BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Perawat yang memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan pernapasan melakukan dan
menginterpretasi berbagai prosedur pengkajian. Data-data yang dikumpulkan
selama pengkajian digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan
keperawatan pada klien.
Proses
pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan sangat individual (sesua masalah
dan kebutuhan klien saat ini). Dalam menelaah status pernapasan klien, perawat
melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memaksimalkan data yang
dikumpulkan tanpa harus menambah distres pernapasan klien. Setelah pengkajian
awal perawat memilih komponen pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres
pernapasan yang dialami klien. Komponen pemeriksaan pulmonal harus mencakup
tiga kategori distres pernapasan yaitu akut, sedang, dan ringan (Kotak Displai
2-1).
Karena tubuh
bergantung pada sistem pernapasan untuk dapat hidup, pengkajian pernapasan
mengandung aspek penting dalam mengevaluasi kesehatan klien. Sisten pernapasan terutama
berfungsi untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam
paru-paru dan jaringan serta untuk mengatur keseimbangan asam-basa Setiap
perubahan dalam sistem ini akan mempengaruhi sistem tubuh lainnya. Pada
penyakit pernapasan kronis, perubahan status pulmonal terjadi secara lambat,
sehingga memungkinkan tubuh klien untuk beradaptasi terhadap hipoksia. Namun
demikian, pada perubahan pernapasan akut seperti pneumotoraks atau pneumonia
aspirasi, hipoksia terjadi secara mendadak dan tubuh tidak mempunyai waktu
untuk beradaptasi, sehingga dapat menyebabkan kematian.
1.2 Masalah
Ø Pengkajian
Umum Sistem Pernapasan/Respirasi
Ø Tanda dan Gejala pada diagnosa Pernapasan/Respirasi
Ø Pemeriksaan untuk Mengevaluasi Struktur Anatomi sistem Respirasi
1.3 Rumusan Masalah
Ø Bagaimana
Pengkajian Umum Sistem Pernapasan/Respirasi.?
Ø Apa Tanda dan Gejala pada diagnosa Pernapasan/Respirasi.?
Ø Apa Pemeriksaan untuk Mengevaluasi Struktur Anatomi sistem Respirasi.?
BAB II
ISI
Perawat
yang memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pernapasan
melakukan dan menginterpretasi berbagai prosedur pengkajian. Data-data yang
dikumpulkan selama pengkajian digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan
keperawatan pada klien.
Proses
pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan sangat individual (sesua masalah
dan kebutuhan klien saat ini). Dalam menelaah status pernapasan klien, perawat
melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memaksimalkan data yang
dikumpulkan tanpa harus menambah distres pernapasan klien. Setelah pengkajian
awal perawat memilih komponen pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres
pernapasan yang dialami klien. Komponen pemeriksaan pulmonal harus mencakup
tiga kategori distres pernapasan yaitu akut, sedang, dan ringan (Kotak Displai
2-1).
Karena tubuh
bergantung pada sistem pernapasan untuk dapat hidup, pengkajian pernapasan
mengandung aspek penting dalam mengevaluasi kesehatan klien. Sisten pernapasan
terutama berfungsi untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbon dioksida
dalam paru-paru dan jaringan serta untuk mengatur keseimbangan asam-basa Setiap
perubahan dalam sistem ini akan mempengaruhi sistem tubuh lainnya. Pada
penyakit pernapasan kronis, perubahan status pulmonal terjadi secara lambat,
sehingga memungkinkan tubuh klien untuk beradaptasi terhadap hipoksia. Namun
demikian, pada perubahan pernapasan akut seperti pneumotoraks atau pneumonia
aspirasi, hipoksia terjadi secara mendadak dan tubuh tidak mempunyai waktu
untuk beradaptasi, sehingga dapat menyebabkan kematian.
2.2 Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan klien diawali dengan mengumpulkan informasi tentang data biografi, yang mencakup nama, usia, jenis kelamin, dan situasi kehidupan klien. Data demografi biasanya dicatat pada formulir pengkajian rumah sakit atau klinik. Perhatikan usia biologik klien dan bandingkan dengan penampilannya. Apakah klien tampak sesuai dengan usianya? Kelainan seperti kanker paru dan penyakit paru kronis sering membuat klien tampak lebih tua dari usia sebenarnya. Situasi kehidupan. apakah klien hidup sendiri, dengan anak-anak, atau dengan orang terdekat (kerabat), penting untuk diketahui sehingga perawat dapat membuat rencana pemulangan yang sesuai.
Riwayat
pernapasan mengandung informasi tentang kondisi klien saat ini dan
masalah-masalah pernapasan sebelumnya. Wawancarai klien dan keluarga dan
fokuskan pada manifestasi klinik tentang keluhan utama, peristiwa yang mengarah
pada kondisi saat ini, riwayat kesehatan terdahulu, riwayat keluarga, dan
riwayat psikososial.
Kotak Displai 2-1 Pedoman Melakukan
Pengkajian Klinik*
Rincian
dan waktu yang dibutuhkan untuk pengumpulan riwayat pernapasan bergantung pada
kondisi klien (mis. akut, kronis, atau darurat). Ucapkan pertanyaan sederhana,
menggunakan kalimat pendek yang mudah dipahami. Bilamana diperlukan, ulang
pertanyaan untuk memperjelas pernyataan yang tidak dimengerti oleh klien.
Ajukan pertanyaan yang mengarah pada aktivitas sehari-hari klien (mis. apakah
Anda mampu membawa belanjaan sendiri? Apakah Anda mampu merapikan tempat tidur
Anda sendiri ? Apakah Anda mampu membersihkan rumah tanpa bantuan (mis.
menyapu)? Mandi sendiri, atau mengenakan pakaian sendiri tanpa bernapas
terengah-engah?
Kumpulkan riwayat pernapasan yang lengkap sesuai dengan kondisi klien. Mengajukan pertanyaan secara detail akan memberikan petunjuk yang bermanfaat tentang (1) manifestasi gangguan pernapasan, (2) tingkat disfungsi pernapasan, (3) pengertian klien dan keluarga tentang kondisi dan penatalaksanaannya, dan (4) sistem pendukung dan kemampuan keluarga untuk mengatasi kondisi.
Kumpulkan riwayat pernapasan yang lengkap sesuai dengan kondisi klien. Mengajukan pertanyaan secara detail akan memberikan petunjuk yang bermanfaat tentang (1) manifestasi gangguan pernapasan, (2) tingkat disfungsi pernapasan, (3) pengertian klien dan keluarga tentang kondisi dan penatalaksanaannya, dan (4) sistem pendukung dan kemampuan keluarga untuk mengatasi kondisi.
2.3 Gejala Saat Ini
KELUHAN UTAMA
KELUHAN UTAMA
Keluhan
utama dikumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan dan untuk
mengkaji tingkat pemahaman klien tentang kondisi kesehatannya saat ini. Keluhan
umum penyakit pernapasan mencakup dispnea, batuk, pembentukan sputum,
hemoptisis, mengi, dan nyeri dada. Fokuskan pada manifestasi dan prioritaskan
pertanyaan untuk mendapatkan suatu analisis gejala.
Dispnea
Dispnea adalah kesulitan bernapas dan merupakan persepsi subjektif kesulitan ber¬napas, yang mencakup komponen fisiologis dan kognitif. Dispnea sering menjadi salah satu manifestasi klinis dialami klien dengan gangguan pulmonal dan jantung. Komponen fisiologis dispnea tidak dimengerti dengan jelas, tetapi tampaknya lebih berkaitan dengan ventilasi pernapasan daripada pernapasan itu sendiri (Phipp, 1995).
Dispnea adalah kesulitan bernapas dan merupakan persepsi subjektif kesulitan ber¬napas, yang mencakup komponen fisiologis dan kognitif. Dispnea sering menjadi salah satu manifestasi klinis dialami klien dengan gangguan pulmonal dan jantung. Komponen fisiologis dispnea tidak dimengerti dengan jelas, tetapi tampaknya lebih berkaitan dengan ventilasi pernapasan daripada pernapasan itu sendiri (Phipp, 1995).
Dispnea yang
berkaitan dengan penyakit pernapasan, terjadi akibat perubahan patologi yang
meningkatkan tekanan jalan napas, penurunan kompliens pulmonal, perubahan
system pulmonal, atau melemahnya otot-otot pernapasan. Bedakan dispne dari
tanda dan gejala lain. Takipnea mengacu pada frekuensi pernapasan lebih dari
normal yang mungkin terjadi dengan atau tanpa dispnea. Hiperventilasi mengacu
pada ventilasi yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan untuk
mempertahankan eliminasi normal karbon dioksida hiperventilasi diidentifikasi
dengan mengamati tekanan parsial karbon dioksida arteri, atau PaCO2, yang
kurang dari 40 mm Hg. Dispnea merupakan keluhan yang umum pada sindrom
hiperventilasi. Penting juga untuk membedakan keletihan akibat aktivitas fisik
dengan dispnea.
Klien yang yang mengalami dyspnea sebagai gejala utama biasanya mempunyai salah satu dari kondisi (1) penyakit kardiovaskular, (2) emboli pulmonal, (3) penyakit paru interstisial atau alveolar, (4) gangguan dinding atau otot dada, (5) penyakit paru obstruktif, atau (6) ansietas.
Klien yang yang mengalami dyspnea sebagai gejala utama biasanya mempunyai salah satu dari kondisi (1) penyakit kardiovaskular, (2) emboli pulmonal, (3) penyakit paru interstisial atau alveolar, (4) gangguan dinding atau otot dada, (5) penyakit paru obstruktif, atau (6) ansietas.
Dispnea
adalah gejala menonjol pada penyakit yangmenyerangpercabangantrakheobronkhial,
parenkim paru, spasium pleural. Dispnea juga dialami bila otot-otot pernapasan
lemah, paralise, dan keletihan.
Batuk
Batuk adalah refleks protektif yang disebabkan oleh iritasi pada percabang; trakheobronkhial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme penting dala membersihkan jalan napas bagian bawah, dan banyak orang dewasa normalnya ban beberapa kali ketika bangun tidur pagi untuk membersihkan trakhea dan faring da sekresi yang telah menumpuk selama tidur. Batuk juga merupakan gejala yang palir umum dari penyakit pernapasan.
Pada klien dengan batuk kronis, biasanya sulit untuk mengkaji waktu aktual awitan batuk. Klien biasanya tidak menyadari kapan batuknya mulai timbul. Identifika faktor-faktor yang diyakini oleh klien (dan pasangan atau teman) sebagai pencetus terjadinya batuk. Hal-hal yang perlu dikaji adalah aktivitas, posisi tubuh, iritan di lingkungan (rumah atau tempat kerja), vokalisasi (bicara normal, berteriak, bernyanyi atau berbisik), cuaca, ansietas, dan infeksi.
Stimuli yang secara khas menyebabkan batuk adalah stimuli mekanik, kimiawi, dan inflamasi. Menghirup asap, debu, atau benda asing merupakan penyebab batuk yang paling umum. Bronkhitis kronis, asma, tuberkulosis, dan pneumonia secara khas menunjukkan batuk sebagai gejala yang menonjol. Batuk dapat dideskripsikan berdasarkan waktu (kronis, akut, dan paroksismal [episode batuk hebat yang sulit dikontrol]; berdasarkan kualitas (produktif-nonproduktif, kering-basah, batuk keras menggonggong, serak, dan batuk pendek).
Informasi tentang obat-obat atau tindakan apa yang telah dilakukan klien untu mengatasi batuknya (mis. antitusif, kodein, inhaler, istirahat atau berdiri) penting untuk didapatkan. Tentukan juga tindak kewaspadaan apa yang telah digunakan untuk mencegah penyebaran infeksi (jika terdapat). Gunakan kesempatan untuk mengingatkai individu tentang mencuci tangan yang baik, membuang kertas tisu yang sudah basal dengan baik, dan menyelesaikan pengobatan antibiotik (jika diresepkan).
Batuk adalah refleks protektif yang disebabkan oleh iritasi pada percabang; trakheobronkhial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme penting dala membersihkan jalan napas bagian bawah, dan banyak orang dewasa normalnya ban beberapa kali ketika bangun tidur pagi untuk membersihkan trakhea dan faring da sekresi yang telah menumpuk selama tidur. Batuk juga merupakan gejala yang palir umum dari penyakit pernapasan.
Pada klien dengan batuk kronis, biasanya sulit untuk mengkaji waktu aktual awitan batuk. Klien biasanya tidak menyadari kapan batuknya mulai timbul. Identifika faktor-faktor yang diyakini oleh klien (dan pasangan atau teman) sebagai pencetus terjadinya batuk. Hal-hal yang perlu dikaji adalah aktivitas, posisi tubuh, iritan di lingkungan (rumah atau tempat kerja), vokalisasi (bicara normal, berteriak, bernyanyi atau berbisik), cuaca, ansietas, dan infeksi.
Stimuli yang secara khas menyebabkan batuk adalah stimuli mekanik, kimiawi, dan inflamasi. Menghirup asap, debu, atau benda asing merupakan penyebab batuk yang paling umum. Bronkhitis kronis, asma, tuberkulosis, dan pneumonia secara khas menunjukkan batuk sebagai gejala yang menonjol. Batuk dapat dideskripsikan berdasarkan waktu (kronis, akut, dan paroksismal [episode batuk hebat yang sulit dikontrol]; berdasarkan kualitas (produktif-nonproduktif, kering-basah, batuk keras menggonggong, serak, dan batuk pendek).
Informasi tentang obat-obat atau tindakan apa yang telah dilakukan klien untu mengatasi batuknya (mis. antitusif, kodein, inhaler, istirahat atau berdiri) penting untuk didapatkan. Tentukan juga tindak kewaspadaan apa yang telah digunakan untuk mencegah penyebaran infeksi (jika terdapat). Gunakan kesempatan untuk mengingatkai individu tentang mencuci tangan yang baik, membuang kertas tisu yang sudah basal dengan baik, dan menyelesaikan pengobatan antibiotik (jika diresepkan).
Pembentukan Sputum
Sputum
secara konstan dikeluarkan ke atas menuju faring oleh silia paru. Sputum yang
terdiri atas lendir, debris selular, mikroorganisme, darah, pus, dan benda
asing akai dikeluarkan dari paru-paru dengan membatukkan atau membersihkan
tenggorok.
Percabangan trakheobronkhial umumnya membentuk sekitar 90 ml mukus per hari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal. Namun pembentukan sputum disertai dengan batuk adalah hal yang tidak normal. Tanyakan klien tentang warna sputum (jernih, kuning, hijau, kemerahan, atau mengandung darah), bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan kuantitas (sendok teh, sendok makan, cangkir). Perubahan warna, bau, kualitas, atau kuantitas sangat penting untuk didokumentasikan dalam rekam medik klien. Tanyakan juga apakah sputum hanya dibentuk setelah klien berbaring dalam posisi tertentu. Beberapa kelainan meningkatkan pembentukan sputum. Banyaknya sputum yang dikeluarkan setiap hari dapat menunjukkan bronkhitis kronis.
Percabangan trakheobronkhial umumnya membentuk sekitar 90 ml mukus per hari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal. Namun pembentukan sputum disertai dengan batuk adalah hal yang tidak normal. Tanyakan klien tentang warna sputum (jernih, kuning, hijau, kemerahan, atau mengandung darah), bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan kuantitas (sendok teh, sendok makan, cangkir). Perubahan warna, bau, kualitas, atau kuantitas sangat penting untuk didokumentasikan dalam rekam medik klien. Tanyakan juga apakah sputum hanya dibentuk setelah klien berbaring dalam posisi tertentu. Beberapa kelainan meningkatkan pembentukan sputum. Banyaknya sputum yang dikeluarkan setiap hari dapat menunjukkan bronkhitis kronis.
Warna dari
sputum mempunyai makna klinis yang penting. Sputum yang berwarna kuning
menandakan suatuinfeksi. Sputum berwarnal hijau menandakan adanya pus yang
terrgenang, yang umum ditemukan pada bronkhiekstasis. Karakter dan konsistensi
sputum juga penting untuk dicatat.
Hemoptisis
Hemoptisis adalah membatukkan darah, atau sputum bercampur darah. Sumber perdarahan dapat berasal dari jalan napas atas atau bawah, atau berasal dari parenkim paru. Penyebab pulmonal dari hemoptisis mencakup bronkhitis kronis, bronkhiektasis, tuberkulosis pulmonal, fibrosis kistik, granuloma nekrotikan jalan napas atas, embolisme pulmonal, pneumonia, kanker paru, dan abses paru. Abnormalitas kardiovaskular, antikoagulan, dan obat-obat imunosupresif yang menyebabkan perdarahan parenkim (jaringan paru) juga dapat menyebabkan hemoptisis.
Hemoptisis adalah membatukkan darah, atau sputum bercampur darah. Sumber perdarahan dapat berasal dari jalan napas atas atau bawah, atau berasal dari parenkim paru. Penyebab pulmonal dari hemoptisis mencakup bronkhitis kronis, bronkhiektasis, tuberkulosis pulmonal, fibrosis kistik, granuloma nekrotikan jalan napas atas, embolisme pulmonal, pneumonia, kanker paru, dan abses paru. Abnormalitas kardiovaskular, antikoagulan, dan obat-obat imunosupresif yang menyebabkan perdarahan parenkim (jaringan paru) juga dapat menyebabkan hemoptisis.
Klien
biasanya mengganggap hemoptisis sebagai indikator penyakit serius dan sering
akan tampak gelisah atau takut. Lakukan pengkajian tentang awitan, durasi,
jumlah, dan warna (mis. merah terang atau berbusa). Kenali perbedaan antara
hemoptisis dengan hematemesis. Pada hemoptisis biasanya darah yang keluar
berbusa, pH (darah) basa sementara pada hematemesis darah yang dikeluarkan
tidak berbusa dan pH (darah) asam (Scanlon, 1995).
Mengi
Bunyi mengih dihasilkan ketika udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi atau ekspirasi. Mengih dapat terdengar hanya dengan menggunakan stetoskop. Klien mungkin tidak mengeluh tentang mengih, tetapi sebaliknya dapat mengeluh tentang dada yang sesak atau tidak nyaman pada dada. Minta klien mengidentifikasi kapan mengi terjadi dan apakah hilang dengan sendirinya atau dengan menggunakan obat-obatan seperti bronkhodilator. Tidak semua mengi mengacu pada asma. Mengi dapat disebabkan oleh edema mukosa, sekresi dalam jalan napas, kolaps jalan napas akibat kehilangan elastisitas jaringan, dan benda asing atau tumor yang sebagian menyumbat aliran udara.
Bunyi mengih dihasilkan ketika udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi atau ekspirasi. Mengih dapat terdengar hanya dengan menggunakan stetoskop. Klien mungkin tidak mengeluh tentang mengih, tetapi sebaliknya dapat mengeluh tentang dada yang sesak atau tidak nyaman pada dada. Minta klien mengidentifikasi kapan mengi terjadi dan apakah hilang dengan sendirinya atau dengan menggunakan obat-obatan seperti bronkhodilator. Tidak semua mengi mengacu pada asma. Mengi dapat disebabkan oleh edema mukosa, sekresi dalam jalan napas, kolaps jalan napas akibat kehilangan elastisitas jaringan, dan benda asing atau tumor yang sebagian menyumbat aliran udara.
Nyeri Dada
Nyeri
dada mungkin berkaitan dengan masalah pulmonal dan jantung, membedakannya satu
sama lain memberikan makna klinis yang berarti. Lakukan analisis gejala yang
lengkap pada nyeri dada. Nyeri dada akibat angina (penurunan aliran darah)
merupakan masalah yang mengancam jiwa. Nyeri dada yang bersumber dari pulmonal
dapat berasal dari dinding dada, pleural parietalis, pleural viseralis, atau
parenkim paru. Tabel 2-1 menyajikan tipe nyeri dada yang berkaitan dengan
kondisi pulmonal.
Table 2 – 1. Nyeri Dada Torakal – Pulmonal
Table 2 – 1. Nyeri Dada Torakal – Pulmonal
Informasi
tentang lokasi, durasi, dan intensitas nyeri dada penting untuk dikumpulkan,
dan akan memberikan petunjuk dini tentang penyebab. Batuk dan infeksi Pleuritis
dapat menyebabkan nyeri dada. Nyeri dada pleuritik umumnya nyeri yang terasa
tajam menusuk dengan awitan mendadak tetapi dapat juga bertahap. Nyeri dada
Jems mi terjadi pada tempat inflamasi dan biasanya terlokalisasi dengan baik
nyeri memngkat dengan gerakan dinding dada seperti saat batuk atau bersin dan
napas dalam ^asien yang mengalami nyeri jenis ini akan mempunyai pola
pernapasan cepat dan aangkal dan takut melakukan gerakan. Tindakan menekan pada
bagian yang nyeri biasanya memberikan peredaan. Nyeri retrosternal (di belakang
sternum) biasanya erasa terbakar, konstan, dan sakit. Nyeri juga dapat berasal
dari bagian tulane dan kartilago toraks.
Karakteristik
angina dengan nyeri dada lainnya berbeda. Nyeri dada jantung biasanya
digambarkan sebagai nyeri yang sangat sakit, hebat, sensasi seperti
diremas-remas, dengan rasa tertekan atau sesak pada area substernal. Angina
dapat juga menjalar ke dalam leher dan lengan. Tanyakan klien apa yang
menyebabkan nyerinya (aktivitas, batuk, gerakan) dan apa yang meredakan
nyerinya (nitrogliserin, membebat dinding dada).
2.4 Analisa Gejala
Untuk
mendapatkan riwayat sistem pernapasan yang sempurna, penting sekali mengkaji
karakteristik setiap manifestasi klinis yang tampak. Pengkajian ini akan
memberikan analisis gejala yang komprehensif. Jika klien menggambarkan gejala
pernapasan tertentu, kaji setting, waktu, persepsi klien, kualitas dan
kuantitas sputum, lokasinya, faktor-faktor yang memperburuk dan yang meredakan,
serta manifestasi yang berkaitan.
Setting. Dalam setting seperti apa gejala timbul paling sering? Setting mengacu pada waktu dan tempat atau situasi tertentu-setting fisik dan lingkungan psikososial- saat klien mengalami keluhan. Misalnya batuk pada pagi hari setelah klien merokok, atau karyawan yang mengeluh distres pernapasan di tempat kerja.
Setting. Dalam setting seperti apa gejala timbul paling sering? Setting mengacu pada waktu dan tempat atau situasi tertentu-setting fisik dan lingkungan psikososial- saat klien mengalami keluhan. Misalnya batuk pada pagi hari setelah klien merokok, atau karyawan yang mengeluh distres pernapasan di tempat kerja.
Ø Waktu.
Waktu
menunjukkan baik awitan (gejala terjadi bertahap atau mendadak) dan periode
(berhari-hari, minggu, atau bulan). Tanyakan pada klien apakah terdapat saat
spesifik dimana masalah paling sering terjadi, misalnya batuk pada pagi hari
atau sesak napas berkaitan dengan berbaring telentang pada malam hari.
Ø Persepsi
klien.
Persepsi
klien dicatat sesuai dengan kata-kata klien. Perhatikan hal-hal unik tentang
keluhan. Gunakan kutipan langsung untuk mendokumentasikan keluhan klien mis.
klien melaporkan “nyeri tajam” pada dada posterior kiri ketika napas dalam.
Ø Kualitas dan
kuantitas
Masalah
harus diuraikan dalam bahasa yang umum. Minta klien untuk melaporkan besar,
ukuran, jumlah, dan keluasan keluhan utama. Terutama masalah yang berkaitan
dengan pembentukan sputum, minta klien memperkirakan jumlah sputum yang
dikeluarkan sehari-secangkir, satu sendok teh, satu sendok makan. Hindari
istilah seperti “sedikit” atau “banyak” karena istilah ini mempunyai arti tidak
jelas. Gunakan skala nyeri 1 sampai 10 untuk menggambarkan nyeri dengan 1 tak
ada nyeri dan 10 nyeri terasa paling hebat. Saat mengkaji batuk gunakan istilah
sesak, kering, basah, atau berlendir. Minta klien untuk menggambarkan ciri
keluhan utama dengan kata-katanya sendiri.
Ø Lokasi.
Lokasi
yang menjadi keluhan harus dicatat. Lokasi ini terutama penting ketika klien
mengeluh tentang nyeri, karena lokasi membedakan apakah nyeri yang diderita
klien berasal dari kelainan jantung atau pernapasan.
Ø Faktor yang
memperburuk dan meredakan.
Tanyakan
pada klien hal-hal apa yang dapat menimbulkan atau menghilangkan gejala yang
dialaminya. Adakah keterkaitan aktivitas tertentu dengan gejala yang dialami.
Apakah gejala timbul setelah klien menggunakan obat-obat tertentu.
Ø Manifestasi
yang berkaitan.
Adakah
manifestasi lain yang terjadi dalam hubungannya dengan keluhan utama. Misalnya
menggigil, demam, berkeringat malam hari, anoreksia, penurunan berat badan,
keletihan yang berlebihan, ansietas dan suara serak. Anda dapat mengenali bahwa
menggigil dan demam umumnya menyertai kelainan paru akibat infeksi, sementara
anoreksia dan penurunan berat badan dapat terjadi pada klien dengan kelainan
yang mengarah pada dispnea.
2.5 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat
kesehatan masa lalu memberikan informasi tentang riwayat kesehatan klien dan
anggota keluarganya. Kaji klien terhadap kondisi kronis manifestasi pernapasan,
misalnya batuk, dispnea, pembentukan sputum, atau mengi, karena kondisi ini
memberikan petunjuk tentang penyebab masalah baru. Selain mengumpulkan data
tentang penyakit pada masa kanak-kanak dan status imunisasi, tanyakan klien
tentang kejadian TBC, bronkhitis, influenza, asma, pneumonia, dan frekuensi
infeksi saluran napas bawah setelah terjadinya infeksi saluran napas atas.
Tetapkan keberadaan masalah kongenital seperti fibrosis kistik atau riwayat kelahiran
bayi prematur. Masalah ini berkaitan dengan komplikasi pernapasan seperti
penyakit pulmonal obstruktif atau restriktif.
Tanyakan
klien tentang perawatan di rumah sakit atau pengobatan masalah pernapasan
sebelumnya. Dapatkan pula informasi tentang kapan penyakit terjadi atau waktu
perawatan, tindakan medis (termasuk pembedahan, penggunaan ventilator, dan
pengobatan inhalasi atau terapi oksigen), dan status masalah saat ini. Tanyakan
apakah klien telah menjalani pemeriksaan rontngen dan kapan, dan apakah
pemeriksaan diagnostik pulmonal dilakukan. Informasi ini penting untuk membantu
dalam mengeva-luasi masalah saat ini. Dapatkan keterangan tentang cedera mulut,
hidung, tenggorok, atau dada sebelumnya (seperti trauma tumpul, fraktur iga,
atau pneumotoraks), juga informasi detail tentang penggunaan obat-obat bebas
atau yang diresepkan.
Tanyakan
klien adakah riwayat keluarga tentang penyakit pernapasan. Misalnya asma,
fibrosis kistik, emfisema atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker
paru, infeksi pernapasan, tuberkulosis, atau alergi. Sebutkan usia dan penyebab
kematian anggota keluarga, termasuk ayah, ibu, adik, kakak, anak-anak,
nenek-kakek, bibi dan paman. Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang perokok.
Perokok pasif sering kali mengalami gejala pernapasan lebih buruk.
2.6 Riwayat Psikososial
Dapatkan
informasi tentang aspek-aspek psikososial klien yang mencakup lingkungan,
pekerjaan, letak geografi, kebiasaan, pola olahraga, dan nutrisi. Identifikasi
semua agens lingkungan yang mungkin mempengaruhi kondisi klien, lingkungan
kerja dan
hobi.
Tanyakan tentang kondisi kehidupan klien, seperti jumlah anggota keluarga yang tinggal serumah. Kondisi kehidupan yang sumpek meningkatkan risiko penyakit per¬napasan seperti tuberkulosis. Kaji terhadap bahaya lingkungan seperti sirkulasi udara yang buruk.
Kumpulkan riwayat merokok, berapa banyak sehari dan sudah berapa lama. Merokok rnenunjukkan hubungan adanya penurunan rungsi siliaris paru-paru, mening¬katkan pernbentukan lendir, dan terjadinya kanker paru. Tanyakan tentang penggunaan alkohol. Gerakan siliaris paru diperlambat oleh alkohol, yang mengurangi klirens lendir dari paru-paru. Penggunaan alkohol berlebih menekan refleks batuk sehingga berisiko mengalami aspirasi.
Tanyakan apakah toleransi terhadap aktivitas menurun atau tetap stabil. Minta klien untuk menggambarkan aktivitas khusus seperti berjalan, pekerjaan rumah yang ringan, atau berbelanja kebutuhan rumah tangga yang dapat ditoleransi klien toleransi atau sebaliknya, yang mengakibatkan sesak napas.
hobi.
Tanyakan tentang kondisi kehidupan klien, seperti jumlah anggota keluarga yang tinggal serumah. Kondisi kehidupan yang sumpek meningkatkan risiko penyakit per¬napasan seperti tuberkulosis. Kaji terhadap bahaya lingkungan seperti sirkulasi udara yang buruk.
Kumpulkan riwayat merokok, berapa banyak sehari dan sudah berapa lama. Merokok rnenunjukkan hubungan adanya penurunan rungsi siliaris paru-paru, mening¬katkan pernbentukan lendir, dan terjadinya kanker paru. Tanyakan tentang penggunaan alkohol. Gerakan siliaris paru diperlambat oleh alkohol, yang mengurangi klirens lendir dari paru-paru. Penggunaan alkohol berlebih menekan refleks batuk sehingga berisiko mengalami aspirasi.
Tanyakan apakah toleransi terhadap aktivitas menurun atau tetap stabil. Minta klien untuk menggambarkan aktivitas khusus seperti berjalan, pekerjaan rumah yang ringan, atau berbelanja kebutuhan rumah tangga yang dapat ditoleransi klien toleransi atau sebaliknya, yang mengakibatkan sesak napas.
Mempertahankan
diet yang bergizi penting untuk klien dengan penyakit pernapasan kronis.
Penyakit pernapasan kronis mengakibatkan penurunan kapasitas paru dan beban
keria lebih tinggi bagi paru dan sistem kardiovaskular. Penambahan beban kerja
meningkatkan kebutuhan kalori dan dapat menurunkan berat badan. Klien menjadi
anorektik sekunder akibat efek medikasi dan keletihan. Kaji masukan gizi selama
24 jam terakhir, minta klien mengingat pola masukan makanan seminggu terakhir.
2.7 Pengkajian Fisik
Pemeriksaan
fisik dilakukan setelah pengumpulan riwayat kesehatan. Gunakan teknik inspeksi,
palpasi, dan auskultasi. Keberhasilan pemeriksaan mengharuskan Anda untuk
menguasai landmarks anatomi toraks posterior, lateral, dan anterior. Guna¬kan
landmarks ini untuk menemukan letak dan mengetahui struktur organ di bawahnya,
terutama lobus paru, jantung, dan pembuluh darah besar. Bandingkan sisi yang
satu dengan sisi lainnya. Bandingkan temuan pada satu sisi toraks dengan sisi
toraks sebelahnya. Palpasi, perkusi, dan auskultasi dilakukan dari depan ke
belakang atau dari satu sisi toraks ke sisi lainnya sehingga Anda dapat secara
kontinu mengevaluasi temuan dengan menggunakan sisi sebelahnya sebagai standar
perbandingan.
Kondisi dan
warna kulit klien diperhatikan selama pemeriksaan toraks (pucat, biru,
kemerahan). Kaji tingkat kesadaran klien dan orientasikan selama pemeriksaan
untuk menentukan kecukupan pertukaran gas.
Ø
INSPEKSI
Pengkajian
fisik sebenarnya dimulai sejak pengumpulan riwayat kesehatan saat Anda mengamati
klien dan respons klien terhadap pertanyaan. Perhatikan manifestasi distres
pernapasan saat ini: posisi yang nyaman, takipnea, mengap-mengap, sianosis,
mulut terbuka, cuping hidung mengembang, dispnea, warna kulit wajah dan bibir,
dan penggunaan otot-otot asesori pernapasan. Perhatikan rasio
inspirasi-ke-ekspirasi, karena lamanya ekspirasi normal dua kali dari lamanya
inspirasi normal, maka rasio normal ekspirasi – inspirasi 2 : 1. Amati pola
bicara. Berapa banyak kata atau kalimat yang dapat diucapkan sebelum mengambil
napas berikutnya? Klien yang sesak napas mungkin hanya mampu mengucapkan tiga
atau empat kata sebelum mengambil napas berikutnya.
Kunci dari setiap teknik pengkajian adalah untuk mengembangkan pendekatan yang sistematik. Logisnya, paling mudah jika dimulai dari kepala lalu terus ke tubuh bagian bawah. Inspeksi dimulai dengan pengamatan kepala dan area leher untuk mengetahui setiap kelainan utama yang dapat mengganggu pernapasan. Perhatikan bau napas dan apakah ada sputum. Perhatikan pengembangan cuping hidung, napas bibir dimonyong-kan, atau sianosis membran mukosa. Catat adanya penggunaan otot aksesori pernapasan, seperti fleksi otot sternokleidomastoid.
Kunci dari setiap teknik pengkajian adalah untuk mengembangkan pendekatan yang sistematik. Logisnya, paling mudah jika dimulai dari kepala lalu terus ke tubuh bagian bawah. Inspeksi dimulai dengan pengamatan kepala dan area leher untuk mengetahui setiap kelainan utama yang dapat mengganggu pernapasan. Perhatikan bau napas dan apakah ada sputum. Perhatikan pengembangan cuping hidung, napas bibir dimonyong-kan, atau sianosis membran mukosa. Catat adanya penggunaan otot aksesori pernapasan, seperti fleksi otot sternokleidomastoid.
Amati penampilan umum klien,
frekuensi serta pola pernapasan, dan konfigurasi toraks. Luangkan waktu yang
cukup untuk mengamati pasien secara menyuluruh sebelum beralih pada pemeriksaan
lainnya. Dengan mengamati penampilan umum, frekuensi dan pola pernapasan,
adanya dan karakter batuk, dan pernbentukan sputum, perawat dapat menentukan komponen
pemeriksaan pulmonal mana yang sesuai untuk mengkaji status pernapasan pasien
saat ini. Tabel 2-2 menyajikan temuan yang lazim pada pemeriksaan inspeksi
pulmonal.
Table 2 – 2. Temuan pada Pemeriksaan Inspeksi Paru
Table 2 – 2. Temuan pada Pemeriksaan Inspeksi Paru
Ø
PALPASI
Palpasi
dilakukan dengan menggunakan tangan untuk meraba struktur di atas atau di bawah
permukaan tubuh. Dada dipalpasi untuk mengevaluasi kulit dan dinding dada.
Palpasi dada dan medula spinalis adalah teknik skrining umum untuk
mengidentifikasi adanya abnormalitas seperti inflamasi.
Perlahan
letakan ibu jari tangan yang akan mempalpasi pada satu sisi trakhea dan
jari-jari lainnya pada sisi sebelahnya. Gerakan trakhea dengan lembut dari satu
sisi ke sisi lainnya sepanjang trakhea sambil mempalpasi terhadap adanya massa
krepitus, atau deviasi dari garis tengah. Trakhea biasanya agak mudah
digerakkan dan dengan cepat kembali ke posisi garis tengah setelah digeser.
Masa dada, goiter, atau cedera dada akut dapat mengubah letak trakhea.
Palpasi dinding dada menggunakan bagian tumit atau ulnar tangan Anda. Abnor¬malitas yang ditemukan saat inspeksi lebih lanjut diselidiki selama pemeriksaan palpasi. Palpasi dibarengi dengan inspeksi terutama efektif dalam mengkaji apakah gerakan, atau ekskursi toraks selama inspirasi dan ekspirasi, amplitudonya simetris atau sama. Selama palpasi kaji adanya krepitus (udara dalam jaringan subkutan); defek atau nyeri tekan dinding dada; tonus otot; edema; dan fremitus taktil, atau vibrasi gerakan udara melalui dinding dada ketika klien sedang bicara.
Palpasi dinding dada menggunakan bagian tumit atau ulnar tangan Anda. Abnor¬malitas yang ditemukan saat inspeksi lebih lanjut diselidiki selama pemeriksaan palpasi. Palpasi dibarengi dengan inspeksi terutama efektif dalam mengkaji apakah gerakan, atau ekskursi toraks selama inspirasi dan ekspirasi, amplitudonya simetris atau sama. Selama palpasi kaji adanya krepitus (udara dalam jaringan subkutan); defek atau nyeri tekan dinding dada; tonus otot; edema; dan fremitus taktil, atau vibrasi gerakan udara melalui dinding dada ketika klien sedang bicara.
Untuk
mengevaluasi ekskursi toraks, klien diminta untuk duduk tegak, dan tangan
pemeriksa diletakkan pada dinding dada posterior klien (bagian punggung). Ibu
jari tangan pemeriksa saling berhadapan satu sama lain pada kedua sisi tulang
belakang, dan jari-jari lainnya menghadap ke atas membentuk posisi seperti
kupu-kupu. Saat klien menghirup napas tangan pemeriksa harus bergerak ke atas
dan keluar secara simetri. Adanya gerakan asimetri dapat menunjukkan proses
penyakit pada region tersebut.
Palpasi
dinding dada posterior saat klien mengucapkan kata-kata yang menghasilkan
vibrasi yang relatif keras (mis. tujuh-tujuh). Vibrasi ditransmisikan dari
laring melalui jalan napas dan dapat dipalpasi pada dinding dada. Intensitas
vibrasi pada kedua sisi dibandingkan terhadap simetrisnya. Vibrasi terkuat
teraba di atas area yang terdapat konsolidasi paru (mis. pneumonia). Penurunan
fremitus taktil biasanya berkaitan dengan abnormalitas yang menggerakkan paru
lebih jauh dari dinding dada, seperti efusi pleural dan pneumotoraks (Tabel
2-3).
Table 2-3.
Temuan pada Pemeriksaan Palpasi Paru
Ø
PERKUSI
Perkusi
adalah teknik pengkajian yang menghasilkan bunyi dengan mengetuk dinding dada
dengan tangan. Pengetukan dinding dada antara iga menghasilkan berbagai bunyi
yang digambarkan sesuai dengan sifat akustiknya-resonan, hiperesonan, pekak,
datar, atau timpanik. Bunyi resonan terdengar di atas jaringan paru normal.
Bunyi hiperesonan terdengar pada adanya peningkatan udara dalam paru-paru atau
spasium pleural. Bunyi akan ditemukan pada klien dengan emfisema dan
pneumotoraks. Bunyi pekak terjadi di atas jaringan paru yang padat, seperti
pada tumor atau konsolidasi jaringan paru. Bunyi ini biasanya terdengar di atas
jantung dan hepar. Bunyi datar akan terdengar saat perkusi dilakukan pada
jaringan yang tidak mengandung udara. Bunyi timpani biasanya terdengar di atas
lambung, usus besar. Perkusi dimulai pada apeks dan diteruskan sampai ke dasar,
beralih dari area posterior ke area lateral dan kemudian ke area anterior. Dada
posterior paling baik diperkusi dengan posisi klien berdiri tegak dan tangan
disilangkan di depan dada untuk memisahkan skapula.
Perkusi juga dilakukan untuk mengkaji ekskursi diafragma. Minta klien untuk menghirup napas dalam dan menahannya ketika Anda memperkusi ke arah bawah bidang paru posterior dan dengarkan bunyi perkusi yang berubah dari bunyi resonan ke pekak. Tandai area ini dengan pena. Proses ini diulang setelah klien menghembuskan napas, tandai lagi area ini. Kaji kedua sisi kanan dan kiri. Jarak antara dua tanda seharusnya 3 sampai 6 cm, jarak lebih pendek ditemukan pada wanita dan lebih panjang pada pria. Tanda pada sebelah kiri akan sedikit lebih tinggi karena adanya hepar. Klien dengan kenaikan diafragma yang berhubungan dengan proses patologis akan mempunyai Penurunan ekskursi diafragma. Jika klien mempunyai penyakit pada lobus bawah (mis. konsolidasi atau cairan pleural), akan terdengar bunyi perkusi pekak. Bila ditemukan abnormalitas lain, pemeriksaan diagnostik lain harus dilakukan untuk mengkaji masalah secara menyeluruh. Tabel 2-4 menyajikan temuan normal dan abnormal saat dilakukan perkusi.
Perkusi juga dilakukan untuk mengkaji ekskursi diafragma. Minta klien untuk menghirup napas dalam dan menahannya ketika Anda memperkusi ke arah bawah bidang paru posterior dan dengarkan bunyi perkusi yang berubah dari bunyi resonan ke pekak. Tandai area ini dengan pena. Proses ini diulang setelah klien menghembuskan napas, tandai lagi area ini. Kaji kedua sisi kanan dan kiri. Jarak antara dua tanda seharusnya 3 sampai 6 cm, jarak lebih pendek ditemukan pada wanita dan lebih panjang pada pria. Tanda pada sebelah kiri akan sedikit lebih tinggi karena adanya hepar. Klien dengan kenaikan diafragma yang berhubungan dengan proses patologis akan mempunyai Penurunan ekskursi diafragma. Jika klien mempunyai penyakit pada lobus bawah (mis. konsolidasi atau cairan pleural), akan terdengar bunyi perkusi pekak. Bila ditemukan abnormalitas lain, pemeriksaan diagnostik lain harus dilakukan untuk mengkaji masalah secara menyeluruh. Tabel 2-4 menyajikan temuan normal dan abnormal saat dilakukan perkusi.
Table 2-4.
Temuan pada Pemeriksaan Perkusi Paru
Ø AUSKULTASI
Auskultasi
adalah mendengarkan bunyi dengan menggunakan stetoskop. Dengan mendengarkan paru-paru
ketika klien bernapas melalui mulut, pemeriksa mampu mengkaji karakter bunyi
napas, adanya bunyi napas tambahan, dan karakter suara yang diucapkan atau
dibisikan. Dengarkan semua area paru dan dengarkan pada keadaan tanpa pakaian;
jangan dengarkan bunyi paru dengan klien mengenakan pakaian, selimut, gaun,
atau kaus. Karena bunyi yang terdengar kemungkinan hanya bunyi gerakan pakaian
di bawah stetoskop.
Status patensi jalan napas dan paru dapat dikaji dengan mengauskultasi napas dan bunyi suara yang ditransmisikan melalui dinding dada. Untuk dapat mendengarkan bunyi napas di seluruh bidang paru, perawat harus meminta klien untuk bernapas lambat, sedang sampai napas dalam melalui mulut. Bunyi napas dikaji selama inspirasi dan ekspirasi. Lama masa inspirasi dan ekspirasi, intensitas dan puncak bunyi napas juga dikaji. Umumnya bunyi napas tidak terdengar pada lobus kiri atas, intensitas dan karakter bunyi napas harus mendekati simetris bila dibandingkan pada kedua paru. Bunyi napas normal disebut sebagai vesikular, bronkhial, dan bronkhovesikular.
Status patensi jalan napas dan paru dapat dikaji dengan mengauskultasi napas dan bunyi suara yang ditransmisikan melalui dinding dada. Untuk dapat mendengarkan bunyi napas di seluruh bidang paru, perawat harus meminta klien untuk bernapas lambat, sedang sampai napas dalam melalui mulut. Bunyi napas dikaji selama inspirasi dan ekspirasi. Lama masa inspirasi dan ekspirasi, intensitas dan puncak bunyi napas juga dikaji. Umumnya bunyi napas tidak terdengar pada lobus kiri atas, intensitas dan karakter bunyi napas harus mendekati simetris bila dibandingkan pada kedua paru. Bunyi napas normal disebut sebagai vesikular, bronkhial, dan bronkhovesikular.
Perubahan
dalam bunyi napas yang mungkin menandakan keadaan patologi termasuk penurunan
atau tidak terdengar bunyi napas, peningkatan bunyi napas, dan bunyi napas
saling mendahului atau yang dikenal dengan bunyi adventiosa. Peningkatan bunyi
napas akan terdengar bila kondisi seperti atelektasis dan pneumonia
meningkatkan densitas (ketebalan) jaringan paru. Penurunan atau tidak
terdengarnya bunyi napas terjadi bila transmisi gelombang bunyi yang melewati
jaringan paru atau dinding dada berkurang.
2.8 Pengkajian Diagnostik pada
Sistem Pernapasan
Prosedur
diagnostik membantu dalam pengkajian klien dengan gangguan pernapasan. Penting
untuk mengklarifikasi kapan pemeriksaan diagnostik diperlukan dan untuk tujuan
apa, sehingga tindakan yang dilakukan pada pasien akan lebih terarah dan lebih
berguna, serta tidak merugikan karena harus mengeluarkan biaya untuk hal-hal
yang sebenarnya dapat dihindari.
Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah prosedur yang paling sering digunakan dalam menegakkan diagnosis gangguan saluran pernapasan atas. Namun demikian, bisa saja dibutuhkan pemeriksaan diagnostik yang lebih ekstensif, jika memang kondisinya mengharuskan.
Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah prosedur yang paling sering digunakan dalam menegakkan diagnosis gangguan saluran pernapasan atas. Namun demikian, bisa saja dibutuhkan pemeriksaan diagnostik yang lebih ekstensif, jika memang kondisinya mengharuskan.
Ø Kultur.
Kultur
tenggorok dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme yang menyebabkan
faringitis. Selain itu kultur tenggorok juga dapat membantu dalam
mengidentifikasi organisme yang menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan
bawah. Dapat juga dilakukan apusan hidung untuk tujuan yang sama.
Ø Biopsi
Prosedur
biopsi mencakup tindakan mengeksisi sejumlah kecil jaringan tubuh. Dilakukan
untuk memungkinkan pemeriksaan sel-sel dari faring, laring, dan rongga hidung.
Dalam tindakan ini pasien mungkin saja mendapat anestesi lokal, topikal atau
umum bergantung pada tempat prosedur dilakukan.
Pemeriksaan
pencitraan termasuk didalamnya pemeriksaan sinar-X jaringan lunak, CTscan,
pemeriksaan dengan zat kontras, dan MRI (pencitraan resonansi
magnetik). Pemeriksaan tersebut mungkin dilakukan sebagai bagian integral dari
pemeriksaan diagnostik untuk menentukan keluasan infeksi pada sinusitis atau
pertumbuhan tumor dalam kasus tumor.
Pemeriksaan
diagnostik pada saluran pernapasan bawah sedikit lebih banyak dan lebih rumit
dibandingkan pemeriksaan diagnostik saluran pernapasan atas. Namun demikian
bukan berarti bahwa pemeriksaan tersebut tidak saling berkaitan. Untuk
pemeriksaan diagnostik saluran pernapasan bawah akan dijelaskan dalam suatu
kerangka kerja yang sistematis sehingga lebih memberikan gambaran yang jelas
tentang apa yang akan dilakukan dan gambaran hasil yang didapatkan, didalamnya
mencakup pengkajian diagnostik status fungsional, anatomi, dan spesimen.
2.9 Pemeriksaan untuk Mengevaluasi
Struktur Anatomi
Ø
PEMERIKSAAN RADIOLOGI TORAKS DAN
PARU-PARU
Klien
pada umumnya sudah terbiasa dengan pemeriksaan radiologi rutin. Namun
belakangan ini, terdapat suatu peningkatan kesadaran tentang pemajanan
berlebihan terhadap radiasi. Hendaknya klien diberikan penjelasan yang lengkap
tentang tipe pemeriksaan yang akan dilakukan dan manfaatnya dalam hubungannya
dengan risiko akibat pemajanan terhadap radiasi. Pemeriksaan radiologi
memberikan informasi mengenai (1) status sangkar iga, termasuk tulang rusuk,
pleura, dan kontur diafragma dan jalan napas atas; (2) ukuran, kontur, dan
posisi mediastinum dan hilus paru, termasuk jantung, aorta, nodus limfe, dan
percabangan bronkhial; (3) tekstur dan tingkat penyebaran udara dari parenkim
paru; dan (4) ukuran, bentuk, jumlah, dan lokasi lesi pulmonal, termasuk
kavitasi, area fibrosis, dan daerah konsolidasi.
Pemeriksaan ronsen atau radiologi dada diindikasikan untuk (1) mendeteksi perubahan paru yang disebabkan oleh proses patologis, seperti tumor, inflamasi, fraktur, akumulasi cairan atau udara, (2) menentukan terapi yang sesuai, (3) mengevaluasi kesangkilan pengobatan, (4) menetapkan posisi selang dan kateter, dan (5) memberikan gambaran tentang suatu proses progresif dari penyakit paru.
Pemeriksaan ronsen atau radiologi dada diindikasikan untuk (1) mendeteksi perubahan paru yang disebabkan oleh proses patologis, seperti tumor, inflamasi, fraktur, akumulasi cairan atau udara, (2) menentukan terapi yang sesuai, (3) mengevaluasi kesangkilan pengobatan, (4) menetapkan posisi selang dan kateter, dan (5) memberikan gambaran tentang suatu proses progresif dari penyakit paru.
Pemeriksaan
ronsen dada sebaiknya dilakukan di bagian radiologi. Pemeriksaan sinar-X
standar lebih dipilih dengan posisi berdiri, meskipun posisi duduk atau
berbaring dapat dilakukan. Pemajanan standar untuk pemeriksaan ini adalah (1)
posterio-anterior (PA)-sinar-X menjalar melalui punggung ke bagian depan tubuh,
dan (2) lateral-sinar-X menembus bagian samping tubuh (biasanya sebelah kiri).
Selain
pemeriksaan standar mungkin diperlukan juga pemajanan spesifik untuk melihat
bagian-bagian spesifik dada. Pemajanan tersebut termasuk (1) oblique-film
sinar-X diarahkan miring dengan sudut spesifik, (2) lordotis-film sinar-X dimiringkan
dengan sudut 45 derajat dari bawah untuk melihat kedua apeks paru, dan (3)
dekubitus- film sinar-X diambil dengan posisi pasien berbaring miring (kiri
atau kanan) untuk memperlihatkan cairan bebas dalam dada.
Prosedur
Pemeriksaan ronsen dada dilakukan dengan posisi berdiri atau duduk tegak menghadap film sinar-X. Hantaran gelobang sinar-X ditembuskan dari arah posterior (posisi PA). Radiograf biasanya diambil saat inspirasi penuh, yang menyebabkan diafragma bergerak ke arah bawah. Radiograf yang diambil saat ekspirasi kadang dilakukan untuk mengetahui tingkat gerakan diafragma atau untuk membantu dalam pengkajian dan diagnosa pneumotoraks.
Pemeriksaan ronsen dada dilakukan dengan posisi berdiri atau duduk tegak menghadap film sinar-X. Hantaran gelobang sinar-X ditembuskan dari arah posterior (posisi PA). Radiograf biasanya diambil saat inspirasi penuh, yang menyebabkan diafragma bergerak ke arah bawah. Radiograf yang diambil saat ekspirasi kadang dilakukan untuk mengetahui tingkat gerakan diafragma atau untuk membantu dalam pengkajian dan diagnosa pneumotoraks.
Perawatan praprosedur
Jelaskan
klien tentang pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini tidak menimbulkan nyeri dan pemajanan
pada radiasi adalah minimal. Klien harus melepaskan semua perhiasan dan pakaian
dalamnya lalu mengenakan gaun. Kaji status kehamilan klien (untuk klien
wanita); wanita hamil seharusnya tidak boleh terpajan pada radiasi.
Ø PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI
Dalam
pemeriksaan ini terjadi emisi dan penetrasi gelombang suara berfrekuensi
tinggi. Pemeriksaan ini relatif tidak membahayakan. Gelombang suara dipantulkan
kembali dan diubah oleh suatu transduser untuk menghasilkan image piktorial
dari area yang sedang diperiksa. Ultrasonografi toraks dapat memberikan
informasi tentang efusi pleural atau opasitas dalam paru.
Ø COMPUTED
TOMOGRAPH (CT)
CT
digunakan untuk mengidentifikasi massa dan perpidahan struktur yang»disebabkan
oleh neoplasma, kista, lesi inflamasi fokal, dan abses. CTscan dapat dilakukan
dengan cepat-dalam 20 menit, tidak termasuk proses analisis.
Sebelum pemeriksaan, pastikan izin tindakan telah didapatkan dari klien, jawab setiap pertanyaan klien dan keluarga tentang CTscan. Klien dipuasakan, dan jelaskan bahwa pemeriksaan ini sering membutuhkan media kontras. Karena media kontras biasanya mengandung yodium (Juga disebut zat warna), tanyakan klien apakah ia mempunyai alergi terhadap yodium, zat warna, atau kerang. Ingatkan agar klien tidak bergerak selama prosedur, namun ia dapat bercakap-cakap dengan teknisinya.
Sebelum pemeriksaan, pastikan izin tindakan telah didapatkan dari klien, jawab setiap pertanyaan klien dan keluarga tentang CTscan. Klien dipuasakan, dan jelaskan bahwa pemeriksaan ini sering membutuhkan media kontras. Karena media kontras biasanya mengandung yodium (Juga disebut zat warna), tanyakan klien apakah ia mempunyai alergi terhadap yodium, zat warna, atau kerang. Ingatkan agar klien tidak bergerak selama prosedur, namun ia dapat bercakap-cakap dengan teknisinya.
Ø PEMERIKSAAN
FLUOROSKOPI
Pemeriksaan
ini dilakukan jika dibutuhkan informasi tentang dinamika dada seperti gerakan
diafragmatik, ekspansi dan ventilasi paru, atau kerja jantung. Pemeriksaan ini
memungkinkan untuk mengamati dada dan struktur intratoraks ketika mereka
berfungsi secara dinamis. Flouroskopi tidak digunakan secara rutin, namun hanya
pada keadaan dimana dibutuhkan pengamatan toraks kontinu. Penggunaan lain
fluoroskopi termasuk untuk (1) mengamati diafragma saat inspirasi dan
ekspirasi, (2) mendeteksi gerakan mediastinal selama napas dalam, (3) mengkaji
jantung, pembuluh darah dan struktur yang berkaitan, (4) mengidentifikasi
abnormalitas esofagus, dan (5) mendeteksi massa mediastinal.
Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan ini. Tempatkan klien dalam ruangan yang tenang dan bercahaya redup. Kadang media radioopaque (yang tidak mengandung yodium) diberikan secara intravena untuk membedakan struktur yang sedang dikaji. Klien harus melepaskan semua perhiasan dan pakaian dalamnya dan mengenakan gaun. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit. Pemajanan terhadap radiasi minimal.
Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan ini. Tempatkan klien dalam ruangan yang tenang dan bercahaya redup. Kadang media radioopaque (yang tidak mengandung yodium) diberikan secara intravena untuk membedakan struktur yang sedang dikaji. Klien harus melepaskan semua perhiasan dan pakaian dalamnya dan mengenakan gaun. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit. Pemajanan terhadap radiasi minimal.
Ø PEMERIKSAAN
ANGIOGRAFI PULMONAL
Pemeriksaan
ini digunakan untuk mendeteksi embolisme pulmonal dan berbagai lesi kongenital
dan didapat pada pembuluh pulmonal. Sebelumnya pasien mendapat suntikan bahan
radioopaque melalui kateter ke dalam vena sistemik, bilik kanan jantung, arteri
pulmonal, dan distribusi dari bahan ini terekam pada film yang dihasilkan.
Angiografi pulmonal mungkin dilakukan untuk mendeteksi (1) abnormalitas
kongenital percabangan vaskular pulmonal, (2) abnormalitas sirkulasi vena
pulmonal, (3) penyakit sirkulasi vena dan arteri pulmonal didapat, (4) efek
destruktif dari emfisema, (5) keuntungan potensial reseksi untuk karsinoma
bronkhogenik, (6) lesi pulmonal perifer, dan (7) luasnya tromboembolisme dalam
paru-paru.
Prosedur
Media kontras disuntikkan ke dalam sistem vaskular melalui kateter indwelling. Selama angiografi pulmonal, kateter dimasukkan baik melalui perifer atau langsung ke dalam arteri pulmonalis besar atau salah satu cabangnya.
Media kontras disuntikkan ke dalam sistem vaskular melalui kateter indwelling. Selama angiografi pulmonal, kateter dimasukkan baik melalui perifer atau langsung ke dalam arteri pulmonalis besar atau salah satu cabangnya.
Perawatan praprosedur
Jelaskan
klien tentang prosedur ini, dan mengapa harus ada izin tertulis dari klien.
Pemeriksaan ini sedikit menimbulkan nyeri danpemajanan terhadap radiasi
minimal. Klien akan agak merasa tidak nyaman ketika kateter dimasukkan dengan
menusukkan jarum. Klien harus melepaskan semua perhiasan dan pakaian dalam
serta mengenakan gown. Kaji status kehamilan klien; klien hamil tidak boleh
terpajan pada radiasi.Perawatan pascaprosedur
Seperti hanya pada semua prosedur yang memerlukan pemasangan kateter ke dalam vaskulatur sentral atau perifer, penting untuk mengamati tempat penusukan terhadap infeksi, pembentukan hematoma, atau reaksi setempat terhadap media kontras. Lanjutkan mengamati tanda reaksi merugikan dari media kontras (mis. peningkatan distres pernapasan, hipotensi, stridor, dan indikasi anafilaktik lain).
Seperti hanya pada semua prosedur yang memerlukan pemasangan kateter ke dalam vaskulatur sentral atau perifer, penting untuk mengamati tempat penusukan terhadap infeksi, pembentukan hematoma, atau reaksi setempat terhadap media kontras. Lanjutkan mengamati tanda reaksi merugikan dari media kontras (mis. peningkatan distres pernapasan, hipotensi, stridor, dan indikasi anafilaktik lain).
Ø PEMERIKSAAN
ENDOSKOPI
Laringoskopi
langsung biasanya dilakukan setelah klien mendapat anestesi lokal dengan kokain
10% atau anestesi umum. Satu jam sebelum pemeriksaan klien diberikan sedatif
(mis. sekobarbital, meperidin, atau narkotik lainnya) dan atropin sulfat.
Pemberian atropin penting sebelum pemberian anestesi lokal maupum umum. Untuk
laringoskopi langsung, klien dibaringkan dengan posisi kepala di atas alat
penyangga kepala. Laringoskopi mikro yang menggunakan pengoperasian mikroskop
sekarang ini makin banyak digunakan. Metode ini memberikan visualisasi
binokular lebih baik.
Laringoskop
adalah tube berlubang yang terbuat dari logam dan dilengkapi dengan pemegang
pada ujung proksimal dan mempunyai sumber cahaya pada ujung distalnya, alat ini
dimasukkan oleh dokter melalui mulut ke dalam laringofaring, menaikkan epiglotis,
dan membuat bagian interior faring mudah diamati. Prosedur bedah minor seperti
biopsi atau pengangkatan tumor jinak yang kecil dapat dilakukan dengan
instrumenini.
Penatalaksanaan keperawatan setelah tindakan laringoskopi termasuk (1) pasien dalam status puasa sampai refleks muntah pulih (sekitar 2 jam), (2) periksa refleks muntah dengan menyentuh bagian belakang lidah secara perlahan menggunakan bilah lidah, dan (3) jika refleks muntah positif, beri klien sedikit air sebelum diberikan cairan atau makanan lain untuk mencegah aspirasi yang tidak diinginkan.
Penatalaksanaan keperawatan setelah tindakan laringoskopi termasuk (1) pasien dalam status puasa sampai refleks muntah pulih (sekitar 2 jam), (2) periksa refleks muntah dengan menyentuh bagian belakang lidah secara perlahan menggunakan bilah lidah, dan (3) jika refleks muntah positif, beri klien sedikit air sebelum diberikan cairan atau makanan lain untuk mencegah aspirasi yang tidak diinginkan.
Ø PEMERIKSAAN
BRONKOSKOPI
Pemeriksaan
bronkhoskopi dilakukan dengan memasukkan bronkhoskop ke dalam trakhea dan
bronkhi. Dengan menggunakan bronkoskop yang kaku atau lentur, laring, trakhea,
dan bronkhi dapat diamati. Pemeriksaan diagnostik bronkoskopi termasuk
pengamatan cabang trakheobronkhial, terhadap abnormalitas, biopsi jaringan, dan
aspirasi sputum untuk bahan pemeriksaan. Bronkhoskopi digunakan untuk membantu
dalam mendiagnosis kanker paru.
Bronkhoskopi
mungkin dilakukan untuk tujuan diagnostik atau tujuan terapeutik. Tujuan
diagnostik mencakup pemeriksaan jaringan, evaluasi lanjut tumor untuk
memungkinkan bedah reseksi, pengumpulan spesimen jaringan untuk keperluan
diagnosa, dan evaluasi tempat perdarahan. Sementara bronkhoskopi terapeutik
dilakukan untuk tujuan mengangkat benda asing, mengangkat sekresi yang kental
dan banyak, pengobatan atelektasis pascaoperatif, dan menghancurkan dan
mengangkat lesi.
Perawatan praprosedur
Jelaskan
prosedur pada klien dan keluarga dan dapatkan izin tindakan dari klien.
Instruksikan klien untuk tidak makan dan minum 6 jam sebelum pemeriksaan.
Informasikan pada klien bahwa tenggoroknya mungkin akan sakit setelah
bronkhoskopi, dan mungkin terjadi kesulitan menelan pada awal setelah
pemeriksaan. Klien diberikan anestesi lokal dan sedasi intravena untuk menekan
refleks batuk, dan menghilangkan ansietas. Pemeriksaan membutuhkan waktu 30
sampai 45 menit. Selama prosedur klien berbaring terletang dengan kepala hiperekstensi.
Perawat memantau tanda vital, berbicara pada atau menenangkan klien, dan
membantu dokter sesuai kebutuhan.
Perawatan pascaprosedur
Setelah
prosedur, tanda vital dipantau per protokol institusi. Amati klien terhadap
tanda distres pernapasan, termasuk dispnea, perubahan frekuensi pernapasan,
peng-gunaan otot aksesori pernapasan, dan perubahan bunyi napas. Tidak ada
pemberian apapun melalui mulut sampai refleks batuk dan menelan kembali pulih,
yang biasanya sekitar 1 sampai 2 jam setelah prosedur. Bila klien sudah dapat
menelan, berikan sehirup air. Bunyi napas dipantau selama 24 jam. Adanya bunyi
napas tambahan atau asimetris harus dilaporkan pada dokter. Dapat terjadi
pneumotoraks setelah bron¬khoskopi.
Pemeriksaan untuk Mengevaluasi
Fungsi Pernapasan
Pemeriksaan
diagnostik yang mengevaluasi status fungsi sistem pernapasan antara lain
termasuk uji fungsi pulmonal, oksimetri nadi, dan analisis gas darah arteri.
Ø UJI FUNGSI
PULMONAL
Pemeriksaan
fungsi pulmonal memberikan informasi tentang manifestasi klien dengan mengukur
volume paru, mekanisme paru, dan kemampuan difusi paru. Pemeriksaan ini
merupakan metoda nonivasif dan tidak dapat berdiri sendiri untuk mendiagnosa
penyakit spesifik namun merupakan bagian integral dari proses pemeriksaan diagnostik.
Uji fungsi pulmonal (UFP) digunakan untuk (1) skrining penyakit pulmonal, (2)
evaluasi preoperatif, (3) mengevaluasi kondisi untuk melakukan penyapihan dari
ventilator, (4) pemeriksaan fisiologi pulmonal, (5) mendokumentasikan kemajuan
penyakit pulmonal atau efek terapi, (6) meneliti efek latihan pada fisiologi
pernapasan.
Kemampuan
fungsi paru-paru dikaji dengan mengukur properti yang mempengaruhi ventilasi
(statis dan dinamis) dan respirasi (difusi dan perfusi). Penilaian fungsi
pulmonal dilakukan dengan mempertimbangkan variabel-variabel dari setiap
individu yang dievaluasi termasuk: usia, jenis kelamin, berat badan dan tinggi
badan, serta upaya individu dalam melakukan setiap pemeriksaan.
Ø PEMERIKSAAN
OKSIMETRI NADI
Oksimetri
nadi adalah metoda noninvasif pemantauan kontinu saturasi oksigen-hemoglobin
(SaO2). Meskipun pemeriksaan ini tidak dapat menggantikan pemeriksaan analisis
gas darah, namun pemeriksaan ini sangat efektif untuk memantau pasien terhadap
perubahan mendadak atau perubahan kecil saturasi oksigen. Oksimetri nadi
digunakan dalam berbagai lingkup perawatan, termasuk unit perawatan kritis,
unit perawatan umum, dan lingkungan diagnostik dan tindakan di mana dibutuhkan
pemantauan saturasi oksigen selama prosedur.
Pemeriksaan oksimetri nadi menggunakan alat sensor (probe) yang dilekatkan pada ujung jari, dahi, daun telinga atau tulang hidung. Sensor mendeteksi perubahan kadar saturasi oksigen dengan memantau sinyal cahaya yang dibangkitkan oleh oksimeter dan direfleksikan oleh denyutan aliran darah melalui jaringan pada probe. Nilai normal SaO2 adalah 95 % sampai 100 %. Nilai di bawah 85 % menandakan bahwa jaringan tidak mendapat cukup oksigen dan pasien membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Nilai SaO2 yang didapat dengan oksimetri nadi tidak dapat diandalkan dalam kondisi seperti henti jantung, syok, penggunaan obat-obat vasokontriktor, pemberian zat warna per IV (seperti metilen biru), anemia berat, dan kadar CO2 tinggi. Diperlukan pemeriksaan lain seperti kadar hemoglobin, gas darah arteri, dan pemeriksaan laboratorium lainnya untuk memvalidasi nilai oksimetri nadi dalam kondisi tersebut.
Pemeriksaan oksimetri nadi menggunakan alat sensor (probe) yang dilekatkan pada ujung jari, dahi, daun telinga atau tulang hidung. Sensor mendeteksi perubahan kadar saturasi oksigen dengan memantau sinyal cahaya yang dibangkitkan oleh oksimeter dan direfleksikan oleh denyutan aliran darah melalui jaringan pada probe. Nilai normal SaO2 adalah 95 % sampai 100 %. Nilai di bawah 85 % menandakan bahwa jaringan tidak mendapat cukup oksigen dan pasien membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Nilai SaO2 yang didapat dengan oksimetri nadi tidak dapat diandalkan dalam kondisi seperti henti jantung, syok, penggunaan obat-obat vasokontriktor, pemberian zat warna per IV (seperti metilen biru), anemia berat, dan kadar CO2 tinggi. Diperlukan pemeriksaan lain seperti kadar hemoglobin, gas darah arteri, dan pemeriksaan laboratorium lainnya untuk memvalidasi nilai oksimetri nadi dalam kondisi tersebut.
Ø KETERAMPILAN
2-1. MENGKAJI STATUS OKSIGENASI DENGAN OKSIMETRI NADI
Oksimetri
nadi adalah metoda noninvasif yang digunakan untuk memeriksa saturasi oksigen
darah arteri klien (SaO2) klien dengan menggunakan sensor oksimetri nadi. Alat
ini mempunyai dua bagian. Pada salah satu sisi sensor terdapat dua buah diode
(LED) yang memancarkan cahaya (merah dan infra merah). Pada sisi lain dari
sensor terdapat detektor cahaya yang disebut foto detektor. LED menghantarkan
cahaya menembus jaringan dan pembuluh darah dan foto detektor menerima cahaya
dan mengukur jumlah cahaya yang terserap oleh hemoglobin yang teroksigenasi dan
takteroksigenasi. Hemoglobin teroksigenasi cenderung untuk menyerap lebih
banyak cahaya inframerah dan hemoglobin takteroksigenasi menyerap lebih banyak
cahaya merah. Melalui proses yang disebut spektrofotometri, Sa02 ditetapkan
dengan dasar jumlah setiap tipe cahaya yang diterima oleh fotodetektor.
Terdapat beberapa tipe sensor yang berbeda yang diantaranya dirancang untuk digunakan pada jari, ibu jari kaki, hidung, telinga nadi, atau sekeliling tangan atau kaki bayi. Anda harus memilih sensor yang tepat untuk pengukuran tempat yang telah Anda rencanakan atau pilih.
Sebelum menggunakan oksimetri nadi untuk mengkaji status oksigenasi klien, pertama-tama kaji terlebih dahulu kadar hemoglobin klien. Karena oksimetri nadi mengukur persen dari SaO2, hasilnya dapat tampak normal ketika hemoglobin rendah karena semua hemoglobin yang ada untuk mengangkut O2 tersaturasi seluruhnya.
Terdapat beberapa tipe sensor yang berbeda yang diantaranya dirancang untuk digunakan pada jari, ibu jari kaki, hidung, telinga nadi, atau sekeliling tangan atau kaki bayi. Anda harus memilih sensor yang tepat untuk pengukuran tempat yang telah Anda rencanakan atau pilih.
Sebelum menggunakan oksimetri nadi untuk mengkaji status oksigenasi klien, pertama-tama kaji terlebih dahulu kadar hemoglobin klien. Karena oksimetri nadi mengukur persen dari SaO2, hasilnya dapat tampak normal ketika hemoglobin rendah karena semua hemoglobin yang ada untuk mengangkut O2 tersaturasi seluruhnya.
Respons yang
diharapkan: saturasi O2 klien 96% sampai 100%, dan klien mampu untuk
mentoleransi prosedur.Respons yang merugikan: saturasi oksigen klien rendah
(kurang dari 70% adalah kondisi yang membahayakan jiwa), timbul tekanan pada
jaringan tempat terpasangnya sensor, dan terjadi iritasi kulit pada letak
adesif sensor.
Alat yang dibutuhkan: oksimetri nadi dengan sensor yang dipilih, kapas alkohol, perlak atau handuk.
Alat yang dibutuhkan: oksimetri nadi dengan sensor yang dipilih, kapas alkohol, perlak atau handuk.
Ø KAPNOGRAFI
Kapnografi
termasuk prosedur noninvasif lain yang mengukur konsentrasi karbon dioksida
ekshalasi untuk klien dengan ventilasi mekanik. Jumlah karbon dioksida yang
didapatkan dalam udara ekshalasi (end-tidal karbon dioksida; ETCO2) sangat
berhubungan dengan tekanan parsial karbon dioksida arteri (PaCO2) pada klien
dengan fungsi pernapasan, kardiovaskular, dan metabolik yang normal. Gradien
normal PaCO2-ETCO2 sekitar 5 mm Hg. Dengan peningkatan PaCO2 pada hipovolemia,
atau penurunan pada hipervolemia, perubahan yang berkaitan akan terlihat pada
ETCO2. Kapnografi membutuhkan sampel kontinu udara ekshalasi.
Jelaskan
pada klien tujuan pemeriksaan. Klien yang menjalani kapnografi akan terpasang
selang endotrakheal atau trakheostomi untuk ventilasi mekanik atau penatalaksanaan
jalan napas. Sensor akan ditempelkan pada selang tersebut untuk mengukur ETCO2.Arteri
ulnaris
Ø PEMERIKSAAN
GAS DARAH ARTERI
Analisis
gas darah arteri memberikan determinasi objektif tentang oksigenasi darah
arteri, pertukaran gas, ventilasi alveolar, dan keseimbangan asam-basa (Tabel
2-5). Dalam pemeriksaan ini, dibutuhkan sampel darah arteri yang diambil dari
arteri femoralis, radialis, atau brakhialis dengan menggunakan spuit yang telah
diberi heparin untuk mencegah pembekuan darah. Pertama lakukan tes Allen’s,
yaitu pengkajian cepat sirkulasi kolateral pada tangan. Tes ini penting sebelum
melakukan pungsi arteri radialis. Sumbat kedua arteri radialis dan ulnaris
dengan jari tangan Anda. Minta klien untuk mengepalkan tangannya. Jika klien membuka
kepalan tangannya saat kedua arteri masih tersumbat, tangan klien akan pucat.
Jika Anda melepaskan sumbatan dari salah satu arteri, tangan klien seharusnya
berwarna pink karena adanya sirkulasi kolateral. Kaji patensia kedua arteri
dengan cara seperti ini, secara bergantian. Jika sirkulasi kolateral adekuat,
Anda dapat mengambil darah dari arteri radialis ini. Spuit kemudian ditutup
untuk mencegah kontak dengan udara dan diletakkan dalam wadah termos berisi es
sampai tiba waktu dianalisa. Berikan tekanan selama sedikitnya 5 menit pada
tempat penusukan setelah jarum dicabut untuk mencegah perdarahan. Pasien dengan
gangguan pembekuan darah memerlukan penekanan lebih lama. Implikasi keperawatan
termasuk mengkaji tempat penusukan secara periodik dan memberikan tekanan
selama yang diperlukan untuk mencegah pembentukan hematom atau memar.
Table 2-5. Gas – gas darah arteri
Table 2-5. Gas – gas darah arteri
2.10 Pemeriksaan Spesimen
Ø PEMERIKSAAN
SPUTUM
Pemeriksaan
sputum biasanya diperlukan jika diduga adanya penyakit paru. Membran mukosa saluran
pernapasan berespons terhadap inflamasi dengan meningkatkan keluaran sekresi
yang sering mengandung organisme penyebab. Perhatikan dan catat volume,
konsistensi, warna dan bau sputum. Pemeriksaan sputum mencakup pemeriksaan :
1. Pewarnaan Gram, biasanya pemeriksaan ini memberikan cukup informasi tentang organisme yang cukup untuk menegakan diagnosis presumtif.
1. Pewarnaan Gram, biasanya pemeriksaan ini memberikan cukup informasi tentang organisme yang cukup untuk menegakan diagnosis presumtif.
2. Kultur sputum mengidentifikasi
organisme spesifik untuk menegakkan diagnosa defmitif. Untuk keperluan
pemeriksaan ini, sputum harus dikumpulkan sebelum dilakukan terapi antibiotik
dan setelahnya untuk menentukan kemanjuran terapi.
3. Sensitivitas berfungsi sebagai
pedoman terapi antibiotik dengan mengidentifikasi antibiotik yang mencegah
pertumbuhan organisme yang terdapat dalam sputum. Untuk pemeriksaan ini sputum
dikumpulkan sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas
biasanya diinstruksikan bersamaan.
4. Basil tahan asam (BTA) menentukan
adanya mikobakterium tuberkulosis, yang setelah dilakukan pewarnaan bakteri ini
tidak mengalami perubahan warna oleh alkohol asam.
5. Sitologi membantu dalam
mengidentifikasi karsinoma paru. Sputum mengandung runtuhan sel dari
percabangan trakheobronkhial; sehingga mungkin saja terdapat sel-sel malignan.
Sel-sel malignan menunjukkan adanya karsinoma, tidak terdapatnya sel ini bukan
berarti tidak adanya tumor atau tumor yang terdapat tidak meruntuhkan sel.
6. Tes kuantitatif adalah
pengumpulan sputum selama 24 sampai 72jam.Pengumpulan sputum
Sebaiknya klien diinformasikan tentang pemeriksaan ini sehingga akan dapat dikumpulkan sputum yang benar-benar sesuai untuk pemeriksaan ini. Instruksikan pasien untuk mengumpulkan hanya sputum yang berasal dari dalam paru-paru. (Karena sering kali jika klien tidak dijelaskan demikian, klien akan mengumpulkan saliva dan bukan sputum). Sputum yang timbul pagi hari biasanya adalah sputum yang paling banyak mengandung organisme produktif. Biasanya dibutuhkan sekitar 4 ml sputum untuk suatu pemeriksaan laboratorium. Implikasi keperawatan untuk pengumpulan sputum termasuk:
Sebaiknya klien diinformasikan tentang pemeriksaan ini sehingga akan dapat dikumpulkan sputum yang benar-benar sesuai untuk pemeriksaan ini. Instruksikan pasien untuk mengumpulkan hanya sputum yang berasal dari dalam paru-paru. (Karena sering kali jika klien tidak dijelaskan demikian, klien akan mengumpulkan saliva dan bukan sputum). Sputum yang timbul pagi hari biasanya adalah sputum yang paling banyak mengandung organisme produktif. Biasanya dibutuhkan sekitar 4 ml sputum untuk suatu pemeriksaan laboratorium. Implikasi keperawatan untuk pengumpulan sputum termasuk:
1. Klien yang kesulitan dalam
pembentukan sputum atau mereka yang sangat banyak membentuk sputum dapat
mengalami dehidrasi, perbanyak asupan cairan klien.
2. Kumpulkan sputum sebelum makan
dan hindari kemungkinan muntah karena batuk.
3. Instruksikan klien untuk berkumur
dengan air sebelum mengumpulkan spesimen untuk mengurangi kontaminasi sputum.
4. Instruksikan klien untuk
mengingatkan dokter segera setelah spesimen terkumpul sehingga spesimen
tersebut dapat dikirim ke laboratorium secepatnya.
Ø TORASENTESIS
Torasentesis
adalah penusukan jarum ke dalam spasium pleural. Indikasi pemeriksaan
torasentesis termasuk:
1.Pengangkatan cairan pleural untuk tujuan diagnostik.
a. Pemeriksaan untuk mengetahui berat jenis, jumlah sel darah putih, bitung banding sel, jumlah sel darah merah, dan kosentrasi protein, glukosa, dan amilase.
b. Pembuatan kultur dan pemeriksaan terhadap adanya bakteri dan sel-sel ab¬normal atau malignan.
c. Penampilan umum cairan, kuantitas yang didapat, dan lokasi dari letak torasentesis harus dipesankan.
2.Biopsi pleural.
3. Pembuangan cairan pleural jika cairan tersebut mengancam dan mengakibatkan ketidaknyamanan klien.
4. Instilasi antibiotik atau obat lainnya ke dalam spasium pleural
Prosedur
1.Pengangkatan cairan pleural untuk tujuan diagnostik.
a. Pemeriksaan untuk mengetahui berat jenis, jumlah sel darah putih, bitung banding sel, jumlah sel darah merah, dan kosentrasi protein, glukosa, dan amilase.
b. Pembuatan kultur dan pemeriksaan terhadap adanya bakteri dan sel-sel ab¬normal atau malignan.
c. Penampilan umum cairan, kuantitas yang didapat, dan lokasi dari letak torasentesis harus dipesankan.
2.Biopsi pleural.
3. Pembuangan cairan pleural jika cairan tersebut mengancam dan mengakibatkan ketidaknyamanan klien.
4. Instilasi antibiotik atau obat lainnya ke dalam spasium pleural
Prosedur
Torasentesis
adalah mengalirkan cairan atau udara yang ditemukan dalam rongga pleural.
Torasentesis terapeutik akan membuang cairan atau udara yang menum-puk dalam
rongga pleura yang dapat menyebabkan kompresi paru dan distres pernapasan.
Cairan yang dikumpulkan dikirim ke laboratorium dan diperiksa terhadap berat
jenis, glukosa, protein, pH, kultur, pemeriksaan sensitivitas, dan sitologi.
Warna dan konsistensi cairan pleural juga dicatat.
Perawatan praprosedur
Perawatan praprosedur
Dapatkan
izin tindakan dari klien dan jelaskan pada klien tentang prosedur dan
tujuannya. Posisi klien duduk tegak sambil condong ke depan di atas meja trei
atau sandaran kursi. Perhatikan posisi klien, dengan posisi ini cairan dalam
pleura berkumpul pada dasar toraks. Bila tidak, baringkan klien dalam posisi
rekumben dengan lengan terletak di bawah kepalanya. Penusukan jarum akan
menimbulkan nyeri. Instruksikan klien untuk tidak bergerak selama prosedur
karena gerakan mendadak dapat mendorong jarum menebus rongga pleura dan
mencederai pleura viseralis atau parenkim paru. Pemeriksaan membutuhkan waktu 5
sampai 15 menit. Selama prosedur bantu dokter; pantau tanda vital; dan amati
terhadap dispnea, keluhan kesulitan bernapas, mual, atau nyeri.
Ø KETERAMPILAN
2-2. MEMBANTU DALAM TINDAKAN TORASENTESIS
Torasentesis
adalah tindakan mengaspirasi cairan pleural atau udara, dilakukan untuk
menghilangkan tekanan, nyeri, atau dispnea.
Respons yang
diantisipasi: klien dalam keadaaan nyaman selama prosedur dan tidak mengalami
dispnea, batuk, atau distres pernapasan.Respons yang merugikan: klien mengalami
distres pernapasan dan menunjukkan gejala seperti peningkatan frekuensi
pernapasan; batuk takterkontrol; mukus berbusa dan bersemu darah; frekuensi
jantung cepat; atau tanda-tanda hipoksia.Peralatan yang dibutuhkan : trai
torasentesis: jarum aspirasi No. 16; 8,75 cm, 1 ampul lidokain 1 % (5 ml),
jarum No. 21; 3,75 cm, jarum No. 25; 5/8 inci, spuit 5 ml, spuit 50 ml, katup
dua jalur, 3 buah tabung spesimen, kantung drainase, linen, plester adesif,
aplikator prep, spong, trai prep, sarung tangan steril.
Perawatan pascaprosedur
Setelah
prosedur, klien biasanya dibaringkan pada sisi yang tidak sakit selama 1 jam
untuk memudahkan ekspansi paru. Kaji tanda vital sesuai ketentuan institusi.
Frekuensi dan karakter pernapasan dan bunyi napas harus dikaji dengan cermat.
Takipnea, dispnea, sianosis, retraksi, atau tidak terdengarnya bunyi napas yang
dapat menandakan pneumotoraks harus dilaporkan pada dokter.
Jumlah
cairan yang dikeluarkan harus dicatat sebagai haluaran cairan. Pemeriksaan
ronsen dada mungkin dilakukan untuk mengevaluasi tingkat reekspansi paru dan
pneumotoraks. Emfisema subkutan dapat menyertai prosedur ini, karena udara
dalam rongga pleura masuk ke dalam jaringan subkutan. Jaringan ini teraba
seperti kertas (krepitus) ketika dipalpasi. Biasanya emfisema subkutan tidak menjadi
masalah kecuali bila terjadi peningkatan dan menghambat organ lain (mis.
trakhea). Klien harus dijelas-kan ten tang kondisi ini.
Ø PEMERIKSAAN
BIOPSI
Spesimen
untuk pemeriksaan biopsi dapat dikumpulkan dari berbagai jaringan sistem
pernapasan. Biopsi struktur trakheobronkhial dapat dilakukan selama
bronkhoskopi. Biopsi scalene dan nodus mediastinal dapat dilakukan (dengan
anestesi lokal) untuk mendapatkanjaringan guna pemeriksaan patologis, kultur,
atau pengkajian sitologi.
Biopsi pleural
Biopsi pleural
Biopsi
pleural dapat dilakukan melalui insisi torakotomi kecil secara bedah atau
selama torasentesis, menggunakan jarum cope. Biopsi jarum adalah prosedur
diagnostik yang relatif aman dan sederhana yang sangat berguna untuk menentukan
penyebab efusi pleural. Jarum mengangkat fragmen kecil pleura parietalis, yang
digunakan untuk pemeriksaan kultur dan selular mikroskopis. Jika diperlukan
pemeriksaan bakteriologi, spesimen biopsi harus didapatkan sebelum dimulai
kemoterapi.
Dapatkan
izin tindakan dari klien dan jelaskan tujuan dan pentingnya pemeriksaan
diagnostik ini. Persiapan dan posisi klien untuk biopsi pleural serupa dengan
persiapan dan posisi untuk torasentesis. Pemeriksaan ini menimbulkan nyeri, dan
klien harus diam takbergerak. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu 15 sampai 30
menit.
Komplikasi yang jarang terjadi termasuk nyeri sementara akibat cedera saraf interkosta, pneumotoraks, dan hemotoraks. Setelah prosedur amati klien terhadap komplikasi (mis, dispnea, pucat, diaforesis, nyeri hebat). Pneumotoraks yang berkaitan dengan biopsi jarum dapat saja terjadi. Perawat harus menyediakan selang dada dan peralatan drainase dada. Pemeriksaan ronsen biasanya dilakukan setelah prosedur ini. Terjadinya hemotoraks ditandai dengan peningkatan cairan dalam rongga pleural dan membutuhan tindakan torasentesis segera.
Seperti halnya dengan biopsi pleural, biopsi paru dapat dilakukan dengan pemajanan bedah paru (biopsi paru terbuka) dengan atau tanpa endoskopi menggunakan jarum yang dirancang untuk mengangkat jaringan paru. Jaringan kemudian diperiksa terhadap struktur selular abnormal dan bakteri. Biopsi paru paling sering dilakukan untuk mengidentifikasi tumor pulmonal atau perubfthan parenkim (mis. sarkoidosis).
Komplikasi yang jarang terjadi termasuk nyeri sementara akibat cedera saraf interkosta, pneumotoraks, dan hemotoraks. Setelah prosedur amati klien terhadap komplikasi (mis, dispnea, pucat, diaforesis, nyeri hebat). Pneumotoraks yang berkaitan dengan biopsi jarum dapat saja terjadi. Perawat harus menyediakan selang dada dan peralatan drainase dada. Pemeriksaan ronsen biasanya dilakukan setelah prosedur ini. Terjadinya hemotoraks ditandai dengan peningkatan cairan dalam rongga pleural dan membutuhan tindakan torasentesis segera.
Seperti halnya dengan biopsi pleural, biopsi paru dapat dilakukan dengan pemajanan bedah paru (biopsi paru terbuka) dengan atau tanpa endoskopi menggunakan jarum yang dirancang untuk mengangkat jaringan paru. Jaringan kemudian diperiksa terhadap struktur selular abnormal dan bakteri. Biopsi paru paling sering dilakukan untuk mengidentifikasi tumor pulmonal atau perubfthan parenkim (mis. sarkoidosis).
Rangkuman Bab
Untuk
dapat melakukan pengkajian keperawatan yang terarah dan sistematis
pertimbangkan daftar periksa pengkajian berikut ini:
1. Sudahkah say a mengumpulkan semua
peralatan, termasuk wadah untuk spesimen sputum?
2. Sudahkah saya mencuci tangan
dengan bersih?
3. Sudahkah saya menghangatkan
bagian bell dan diafragma stetoskop dalam genggaman saya?
4. Menggunakan survai cepat untuk
mengevaluasi kesulitan bernapas klien, sudahkah saya memutuskan akan seberapa
luas pemeriksaan dilakukan?
5. Jika memeriksa anak-anak, apakah
saya menggunakan stetoskop ukuran anak-anak.
6. Apakah saya sudah menyiapkan
selimut yang cukup untuk menutupi tubuh klien?
7. Sudahkan saya menelaah data
laboratorium yang relevan?
v Pengkajian
sistem pernapasan, seperti halnya pengkajian pada sistem tubuh lainnya, harus
menitikberatkan sifat individual klien (disesuaikan dengan masalah dan
kebutuhan klien saat ini).
v Pengkajian
sistem pernapasan dimulai dengan mengumpulkan riwayat kesehatan yang mencakup
data biografi, demografi, gejala saat ini (keluhan), riwayat kese¬hatan masa
lalu, dan riwayat psikososial.
v Pemeriksaan
fisik dilakukan setelah riwayat kesehatan dikumpulkan dengan meng¬gunakan
teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
v Pengkajian
diagnostik pada sistem pernapasan bertujuan untuk mengkaji status fungsi
anatomi dan spesimen.
v Pemeriksaan
diagnostik untuk mengevaluasi fungsi pernapasan termasuk uji fungsi pulmonal,
oksimetri nadi, kapnografi, dan analisis gas darah arteri.
v Pemeriksaan
diagnostik untuk mengevaluasi struktur anatomi termasuk radiologi toraks dan
paru-paru, ultrasonografi, CTscan, fluoroskopi, angiografi pulmonal, PET,
endoskopi, dan bronkhoskopi.
v Pemeriksaan
diagnostik untuk mengevaluasi spesimen termasuk pemeriksaan sputum,
torasentesis, dan pemeriksaan biopsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar