasan,dan/adanya ronki/mengi
diduga ada retensi sekret.Obstruksi jalan nafas( meskipun sebagian)dapat
menimbulkan tidak efektifnya pol;a pernafasan dan gangguan pertukaran
gas,contoh henti nafas.
·
Dorong
menelan bila pasien mampu
R/ Mencegah
pengumpulan sekret oral,menurunkan resiko aspirasi
Catatan:
menelan terganggu bila epiglotis diangkat dan/edema pasca operasi bermakna dan
nyeri terjadi
·
Dorong
batuk efektif dan nafas dalam
R/ Mobilisasi
sekret untuk membersihkan jalan nafas dan membantu mencegah komplikasi
pernafasan.
v
Kolaborasi
·
Berikan
humidifikasi tambahan,contoh tekanan udara/oksigen penahan leher
berupa,humidifier ruangan,peningkatan masukan cairan.
R/ Fisiologi
normal( hidung/jalan hidung)berarti menyaring atau melembabkan udara yang lewat.tambahan
kelembaban menurunkan mengerasnya mukosa dan memudahkan batuk/penghisapan
sekret melalui stoma.
·
Awasi
seri GDA/nadi oksimetri,foto dada
R/ Pengumpulan
sekret/adanya atelektasis dapat menimbulkan pneumonia yang memerlukan tindakan
terapi lebih agresif
Dx : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman,
pemajaran / mengingat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, pasien atau keluarga dapat memahami penyakit yang di derita.
Kriteria
Hasil :
·
Pasien atau keluarga memahami mengenai penyakit yang di
derita pasien
Intervensi
v Mandiri
·
Kaji
ulang prosedur pembedahan khusus dan harapan pascaoperasi
R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pilihan informasi
dapat dibuat dan tujuan dapat disusun
·
Berikan
perhatian tentang gangguan ukuran/gambaran tubuh
R/ Antisipasi masalah dapat membantu dalam menerima
situasi yang memburuk
·
Kaji
ulang program pengobatan,dosis,dan efek samping
R/ Pengetahuan dapat meningkatkan kerja sama dengan
program terapi dan mempertahankan jadwal
·
Anjurkan
menghindari alkohol
R/ Dapat mempengaruhi disfungsi hati/pankreas
·
Diskusikan
tanggungjawab untuk perawatan diri dengan pasien/orang terdekat
R/ Kerja sama sangat penting untuk keberhasilan hasil
setelah prosedur
·
Dorong
latihan progresif/keseimbangan program aktivitas dengan periode istirahat
adekuat
R/ Meningkatkan berat badan,meningkatkan tonus otot dan
meminimalkan pascaoperasi yang juga mencegah kelemahan yang tak perlu
Dx : Resiko kekurangan vol. cairan berhubungan dengan resiko
perdarahan akibat tindakan operatif tonsilektomi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
2x24 jam kekurangan volume cairan pada pasien teratasi.
Kriteria
Hasil :
·
Keseimbangan cairan yang adekuat
·
Pengeluaran urine individu yang sesuai
INTERVENSI
v Mandiri
·
Catat karakteristik muntah dan atau drinase
R/ Membantu dalam membedakan
penyebab distres gaster kandungan empedu kuning kehijauan menunjukkan bahwa
pylorus terbuka
·
Awasi tanda vital:bandingkan dengan hasil normal
pasien/sebelumnya.ukut TD dengan posisi duduk,berbaring,berdiri bila perlu
R/ Perubahan TD dann nadi dapat
digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah
·
Ukur kehilangan darah/cairan melalui muntah,penghisapan
gaster/lavase dan deteksi
R/ Memberikan pedoman untuk
penggantian cairan
·
Pertahankan pencatatan akurat subtotal cairan/darah selama
terapi penggantian
R/ Potensial kelebihan tranfusi
cairan,khususnya bila volume tambahan diberikan sebelum tranfusi darah
·
Catat tanda perdarahan baru setelah terhentinya pendarahan
awal
R/ Meningkatkan kepenuhan/distensi
abdominal,mual/muntah baru dan diare baru dapat menunjukkan perdarahan ulang
v Kolaborasi
·
Berikan cairan atau darah sesuai indikasi
R/ Penggantian cairan tergantung
pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan(akut atau kronis)
·
Darah lengkap segar atau kemasan sel darah merah
R/ Darah lengkap segar diindikasikan
untuk perdarahan akut dengan syok karena darah simpanan dapat kekurangan factor
pembekuan
·
Masukkan/pertahankan selang NG pada perdarahan akut
R/ Memberikan kesempatan untuk
menghilangkan sekresi iritan gaster,darah,bekuan.
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito,
Lynda Juall (2000), Buku Saku Diagnosa Keperawatan . Jakarta : EGC
Doengoes,
Marilynn E (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Jakarta : EGC
Drake A. Tonsillectomy. avaible from: http://www.
emedicine. com/ent/topic315. htm/emed tonsilektomi
Kornblut
A,Kornblut AD. Tonsillectomy and adenoidectomy. In: Paparella,Gluckman
S,Mayerhoff, eds. Otolaryngology head and neck surgery. Philadelphia, WB Saunders
3rd edition,1991:2149-56
Tukel DE,Little JP. Pediatric head and neck emergency. In : Eiscle DW and McQuone SJ. Emergency of the head and neck. Mosby. USA. 2000:324-326
Tukel DE,Little JP. Pediatric head and neck emergency. In : Eiscle DW and McQuone SJ. Emergency of the head and neck. Mosby. USA. 2000:324-326
artikel yang sangat menarik dan bermanfaat, makasih banyak...
BalasHapushttp://www.tokoobatku.com/obat-herbal-penyakit-sinusitis/