MIASTENIA
GRAVIS
A. Definisi
Myastenia gravis merupakan gangguan yang
mempengaruhi trasmisi neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah
kesadaran seseorang (volunteer) . Karakteristik yang muncul berupa kelemahan
yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal
itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth
2002)
Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang
mempengaruhi transmisi impuls pada otot-otot volunter tubuh (Sandra
M. Neffina 2002)
Miastenia gravis (MG) ialah penyakit kronik
Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis
dlah gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang
kerjanya di bawah kesadaran seseorang(volunter). Miastenia grafis merupakan
kelemahan otot yang parah dan satu-satunya penyakit neuromuskular dengan
gabungan antar cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya
pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal) (price dan wilson, 1995)
miastenia gravis berarti kelemahan otot yang parah.
Miastenia gravis merupakan satu-satunya penyakit neuromuskular yang merupakan
gabungan antara cepatnya terjadi kelemahan otot-otot voluntar dan lambatnya
pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal)
Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang
bermanifestasi sebagai kelemahan dan kelelahan otot-otot rangka akibat
defisiensi reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuskular. Serangan dapat terjadi pada beberapa
usia, ini terlihat paling sering pada wanita 15 sampai 35 tahun dan pada pria
sampai 40 tahun. Miastenia gravis lebih banyak terdapat pada wanita daripada
pria (usia 40 tahun). Kalau penderita punya thymomas, justru mayoritas pada
pria dengan 50-60 tahun.. Meskipun begitu,
gangguan tersebut bisa mempengaruhi para pria atau wanita pada usia berapapun.
Jarang, terjadi selama masa kanak-kanak.
Miastenia
Gravis adalah suatu penyakit autoimun dimana persambungan otot dan saraf
(neuromuscular junction) berfungsi secara tidak normal dan menyebabkan
kelemahan otot menahun.Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan
biasanya mulai timbul pada usia 20-40 tahun
Miastenia gravis adalah salah satu penyakit gangguan
autoimun yang mengganggu sistem sambungan saraf (synaps). Pada penderita
miastenia gravis, sel antibodi tubuh atau
kekebalan akan menyerang sambungan saraf yang mengandung acetylcholine (ACh),
yaitu neurotransmiter yang mengantarkan rangsangan dari saraf satu ke saraf
lainnya. Jika reseptor mengalami gangguan maka akan menyebabkan defisiensi,
sehingga komunikasi antara sel saraf dan otot terganggu dan menyebabkan
kelemahan otot.
B.
ETIOLOGI
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan
dengan gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara
unsur saraf dan unsur otot akibat reaksi autoimun. Pada ujung akson motor
neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan
asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel
globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor
(AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran
serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian
terjadilah kontraksi otot. Kontraksi otot mengalami kerusakan menyebabkan
kelemahan otot.
Kadang
kelemahan otot terjadi setelah sembuh dari suatu penyakit dan seringkali timbul
karena penuaan (sarkopenia). pada
miastenia gravis, sistem kekebalan membentuk antibodi yang menyerang reseptor
yang terdapat di sisi otot dari neuromuscular junction.
Reseptor yang dirusak terutama adalah reseptror yang menerima sinyal saraf dengan bantuan asetilkolin (bahan kimia yang mengantarkan impuls saraf melalui junction atau disebut juga neurotransmiter). Apa yang menjadi penyebab tubuh menyerang asetilkolinnya sendiri, tidak diketahui.Tetapi faktor genetik pada kelainan kekebalan tampaknya memegang peran yang penting.Antibodi ini ikut dalam sirkulasi darah dan seorang ibu hamil yang menderita miastenia gravis bisa melalui plasenta dan sampai ke janin yang dikandungnya. Pemindahan antibodi ini bisa menyebabkan miastenia neonatus, dimana bayi memiliki kelemahan otot yang akan menghilang beberapa hari sampai beberapa minggu setelah dilahirkan.
Reseptor yang dirusak terutama adalah reseptror yang menerima sinyal saraf dengan bantuan asetilkolin (bahan kimia yang mengantarkan impuls saraf melalui junction atau disebut juga neurotransmiter). Apa yang menjadi penyebab tubuh menyerang asetilkolinnya sendiri, tidak diketahui.Tetapi faktor genetik pada kelainan kekebalan tampaknya memegang peran yang penting.Antibodi ini ikut dalam sirkulasi darah dan seorang ibu hamil yang menderita miastenia gravis bisa melalui plasenta dan sampai ke janin yang dikandungnya. Pemindahan antibodi ini bisa menyebabkan miastenia neonatus, dimana bayi memiliki kelemahan otot yang akan menghilang beberapa hari sampai beberapa minggu setelah dilahirkan.
Gangguan tersebut kemungkinan dipicu oleh infeksi,
operasi, atau penggunaan obat-obatan tertentu, seperti nifedipine atau
verapamil (digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi), quinine (digunakan
untuk mengobati malaria), dan procainamide (digunakan untuk mengobati kelainan
ritme jantung). Neonatal myasthenia terjadi pada 12% bayi yang dilahirkan oleh
wanita yang mengalami myasthenia gravis. Antibodi melawan acetylcholine, yang
beredar di dalam darah, bisa lewat dari wanita hamil terus ke plasenta menuju
janin. Pada beberapa kasus, bayi men galami kelemahan otot yang hilang beberapa
hari sampai beberapa minggu setelah lahir. Sisa 88% bayi tidak terkena.
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia
gravis dapat disebabkan:
ü
pekerjaan fisik yang berlebihan
ü
emosi
ü
infeksi
ü
melahirkan anak
ü
progresif dari penyakit
ü
obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro
muskuler, misalnya streptomisin, neomisisn, kurare, kloroform, eter, morfin
sedative dan muscle relaxan
ü
Penggunaan urus-urus enema disebabkan
oleh karena hilangnya kalium
C. KLASIFIKASI
A.
Klasifikasi
klinis miastenia gravis dapat dibagi menjadi
a. Kelompok
I: Miastenia okular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis
dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada kasus kematian
b. Kelompok
IIA: Miastenia umum ringan
Awitan( onset) lambat, biasanya pada mata, lambat
laun menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar. Sistem pernapasan tidak terkena.
Respon terhadap terapi obat baik. Angka kematian rendah
c. Kelompok
IIB: Miastenia umum sedang
Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala
ocular, lalu berlanjut semakin berat dengan terserangnya seluruh otot-otot
rangka dan bulbar. Disartria, disfagia, dan sukar mengunyah lebih nyata
dibandingkan dengan miastenia gravis umum ringan. Otot-otot pernapasan tidak
terkena. Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktifitas pasien
terbatas, tetapi angka kematian rendah
d. Kelompok
III: Miastenia berat fulminan akut
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka
dan bulbar yang berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernapasan.
Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Respons terhadap
obat buruk. Insiden krisis miastenik, kolinergik, maupun krisis gabungan
keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi
e. Kelompok
IV: Miastenia berat lanjut
Miastenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit
2 tahun sesudah awitan gejala-gejala kelompok I atau II. Miastenia gravis
berkembang secara perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Respons terhadap obat
dan prognosis buruk.
B. bentuk varian miastenia gravis,
antara lain:
a.
Miastenia neonates
Jenis ini hanya bersifat sementara, biasanya kurang dari
bulan. Jenis ini terjadi pada bayi yang ibunya menderita miastenia gravis,
dengan kemungkinan 1:8, dan disebabkan oleh masuknya antibodi antireseptor
asetilkolin ke dalam melalui plasenta
b.
Miastenia anak-anak (juvenile
myastenia)
Jenis ini mempunyai karakteristik yang sama dengan
miastenia gravis pada dewasa
c.
Miastenia congenital
Biasanya muncul pada saat tidak lama setelah bayi lahir.
Tidak ada kelainan imunologik dan antibodi antireseptor asetilkolin tidak
ditemukan. Jenis ini biasanya tidak progresif
d.
Miastenia familial
Sebenarnya, jenis ini merupakan kategori diagnostik yang
tidak jelas. Biasa terjadi pada miastenia kongenital dan jarang terjadi pada
miastenia gravis dewasa
e.
Sindrom miastenik
(Eaton-Lambert Syndrome)
Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan
oleh terganggunya pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf. Sering kali
berkaitan dengan karsinoma bronkus (small-cell carsinoma). Gambaran kliniknya
berbeda dengan miastenia gravis. Pada umumnya penderita mengalami kelemahan
otot-otot proksimal tanpa disertai atrofi, gejala-gejala orofaringeal dan
okular tidak mencolok, dan refleks tendo menurun atau negatif. Seringkali penderita
mengeluh mulutnya kering
f.
Miastenia gravis
antibodi-negatif
Kurang lebih ¼ daripada penderita miastenia gravis tidak
menunjukkan adanya antibodi. Pada umumnya keadaan demikian terdapat pada pria
dari golongan I dan IIB. Tidak adanya antibodi menunjukkan bahwa penderita
tidak akan memberi respons terhadap pemberian prednison, obat sitostatik,
plasmaferesis, atau timektomi
g.
Miastenia gravis terinduksi
penisilamin
D-penisilamin (D-P) digunakan untuk mengobati arthritis
rheumatoid, penyakit Wilson, dan sistinuria. Setelah penderita menerima D-P
beberapa bulan, penderita mengalami miastenia gravis yang secara perlahan-lahan
akan menghilang setelah D-P dihentikan
h.
Botulisme
Botulisme merupakan akibat dari bakteri anaerob,
Clostridium botulinum, yang menghalangi pengeluaran asetilkolin dari ujung
saraf motorik. Akibatnya adalah paralisis berat otot-otot skelet dalam waktu
yang lama. Dari 8 jenis toksin botulinum, tipe A dan B paling sering
menimbulkan kasus botulisme. Tipe E terdapat pada ikan laut (see food).
Intoksikasi biasanya terjadi setelah makan makanan dalam kaleng yang tidak
disterilisasi secara sempurna.
Mula-mula timbul mual dan muntah, 12-36 jam sesudah
terkena toksin. Kemudian muncul pandangan kabur, disfagia, dan disartri. Pupil
dapat dilatasi maksimal. Kelemahan terjadi pola desendens selama 4-5 hari,
kemudian mencapai tahap stabil (plateau). Paralisis otot pernapasan dapat
terjadi begitu cepat dan bersifat fatal. Pada kasus yang berat biasanya terjadi
kelemahan otot ocular dan lidah. Sebagian besar penderita mengalami disfungsi
otonom (mulut kering, konstipasi, retensi urin).
C.
Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe :
a.
Oeular miastenia
terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan
diplopia sangat ringan dan tidak ada kematian
b.
Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan
meluas ke otot-otot skelet dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon
terhadap otot baik
Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan
respon terhadap obat tidak memuaskan
c.
Severe generalized myasthenia
ü
Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot
pernafasan, progesi penyakit biasanya komlit dalam 6 bulan. Respon terhadap
obat kurangmemuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi,
insidens tinggi thymoma
ü
Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II
progresif dari myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase
thymoma kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek
d.
Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia
gravis dapat disebabkan:
ü
pekerjaan fisik yang berlebihan
ü
emosi
ü
infeksi
ü
melahirkan anak
ü
progresif dari penyakit
ü
obat-obatan yang dapat
menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin, neomisisn, kurare,
kloroform, eter, morfin sedative dan muscle relaxan
ü
Penggunaan urus-urus enema
disebabkan oleh karena hilangnya kalium
D. Manifestasi Klinik
ü
Ptosis dan diplopia
Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular
yang menimbulkan kelopak mata turun (ptosis) dan diplopia ( penglihatan ganda ) ini karena otot mata lemah.
Mula timbul dengan ptosis unilateral atau bilateral. Setelah beberapa minggu
sampai bulan, ptosis dapat dilengkapi dengan diplopia (paralysis ocular).
Kelumpuhan-kelumpuhan bulbar itu timbul setiap hari menjelang sore atau malam.
Pada pagi hari orang sakit tidak diganggu oleh kelumpuhan apapun. Tetapi lama
kelamaan kelumpuhan bulbar dapat bangkit juga pada pagi hari sehingga boleh
dikatakan sepanjang hari orang sakit tidak terbebas dari kesulitan penglihatan.
Gejala ini biasanya
intermitten, dan dapat hilang untuk beberapa minggu kemudian terjadi kembali.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan ptosis unilateral atau bilateral,
salah satu otot okular paretik, paresis N III interna (reaksi pupil). Diagnosis
dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebra kelopak mata.
Walaupun otot levator palpebra jelas lumpuh pada miastenia gravis, namun
adakalanya masih bisa bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot
okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia gravis. Bila penyakit
hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat
ringan dan tidak akan menyebabkan kematian
ü
kesulitan berbicara
(dysarthria) & kesulitan menelan (dsyphagia)
miastenia gravis menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring.Pada pemeriksaan dapat
ditemukan paresis N VII bilateral atau unilateral, kelemahan otot pengunyah, paresis palatum
mol/arkus faringeus/uvula/otot-otot farings dan lidah. Keadaan ini dapat
menyebabkan regurgitasi dan tersedak melalui hidung jika pasien
mencoba menelan, menimbulkan suara yang abnormal, atau suara nasal, dan pasien
tidak mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang yang menggantung
ü
suara parau ( disfonia ) dan otot
leher yang lemah yang selalu membuat kepala cenderung jatuh jatuh kedepan atau
ke belakang
miastenia gravis menyerang otot-otot leher sehingga kepala harus ditegakkan dengan tangan. Kemudian otot-otot
anggota gerak berikut otot-otot interkostal. Atrofi otot ringan dapat ditemukan
pada permulaan, tetapi selanjutnya tidak lebih memburuk lagi.
ü
Kelemahan diafragma dan
otot-otot interkosal progressif menyebabkan gawat napas
Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya
batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak
mampu lagi membersihkan lendir. gejala berat
berupa melemahnya otot pernapasan (respiratory paralysis), yang biasanya
menyerang bayi yang baru lahir
ü
Kelemahan menyeluruh biasanya
bermula pada batang tubuh, lengan, tungkai dalam satu tahun pertama onset
ü
Otot lengan biasanya yang
paling parah. Kelemahan otot cenderung memburuk setiap harinya, terutama setelah
aktivitas
Gejala-gejala ringan biasanya akan membaik setelah
beristirahat, dengan memberikan obat antikolinesterase. tetapi bisa muncul
kembali bila otot kembali beraktifitas Penyakit miastenia gravis ini bisa disembuhkan
tergantung kerusakan sistem saraf yang dialami.
Gejala-gejala dapat menjadi lebih atau mengalami pemburukan
( eksaserbasi) oleh sebab:
ü
Perubahan keseimbangan
hormonal, misalnya selama kehamilan, fluktuasi selama siklus haid atau gangguan
fungsi tiroid.
ü
Adanya penyakit penyerta
terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan infeksi yang disertai diare
dan demam
ü
Gangguan emosi, kebanyakan
pasien mengalami kelemahan otot apabila mereka berada dalam keadaan tegang
ü
Alkohol, terutama bila dicampur
dengan air soda yang mengandung
kuinin untuk mempermudah terjadinya kelemahan otot
GAMBAR PENYAKIT MIASTANIA GRAVIS
PADA KELOPAK MATA
E. KRISIS PADA MIAESTANIA
GRAVIS
Pada miastenia gravis dikatakan berada dalam krisis jika
ia tidak dapat menelan, membersihkan sekret, atau bernapas secara adekuat tanpa
bantuan alat-alat. Ada dua jenis krisis, yaitu:
1. Krisis miastenik
Krisis miastenik yaitu keadaan dimana dibutuhkan
antikolinesterase yang lebih banyak. Keadaan ini dapat terjadi pada kasus yang
tidak memperoleh obat secara cukup dan dapat dicetuskan oleh infeksi.
Tindakan terhadap kasus demikian adalah sebagai berikut:
ü Kontrol jalan napas
ü Pemberian antikolinesterase
ü Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis
Bila pada krisis miastenik pasien tetap mendapat
pernapasan buatan (respirator), obat-obat antikolinesterase tidak diberikan
terlebih dahulu, karena obat-obat ini dapat memperbanyak sekresi saluran
pernapasan dan dapat mempercepat terjadinya krisis kolinergik. Setelah krisis
terlampaui, obat-obat dapat mulai diberikan secara bertahap, dan seringkali
dosis dapat diturunkan.
2. Krisis kolinergik
Krisis kolinergik yaitu keadaan yang diakibatkan
kelebihan obat-obat antikolinesterase. Hal ini mungkin disebabkan karena pasien
tidak sengaja telah minum obat berlebihan, atau mungkin juga dosis menjadi
berlebihan karena terjadi remisi spontan. Golongan ini sulit dikontrol dengan
obat-obatan dan batas terapeutik antara dosis yang terlalu sedikit dan dosis
yang berlebihan sempit sekali. Respons mereka terhadap obat-obatan seringkali
hanya parsial.
Tindakan terhadap kasus demikianadalah sebagai berikut:
ü Kontrol jalan napas
ü Penghentian antikolinesterase untuk sementara waktu, dan dapat
diberikan atropine 1 mg intravena dan dapat diulang bila perlu. Jika diberikan
atropine, pasien harus diawasi secara ketat, karena secret saluran napas dapat
menjadi kental sehingga sulit dihisap atau mungkin gumpalan lender dapat
menyumbat bronkus, menyebabkan atelektasis. Kemudian antikolinesterase dapat
diberikan lagi dengan dosis yang lebih rendah
ü Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis.
Untuk membedakan kedua tipe krisis tersebut dapat
diberikan tensilon 2-5 mg intravena. Obat ini akan memberikan perbaikan
sementara pada krisis miastenik, tetapi tidak akan memberikan perbaikan atau
bahkan memperberat gejala-gejala krisis kolinergik.
F. PATOFISIOLOGI
Dasar ketidak normalan pada mestenia grafis adalah
adanyakerusakan pada transmisi impul saraf menuju sel-sel otak karena
kehilangan kemampuanatau hilangnya reseptor normal membran postsinaps pada
sambungan neuro muscular.
Otot kerangka atau otot lurik di persarafi oleh saraf
besar bermielin yang berasal dari sel kornum anterior medula spinalis dan
batang otak. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf
spinal dan kranial menuju ke perifer. Masing-masing saraf memiliki banyak
sekali cabang dan mampu merangsan sekitar 2.000 serabut otot rangka. Gabungan
antara saraf motorik dan serabut-serabut otot yang di persarafi disebut unit
motorik. Meskipun setiap neuron motorik mempersarafi banyak serbut otot, tetapi
setiap serabut otot di persarafi oleh hanya satu neuron motorik(price dan
wilson, 1995).
Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara
saraf motorik dan serabut otot disebut sinaps neuromuskular dan hubungan
neuromuskular. Hubungan neuromuskukar merupakan suatu sinap kimia antara saraf
dan otot yang terdiri atas tiga komponen dasar, yaitu unsur prasinaps, elemen
postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200 A. Unsur
prasinaps terdiri atas akson terminal dengan vesikel sinaps yang berisi
asetilkolin yang merupakan neurotransmiter.
Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson
terminal. Membran plasma akson terminal diebut membran prasinaps. Unsur
prosinaps terdiri dari membran membran post sinaps ( post – functional membrane
) atu lempeng akhir motorik serabut otot.
Membran post sinaps dibentuk oleh invaginasi selaput
otot atau sarkolema yang dinamakan alur atau palung sinaps tempat akson
terminal menonjol masuk ke dalamnya. Bagian ini mempunyai banyak lipatan (
celah- celah subneular ) yang sangat menambah luas permukaan. Membran post
sinaps memiliki reseptor reseptor asetilkolin dan sanggup menghasilkan
potensial lempeng akhir yang selanjutny dapat mencetuskan potensial aksi otot.
pada membran post sinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan
asetilkolin yaitu asetilkolinerase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat
antara membran pra sinaps dan post sinaps. Ruang tersebut terisi macam zat
gelatin dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi.
Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular maka
mebran akson terminal prasinaps mengalami depolaisasi sehingga asetilkolin akan
dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin
berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada
membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas
terhadap natrium maupun kalium pada membran postsinaps.
Infulks ion natrium dan pengeluaran ion kalium secara
tiba-tiba menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial
lempeg akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi
dalam membran otot yang tidak berhubungan dengan sarf, yang akan disalurkan
sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini memicu serangkaian reaksi yang
melibatkan kontraksi serabut otot. Setelah transmisi melewati hubungan
neuromuskular terjadi, asetilkolin akan dihancurkan oleh enzim
asetilkolinesterase.
Pada orang normal jumlah asetilkolin yang dilepaskan
sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan potensialaksi. Pada meastenia gravis,
konduksi neuromuskular terganggu. Jumlah resiptor asekotilkolin berkurang, mungkin akibat
cidera otoimun. Antibodi terhadap protein reseptor asetilkolin banyak ditemukan dalam serum
penderita miestenia gravis. Akibat dari kerusakan reseptor primer atau sekunder
oleh suatu agen primer yang belum di kenal merupakan faktor yang penting
nilainya dalam penentuan patogenesis yang tepat dari miastenia gravis.
Pada klien miastenia gravis, secara makroskopis
otot-ototnya tampak normal. Jika ada atrofi, maka itu disebabkan karena otot
tidak di pakai.secara mikroskopis beberapa kasus dapat ditemukan infiltrasi
limfosit dalam otot rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang konsisten(price
dan Wilson 1995).
Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai
hubungan neuromuskular, maka membran akson terminal presinaps mengalami
depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps.
Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor
asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan
permeabilitas terhadap natrium dan kalium secara tiba-tiba menyebabkan
depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika
EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membran otot yang
tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema.
Potensial aksi ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi
serabut otot. Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuscular terjadi,
astilkolin akan dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase
Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu.
Abnormalitas dalam penyakit miastenia gravis terjadi pada endplate motorik dan
bukan pada membran presinaps. Membran postsinaptiknya rusak akibat reaksi
imunologi. Karena kerusakan itu maka jarak antara membran presinaps dan
postsinaps menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin dalam perjalanannya
ke arah motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase. Selain itu jumlah
asetilkolin yang dapat ditampung oleh lipatan-lipatan membran postsinaps motor
end plate menjadi lebih kecil. Karena dua faktor tersebut maka kontraksi otot
tidak dapat berlangsung lama.
Kelainan kelenjar timus terjadi pada miastenia gravis.
Meskipun secara radiologis kelainan belum jelas terlihat karena terlalu kecil,
tetapi secara histologik kelenjar timus pada kebanyakan pasien menunjukkan
adanya kelainan. Wanita muda cenderung menderita hiperplasia timus, sedangkan
pria yang lebih tua dengan neoplasma timus. Elektromiografi menunjukkan
penurunan amplitudo potensial unit motorik apabila otot dipergunakan terus-menerus.
G. KOMPLIKASI
ü Bisa timbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi
yang tidak diawasi
ü Pneumonia
ü Bullous death
H. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika
seseorang mengalami kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau
wajah, atau kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena digunakan atau
berkurang jika otot yang terkena diistirahatkan.
Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai
untuk melakukan pengujian guna memperkuat diagnosis.Yang paling sering
digunakan untuk pengujian adalah edrofonium. Jika obat ini disuntikkan
intravena, maka untuk sementara waktu akan memperbaiki kekuatan otot pada
penderita miastenia gravis.Orang diminta untuk melatih otot yang terkena sampai
capai. Kemudian mereka diberikan obat. Jika secara sementara dan cepat
memperbaiki kekuatan otot, didiagnosa myasthenia gravis adalah hal yang mungkin.
Tes diagnosa lainnya diperlukan untuk memastikan
diagnosa. Mereka adalah:
·
Electromyography
penilaian fungsi otot dan saraf dengan cara perangsangan otot, kemudian merekam kegiatan listrik mereka
·
tes darah untuk mendeteksi
antibodi terhadap acetylcholine receptor dan kadangkala antibodi lain hadir
pada orang dengan gangguan tersebut. Tes darah juga dilakukan untuk memeriksa
gangguan lain
·
Computed tomography (CT) atau
magnetic resonance imaging (MRI) pada dada dilakukan untuk menilai kelenjar
thymus dan untuk memastikan apakah thymoma ada.Beberapa penderita memiliki
tumor pada kelenjar timusnya (timoma), yang mungkin merupakan penyebab dari
kelainan fungsi sistem kekebalannya.
tes
diagnostik lainnya :
A.
Antibodi anti-reseptor
asetilkolin
Antibodi ini spesifik untuk miastenia gravis, dengan demikian sangat
berguna untuk menegakkan diagnosis. Titer antibodi ini meninggi pada 90%
penderita miastenia gravis golongan IIA dan IIB, dan 70% penderita golongan I.
Titer antibodi ini umumnya berkolerasi dengan beratnya penyakit.
B.
Antibodi anti-otot skelet (anti-striated
muscle antibodi)
Antibodi ini ditemukan pada lebih dari 90% penderita dengan timoma
dan lebih kurang 30% penderita miastenia gravis. Penderita yang dalam serumnya
tidak ada antibodi ini dan juga tidak ada antibodi anti-reseptor asetilkolin,
maka kemungkinan adanya timoma adlah sangat kecil
C.
Tes tensilon (edrofonium
klorida)
Tensilon adalah suatu penghambat kolinesterase. Tes ini sangat
bermanfaat apabila pemeriksaan antibodi anti-reseptor asetilkolin tidak dapat
dikerjakan, atau hasil pemeriksaannya negatif sementara secara klinis masih tetap
diduga adanya miastenia gravis. Apabila tidak ada efek samping sesudah tes 1-2
mg intravena, maka disuntikkan lagi 5-8 mg tensilon.
Reaksi dianggap positif apabila ada perbaikan
kekuatan otot yang jelas (misalnya dalam waktu 1 menit), menghilangnya ptosis,
lengan dapat dipertahankan dalam posisi abduksi lebih lama, dan meningkatnya
kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung
lebih lama dari 5 menit. Jika diperoleh hasil yang positif, maka perlu dibuat
diagnosis banding antara miastenia gravis yang sesungguhnya dengan sindrom
miastenik.
Penderita sindrom miastenik mempunyai gejala-gejala yang serupa
dengan miastenia gravis, tetapi penyebabnya ada kaitannya dengan proses
patologis lain seperti diabetes, kelainan tiroid, dan keganasan yang telah meluas.
Usia timbulnya kedua penyakit ini merupakan faktor pembeda yang penting.
Penderita miastenia sejati biasanya muda, sedangkan sindrom miastenik biasanya
lebih tua. Gejala-gejala sindrom miastenik biasanya akan hilang kalau patologi
yang mendasari berhasil diatasi.Tes ini dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan
EMG
D.
Foto dada
Foto dada dalam posisi antero-posterior dan lateral perlu
dikerjakan, untuk melihat apakah ada timoma. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan
dengan sken tomografik
E.
Tes Wartenberg
Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes
Wartenberg. Penderita diminta menatap tanpa kedip suatu benda yang terletak di
atas bidang kedua mata beberapa lamanya. Pada miastenia gravis kelopak mata
yang terkena menunjukkan ptosis.
F.
Tes prostigmin
Prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atropin sulfas
disuntikkan intramuskular atau subkutan. Tes dianggap positif apabila
gejala-gejala menghilang dan tenaga membaik.
G.
Test elektro fisiologis
untuk menunjukan rangsangan saraf berulang penurunan respon.
I. PENDIDIKAN PASIEN DAN PEMELIHARAAN
KESEHATAN
a. Instruksikan
pasien dan keluarga berkaitan dengan gejala krisis miastenia
b. Ajari
pasien cara-cara untuk mencegah krisis dan memburuknya gejala
ü Hindari
terpajan flu dan inveksi lain
ü Hindari
panas atau dingin yang berlebihan
ü Beritahu
pasien untuk menginformasikan pada dokter gigi tentang kondisi, karena
penggunaan prokain (navokaine) tidak ditoleransi dengan baik dan dapat
mencetuskan krisis
ü Hindari
kesedihan secara emosional
C. Ajari
pasien dan keluarga berkaitan dengan penggunaan pengisap rumah
D. Tinjau
kembali masa puncak obat dan bagaimana menjadwalkan akivitas untuk mendapatakn
hasil yang baik
E. Tekankan
pentingnya priode istirahat yang terjadwal untuk menghindari keletihan
F. Anjurkan
pasien untuk memakai gelang kewaspadaan medis.
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian
obat antikolinestrase dan mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi
1.
obat Antikolinesterase
Obat-obatan kemungkinan digunakan untuk membantu
meningkatkan kekuatan dengan cepat atau untuk menekan reaksi autoimun dan
memperlambat kemajuan gangguan tersebut.
Dapat diberikan piridostigmin bromide (mestinon) 30-120
mg per oral tiap 3 jam atau neostigmin bromida 15-45 mg per oral tiap 3 jam.
Piridostigmin biasanya bereaksi secara lambat. Terapi kombinasi tidak
menunjukkan hasil yang menyolok. Apabila diperlukan, neostigmin metilsulfat
dapat diberikan secara subkutan atau intramuskularis (15 mg per oral setara
dengan 1 mg subkutan/intramuskularis), didahului dengan pemberian atropin
0,5-1,0 mg. Neostigmin dapat menginaktifkan atau
menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolin tidak segera dihancurkan.
Akibatnya aktifitas otot dapat dipulihkan mendekati normal, sedikitnya 80-90%
dari kekuatan dan daya tahan semula. Pemberian antikolinesterase akan sangat
bermanfaat pada miastenia gravis golongan IIA dan IIB. Efek samping pemberian
antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi parasimpatis,termasuk konstriksi
pupil, kolik, diare, salivasi berkebihan, berkeringat, lakrimasi, dan sekresi
bronkial berlebihan. Efek samping gastro intestinal (efek samping muskarinik)
berupa kram atau diare dapat diatasi dengan pemberian propantelin bromida atau
atropin. Penting sekali bagi pasien-pasien untuk menyadari bahwa gejala-gejala
ini merupakan tanda terlalu banyak obat yang diminum, sehingga dosis berikutnya
harus dikurangi untuk menghindari krisis kolinergik. Karena neostigmin
cenderung paling mudah menimbulkan efek muskarinik, maka obat ini dapat
diberikan lebih dulu agar pasien mengerti bagaimana sesungguhnya efek smping
tersebut.
pyridostigmine (diminum), bisa meningkatkan kekuatan
otot. Kapsul beraksi lama tersedia untuk malam hari digunakan untuk membantu
orang yang mengalami kelemahan berat atau kesulitan menelan ketika mereka
bangun di pagi hari. Dokter harus secara bertahap menyesuaikan dosis tersebut,
yang bisa meningkat selama peristiwa kelemahan. Meskipun begitu, dosis yang
terlalu tinggi bisa menyebabkan kelemahan yang sulit untuk dibedakan dari
penyebab gangguan tersebut. Juga, keefektifan obat-obatan ini bisa berkurang
dengan penggunaan jangka panjang. Peningkatan kelemahan, yang kemungkinan
disebabkan penurunan keefektifan obat tersebut, harus diteliti oleh dokter
dengan keahlian mengobati myasthenia gravis.
Efek samping yangs sering terjadi pada pyridostigmine
termasuk kram perut dan diare. Obat-obatan yang memperlambat kegiatan pada
saluran pencernaan, seperti atropine atau propantheline, kemungkinan diperlukan
untuk menetralkan efek ini.
2.
Terapi imunosupresif
ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau
pembuangan antibody secara langsung dengan pertukaran plasma
a.
Kortikostreoid
untuk menekan respon imun,
menurunkan jumlah antibody yang menghambat ,dokter bisa juga meresepkan kortikosteroid,
seperti prednison, atau immunosuppressant, seperti cyclosporine atau
azathioprine. Obat-obatan ini diminum. Kebanyakan orang membutuhkan untuk
menggunakan kortikosteroid dengan tidak terbatas. Ketika kortikosteroid mulai
diminum, gejala-gejala awalnya bisa memburuk, tetapi kemajuan terjadi dalam
beberapa bulan. Dosis tersebut kemudian dikurangi hingga dosis minimum yang
masih efektif. Kortokosteroid, ketika digunakan untuk waktu yang lama, bisa
memiliki efek samping ringan atau berat. Dengan demikian, azathioprine
kemungkinan diberikan sehingga kortikosteroid tersebut bisa dihentikan atau
dosisnya dikurangi. Dengan azathioprine, perbaikan memerlukan waktu sekitar 18
bulan
Di antara preparat steroid, prednisolon paling sesuai
untuk miastenia gravis, dan diberikan sekali sehari secara selang-seling
(alternate days) untuk menghindari efek samping. Dosis awalnya harus kecil (10
mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10 mg/minggu) untuk menghindari
eksaserbasi sebagaimana halnya apabila obat dimulai dengan dosis tinggi.
Peningkatan dosis sampai gejala-gejala terkontrol atau dosis mencapai 120 mg
secara selang-seling. Pada kasus yang berat, prednisolon dapat diberikan dengan
dosis awal yang tinggi, setiap hari, dengan memperhatikan efek samping yang
mungkin ada. Hal ini untuk dapat segera memperoleh perbaikan klinis. Disarankan
agar diberi tambahan preparat kalium. Apabila sudah ada perbaikan klinis maka
dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan) dengan tujuan memperoleh
dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian prednisolon secara mendadak
harus dihindari.
b.
Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga
memberikan hasil yang baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan
steroid dan terutama berupa gangguan saluran cerna,peningkatan enzim hati, dan
leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg BB selama 8 minggu
pertama. Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi
hati. Sesudah itu pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali.
Pemberian prednisolon bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan.
c.
Timektomi
Jika thymoma ada, kelenjar thymus harus diangkat dengan cara operasi
untuk mencegah thymoma menyebar. Jika tidak terdapat thymoma, manfaat
mengangkat kelenjar thymus tidak pasti.
Thimektomi (pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi) menyebabkan
remisi subtansial, terutama pada pasien dengan tumor atau hiperlasia kalenjer
timus.Perawatan
pasca operasi dan kontrol jalan napas harus benar-benar diperhatikan.
Melemahnya penderita beberapa hari pasca operasi dan tidak bermanfaatnya
pemberian antikolinesterase sering kali merupakan tanda adanya infeksi
paru-paru. Hal ini harus segera diatasi dengan fisioterapi dan antibiotik.
b.
Plasmaferesis
pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi
sementara dalam titer antibody. Ketika obat-obatan tidak menghasilkan keringanan atau ketika
myasthenic crisis terjadi, plasmapheresis kemungkinan digunakan. Pada
plasmapheresis, zat beracun (pada kasus ini, kelainan antibodi) disaring dari
darah.
Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali
dengan dosis 50 ml/kg BB. Cara ini akan memberikan perbaikan yang jelas dalam
waktu singkat. Plasmaferesis bila dikombinasikan dengan pemberian obat
imusupresan akan sangat bermanfaat bagi kasus yang berat. Namun demikian belum
ada bukti yang jelas bahwa terapi demikian ini dapat memberi hasil yang baik
sehingga penderita mampu hidup atau tinggal di rumah. Plasmaferesis mungkin
efektif padakrisi miastenik karena kemampuannya untuk membuang antibodi pada
reseptor asetilkolin, tetapi tidak bermanfaat pada penanganan kasus kronik
d.
Cuci darah atau hemodialisis
dengan menyaring antibodi dan membuatnya tidak aktif
lagi
e.
Immune globulin
cairan berisi berbagai antibodi berbeda dikumpulkan dari
kelompok donor. kemungkinan diberikan dengan infus sekali sehari untuk 5 hari. Lebih
dari dua pertiga orang bertambah baik dalam 1 sampai 2 minggu, dan efeknya bisa
berlangsung 1 sampai 2 bulan.
K. PROSES
KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. ANAMNESA
Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis
kelamin, status
Keluhan utama yang sering menyebabkan klien miastenia
gravis minta pertolongan kesehatan sesuai kondisi dari adanya penurunan atau
kelemahan otot-otot dengan manifestasi diplopia (penglihatan ganda), ptosis (
jatuhnya kelopak mata, dapat gambar 8-4) merupakan keluhan utama dari 90% klien
miestenia gravis, disfonia (gangguan suara), masalah menelan, dan menguyah
makanan. Pada kondisi berat keluhan utama biasanya adalah ketidak mampuan
menutup rahang, ketidakmampuan batuk efektif, dan dispenia
ü
RIWAYAT PENYAKIT SAAT INI
Miastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring,
dan faring. Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika klien
mencoba menelan (otot-otot palatum) menimbulkan suara yang abnormal atau suara
nasal, dan klien tidak mampu menutup mulut yang dinamakan sebagi tanda rahang
menggantung
Terserangnya otot-otot pernapasan
terlihat dari adanya batuk yang lemah dan akhirnya dapat berupa serangan
dispenea dan klien tak lagi mampu membersihkan lendir dari trakea dan
cabang-cabangnya.Pada kasus lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang dan
terjadi kelemahan semua otot-otot rangka. Biasanya
gejala-gejala miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan
memberikan obat antikolinesterase
ü
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit yang
memperberat kondisi miastenia grafis seperti hipertensi dan diabetes militus.
ü
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
kaji kemungkinan dari generasi terdahulu yang mempunyai
persamaan dengan keluhan klien saat ini
ü
PENGKAJIAN PSIKO SOSIO SPIRITUAL
Klien miastenia gravis sering mengalami gangguan emosi
dan kelemahan otot apabila mereka berada dalam keadan tegang. Adanya kelemahan
pada kelopak mata (ptosis), dilopia, dan kerusakan dalam komunikasi verbal
menyebabkan klien sering mengalami gangguan citra diri.
b.
PEMERIKSAAN
FISIK
Seperti
telah disebutkan sebelumnya, miastenia gravis diduga merupakan gangguan
autoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi
hubungan neuromuskular. Keadaan ini sering bermanifestasi sebagai penyakit yang
berkembang progresif lambat. Tetapi penyakit ini dapat tetap terlokalisasi pada
sekelompok otot tertentu saja. Karena perjalanan penyakitnya sangat berbeda
pada masing-masisng klien, maka prognosisnya sulit ditentukan
ü B1
(breathing)
Inspeksi
apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk efektif, produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut dan
peningkatan frekuensi pernafasan sering didapatkan pada klien yang disertai
adanya kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronkhi dan stridor pada klien menandakan adanya akumulasi sekret pada jalan
napas dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan
ü B2
(blood)
Pengkajian
pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan untuk memantau perkembangan
status kardiovaskuler, terutama denyut nadi dan tekanan darah yang secara
progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak membaikya status pernapasan,Hipotensi / hipertensi, takikardi /
bradikardi
ü B3(brain)
Pengkajian
B3 (brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata
atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik
ü B4
(bladder)
Pemeriksaan
pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume output urine,ini
berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
Pemeriksaan lainnya berhubungan dengan Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya
sensasi saat berkemih.
ü B5
(bowel)
Mual
sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan
nutrisi pada klien miastenia gravis menurun karena ketidakmampuan menelan
maknan sekunder dari kelemahan otot-otot menelan.pemeriksaan lainnya berhubungan dengan kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus
turun.
ü B6
(bone)
Adanya
kelemahan otot-otot volunter memberikan hambatan pada mobilitas dan mengganggu
aktifitas perawatan diri. Pemeriksaan lainnya berhubungan dengan Gangguan aktifitas/ mobilitas fisik,
kelemahan otot yang berlebihan.
Tingkat kesadaran
Biasanya
pada kondisi awal kesadaran klien masih baik
Fungsi serebral
Status
mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara dan
observasi ekspresi wajah, aktifitas motorik yang mengalami perubhan seperti
adanya gangguan perilaku, alam perasaan, dan persepsi.
Pemeriksaan syaraf cranial
Saraf I : Biasanya pada klien epilepsi
tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan
Saraf II : Penurunan pada tes
ketajaman penglihatan, klien sering mengeluh adanya penglihatan ganda
Saraf III, IV dan VI : Sering didaptkan adanya
ptosis. Adanya oftalmoglegia (dapat
dilihat pada gambar 8-5), mimik dari pseudointernuklear oftalmoglegia akibat
gangguan motorik pada saraf VI
Saraf V :
Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat
kelumpuhan pada otot-otot wajah.
SarafVII : Persepsi
pengecapan teganggu akibat adanya gangguan motorik lidah/triple-furrowed lidah
Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya
tuli konduktif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X : Ketidakmampuan dalam menelan
Saraf
XI : Tidak ada atrofi otot
sternoklidomastoideus dan trapezius
Saraf
XII : Lidah tidak simetris,
adanya deviasi pada satu sisi akibat kelemahan otot motorik pada
lidah/triple-furrowed lidah
Sistem motorik
Karakteristik utama
miastenia gravis adalah kelemahan dari sistem motorik. Adanya kelemahan umum
pada otot-otot rangka memberikan manifestasi pada hambatan mobilitas dan
intoleransi aktivitas klien.
Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan
refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum derajat
refleks pada respon normal.
Sistem sensorik
Pemeriksaan
sensorik pada epilepsi biasanya didapatkan perasaan raba normal, perasaan suhu
normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh.
2.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
a.
Ketidakefektifan pola napas yang
berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
b.
Gangguan aktifitas hidup
sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan
Diagnosa
lain yang mungkin antara lain :
a. Ketidakefektifan
bersihan jalan napas yang berhubungan dengan peningkatan produksi mokus dan
penurunan kemampuan batuk efektif
b. Resiko
tinggi aspirasi yang berhubungan dengan penurunan kontrol tersedak dan batuk
efektif
c. Gangguan
pemenuhan nutrisi yang berhubungan dengan ketidakmampuan
d. Kerusakan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot volunter
e. Gangguan
komunikasi verbal yang berhubungan dengan disfonia, gangguan pengucapan kata,
gangguan neuromuskular, hilangnya kontrol tonus otot fasial atau oral
f. Gangguan
citra diri yang berhubungan dengan adanya ptosis, ketidakmampuan komunikasi
verbal
3.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
Ketidak
efektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan
|
||||||||||||||
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan
intervensi pola pernafasan klien kembali efektif
Kriteria hasil: irama, frekuensidan kedalaman
pernapasan dalam bahasa normal, bunyi napas terdengar jelas, respirator
terpasang dengan optimal
|
|
Gangguan
aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
keletihan.
|
||||||||
Tujuan: infeksi bronkhopulmonal dpat dikendalikan
untuk menghilangkan edema inflamsi dan memungkinkan penyembuhan aksi siliaris
normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan dampak pada individu
yang memiliki paru-paru normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM
|
Kesimpulan :
1. Miastenia
gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan dan
kelelahan otot yang bersifat progresif, dimulai dari otot mata dan berlanjut
keseluruh tubuh hingga ke otot pernapasan.
2. Miastenia
gravis disebabkan oleh kerusakan reseptor asetilkolin pada hubungan
neuromuskular akibat penyakit otoimun.
3. Gejala utama
miastenia gravis adalah kelemahan otot setelah mengeluarkan tenaga yang sembuh
kembali setelah istirahat.
4. Diagnosis
miastenia gravis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan gambaran klinis,
serta tes diagnostik yang terdiri atas: antibodi anti-reseptor asetilkolin,
antibodi anti-otot skelet, tes tensilon, foto dada, tes wartenberg, dan tes
prostigmin.
5. Pengobatan
miastenia gravis adalah dengan menggunakan obat-obat antikolinesterase yang
kerjanya menghancurkan asetilkolin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar