Total Tayangan Halaman

Jumat, 27 Juli 2012

askep bumil


ASUHAN KEPERAWATAN
IBU HAMIL G1P00000 UMUR KEHAMILAN 37 MINGGU DENGAN ASMA
Di susun oleh :

1.      Arif Tri Maryanto
2.      Churiyah Agustina
3.      Eva Nur Alvia
4.      Rohmatul Dwi Sasmita
5.      Riza Dwi Liana
6.      Sofyan Eko Ferdi Hansyah


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
D3 KEPERAWATAN
“INSAN CENDEKIA MEDIKA”
JOMBANG
2011




KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah YME karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya selaku penulis akhirnya dapat menyelesaikan asuhan keperawatan dengan tema “Ibu Hamil Dengan Asma” sebagai  tugas kelompok dalam semester ini.
Asuhan keperawatan ini disusun dari berbagai sumber reverensi yang relevan, baik buku-buku diktat kedokteran dan keperawatan, artikel-artikel nasional dan internasional dari internet dan lain sebagainya. Semoga saja makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri khususnya maupun bagi para pembaca pada umumnya.
Tentu saja sebagai manusia, penulis tidak dapat terlepas dari kesalahan. Dan penulis menyadari makalah yang dibuat ini jauh dari sempurna. Karena itu penulis merasa perlu untuk meminta maaf jika ada sesuatu yang dirasa kurang.
Penulis mengharapkan masukan baik berupa saran maupun kritikan demi perbaikan yang selalu perlu untuk dilakukan agar kesalahan - kesalahan dapat diperbaiki di masa yang akan datang.


Jombang, Mei 2011

Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Asma terdapat 3,4 – 8,4 % pada wanita hamil dan gangguan nafas sangat sering terjadi pada wanita hamil. Perjalanan asma selama kehamilan sangatlah bervariasi bisa tidak ada perubahan, bertambah buruk atau malah membaik dan akan kembali ke kondisi seperti sebelum hamil setelah tiga bulan melahirkan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita tidaklah sama, bahkan pada seseorang penderita asma serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan muncul pada usia kehamilan 24 – 36 minggu, dan akan berkurang pada akhir kehamilan.
Pada asma yang tidak terkontrol selama kehamilan akan mempunyai efek yang serius baik bagi ibu maupun bagi janin. Komplikasi untuk ibu pada asma yang tidak terkontrol adalah kemungkinan pre-eklampsia, eklampsia, perdarahan vagina dan persalinan premature, sedangkan komplikasi terhadap bayi adalah intra uterine growth retardation, bayi premature dan meningkatkan kemungkinan resiko kematian perinatal. Oleh karenanya pasien hamil dengan asma harus dianggap sebagai pasien dengan kehamilan resiko tinggi. Tujuan penatalaksanaan pasien asma dalam kehamilan harus meliputi : pencegahan eksaserbasi akut, mengontrol symptoms, mengurangi inflamasi saluran nafas, memelihara fungsi paru rata – rata mendekati normal.

B.     Tujuan
a.      Mengetahui tentang Penyakit asma pada ibu hamil
b.      Mengetahui Asuhan Keperawatan terhadap pasien ibu hamil dengan asma
c.       Memenuhi tugas mata kuliah Reproduksi I



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    DEFINISI
Asma adalah radang kronis pada jalan nafas yang berkaitan dengan obstruksi reversible dari spasme, edema, dan produksi mucus dan respon yang berlebihan terhadap stimuli. (Varney, Helen. 2003)
Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang.
Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sinclair, 2001)
Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita hamil. Asma yang terkendali dengan baik tidak memiliki efek yang berarti pada wanita yang hamil, melahirkan ataupun menyusui. Asma mungkin membaik, memburuk atau tetap tidak berubah selama masa hamil, tetapi pada kebanyakan wanita gejala-gejalanya cenderung meningkat selama tiga bulan terakhir dari masa kehamilan. Dengan bertumbuhnya bayi dan membesarnya rahim, sebagian wanita mungkin mengalami semakin sering kehabisan nafas. Tetapi ibu-ibu yang tidak menderita asmapun mengalami hal tersebut karena gerakan diafragma/sekat rongga badan menjadi terbatas. Adalah penting untuk memiliki sebuah rancang tindak asma dan ini harus ditinjau kembali secara teratur selama masa kehamilan.

B.     ETIOLOGI
Sebagian besar penyempitan pada saluran nafas disebabkan oleh semacam  reaksi alergi. Alergi adalah reaksi tubuh normal terhadap allergen, yakni zat-zat yang tidak berbahaya bagi kebanyakan orang yang peka. Alergen menyebabkan alergi pada orang-orang yang peka. Allergen menyebabkan otot saluran nafas menjadi mengkerut dan selaput lendir menjadi menebal.
Selain produksi lendir yang meningkat, dinding saluran nafas juga menjadi membengkok. Saluran nafas pun menyempit, sehingga nafas terasa sesak. Alergi yang diderita pada penderita asma biasanya sudah ada sejak kecil. Asma dapat kambuh apabila penderita mengalami stres dan hamil merupakan salah satu stress secara psikis dan fisik, sehingga daya tahan tubuh selama hamil cenderung menurun, daya tahan tubuh yang menurun akan memperbesar kemungkinan tersebar infeksi dan pada keadaan ini asma dapat kambuh. (Ilmu Penyakit Dalam)
Berdasarkan etiologinya, asma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asma intrinsik dan asthma ektrinsik.
a.       Asma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain.
b.      Asma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. 
Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi :
a.      Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut (konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di klinik adanya hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap secara klinik sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronchus
Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan  asma bronkiale.

b.      Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 3’5’ cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit / basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade adrenergik beta.


c.       Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.

C.    FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronkiale atau sering disebut sebagai faktor pencetus adalah :
a.      Alergen
Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
b.      Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas.
c.       Stress
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan  asma bronkiale.
d.      Olah raga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.
e.       Obat-obatan
Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
f.       Polusi udara
Pasien asthma  sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
g.      Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 – 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja.

D.    TANDA DAN GEJALA
Keluhan yang biasanya dirasakan saat terjadi asma, yaitu :
a.       Nafas pendek
b.      Nafas terasa sesak dan yang paling khas pada penderita asma adalah terdengar bunyi wising yang timbul saat menghembuskan nafas.
c.       Kadang-kadang batuk kering menjadi salah  satu  penyebabnya
d.      Pada kehamilan, biasanya serangan asma akan timbul pasa usia kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu dan pada akhir kehamilan serangan jarang terjadi.

E.     KOMPLIKASI
Pengaruh Asma Terhadap Kehamilan
Asma sewaktu kehamilan terutama asma yang berat dan tidak terkontrol dapat menyebabkan peningkatan resiko komplikasi perinatal seperti preeklampsi, kematian perinatal, prematur dan berat badan lahir rendah.
Pada asma yang sangat berat dapat mengakibatkan kematian ibu. Mekanisme yang dapat menerangkan ini adalah hipoksia akibat dari asma yang tidak terkontrol, akibat pengobatan asma, atau faktor patogenetis.
Walaupun beberapa mekanisme yang pasti belum diketahui tetapi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen yang baik sewaktu kehamilan akan memberikan hasil yang baik pada periode perinatal.
Penelitian Shiliang Liu terhadap 2193 wanita dengan asma dibandingkan dengan 8772 wanita yang dipilih secara random sebagai kelompok kontrol di Canada, menemukan bahwa asma pada ibu hamil secara signifikan berhubungan dengan beberapa kondisi seperti kelahiran preterm, bayi kecil atau besar dari usia kehamilan, preeklampsia, hipertensi selama kehamilan, perdarahan antepartum, korioamnionitis dan persalinan dengan seksio sesar. Kelainan terhadap janin didapatkan bayi besar dari usia kehamilan 12,4%, bayi kecil dari masa kehamilan 12,2% dan persalinan preterm 10%.
Efek pada ibu :
Komplikasi untuk ibu pada asma yang tidak terkontrol adalah kemungkinan :
1.    Abortus
2.    Perdarahan vagina
3.    Persalinan premature
4.    Solusio plasenta 2,5%
5.    Korioamnionitis 10,4%
                        Efek pada janin :
1.    Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah :
2.    Menurunnya aliran darah pada uterus
3.    Menurunnya venous return ibu
4.    Kurva dissosiasi oksiHb bergeser ke kiri
                        Sedangkan pada ibu yang hipoksemia, respon fetus yang terjadi :
·         Menurunnya aliran darah ke tali pusat
·         Meningkatnya resistensi pembuluh darah paru dan sistemik
·         Menurunnya cardiac output
                        Asma yang tidak ditangani dapat menyebabkan BBLR (Berat badan Lahir rendah). Jika ibu sering mengalami serangan asama selama hamil, maka dapat menyebabkan suplai oksigen ke janin yang sangat diperlukan sel darah merah untuk mengangkut nutrisi ke janin menjadi teganggu sehingga janin dapat mengalami hipoksia dan pertumbuhannya menjadi terhambat (IUGR).
                        Terhadap ibu didapatkan juga beberapa keadaan seperti preeklampsia 3,3%, hipertensi selama kehamilan 8%, solusio plasenta 2,5%, korioamnionitis 10,4% dan persalinan dengan seksio sesar 26,4%. Oleh karena itu diperlukan perhatian ekstra terhadap ibu dan janin pada wanita hamil dengan asma.
Dampak Pada keluarga
Melihat kondisi klien dengan gejala asthma dan dirawat dirumah sakit, tentang penyebab, prognosa penyakit  dan keberhasilan dari terapi, akan menimbulkan kecemasan pada keluarga. Perlunya klien dirawat dirumahsakit menimbulkan respon kehilangan pada keluarga yang ditinggalkan. Peran klien dalam keluarga sebagai sumber ekonomi akan terganggu karena klien tidak bisa masuk kerja serta perawatan dan biaya rumah sakit yang tidak sedikit akan menjadi beban bagi keluarga.

F.     PATOFISIOLOGI
Pada asma akut, obstruksi akut disebabkan oleh kontraksi otot polos bronkus, meningkatnya sekresi lender, dan radang saluran nafas serangan ini dipicu oleh stimulasi yang beragam misalnya infeksi saluran nafas menghirup tepung sari atau bahan kimia, udara dingin atau kelembapan. Penyempitan bronkus terjadi sebagai respon terhadap infeksi yang diperantai saraf vagus atau akibat dari kerja zat-zat yang dilepaskan oleh sel mast terhadap otot polos, atau sebagai akibat kedua dari mekanisme itu penyempitan bronkiolus meningjkatkan resistensi saluran nafas, menurunkan kecepatan aliran gas, dan menyebabkan terperangkapnya udara. Ketidaksesuaian ventilasi/perfusi yang diakibatkannya menimbulkan hipoksemia, yang mula-mula merangsang pernafasan, mengakibatkan hiperventilasi yang ditunjukan oleh suatu PaCO2 yang rendah dan alkalosis pernafasan akut.
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema  mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 ).

G.    POHON MASALAH
            Alergen atau Antigen yang telah terikat oleh IgE yang menancap
 pada permukaan sel mast atau basofil
 


Lepasnya macam-macam mediator dari sel mast atau basofil


Kontraksi otot polos


 


Spasme otot polos,  sekresi kelenjar bronkus meningkat


 


Penyempitan/obstruksi proksimal dari bronkus kecil
pada tahap inspirasi dan ekspirasi


Edema mukosa bronkus


 


Keluarnya sekrit ke dalam lumen bronkus


Sesak napas


 


Tekanan partial oksigen di alveoli menurun
 


Oksigen pada peredaran darah menurun
 

                  
                         Hipoksemia                      CO2 mengalami retensi pada alveoli


 
                                                                 
                                                                  Kadar CO2 dalam darah meningkat yang
                                                                  memberi rangsangan pada pusat pernapasan


 
                                                                            
                                                                                    Hiperventilasi

H.    PENATALAKSANAAN
Berikut beberapa hal yang harus dilakukan pada ibu hamil yang mengidap asma untuk mencegah resiko gangguan pada janin :
a.       Menghindari timbulnya serangan asma, dan hal yang memicu asma kambuh. Misalnya, menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, membiasakan mencuci tangan untuk mencegah infeksi akibat virus, dan melapisi bantal dengan sarung yang tebal agar debu tidak beterbangan. Hindari juga ruangan lembab ataupun berdebu.
b.      Memeriksakan kehamilan secara teratur.
c.       Mengunjungi dokter sedari awal untuk mengobati asma.
d.      Melakukan latihan pernafasan/senam pernafasan saat kehamilan semakin besar, sehingga bermanfaat untuk mengurangi rasa sesak.
e.       Perhatikan obat-obatan asma yang dikonsumsi, karena berbagai obat dapat menimbulkan efek samping pada janin ataupun sang ibu. Oleh karena itu, konsultasikan dengan dokter kandungan Anda.
f.       Mencegah timbulnya stress
g.      Mencegah penggunaan obat seperti aspirin  semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan
h.      Pada penderita asma ringan dapat digunakan obat local yang berbentuk inhalasi atau peroral seperti isoproterenol
i.        Serangan asma yang ringan diatasi dengan pemberian bronkodilator hirup misalnya isoproterenol yang akan memperlebar penyempitan saluran udara pada paru-paru. Tetapi obat ini tidak boleh terlalu sering digunakan.
j.        Serangan asma yang lebih berat biasanya diatasi dengan infus aminofilin. Serangan asma yang sangat berat (status asmatikus) diatasi dengan pemberian infus kortikosteroid. Jika terdapat infeksi, diberikan antibiotik.
k.      Setelah suatu serangan, bisa diberikan tablet yang mengandung teofilin untuk mencegah serangan lanjutan. Bronkodilator dan kortikosteroid banyak digunakan oleh ibu hamil dan tidak menimbulkan masalah yang berat.
Obat asma dibedakan menurut fungsinya, yaitu obat untuk melebarkan saluran nafas (bronkodilator) mengurangi bengkak saluran nafas (anti inflamasi), dan untuk memudahkan pengeluaran lender. Selain itu obat dapat diberiakan melalui peroral, inhaler, infuse, suntikan dan melalui rectal. Namun bagi ibu hamil yang paling aman digunakan adalah melalui inhaler (Alupen efeknya paling keras, Ventolin, Bereotech, Inflamide efeknya paling lembut ), karena efeknya tidak terlalu berdampak dan langsung focus pada saluran nafas, selain itu dosisnya lebih kecil, sehingga relative tidak akan mempengaruhi janin dalam kandungan.
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.
Ø  Pengobatan non farmakologik
a.      Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b.      Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c.       Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
Ø  Pengobatan farmakologik
a.      Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b.      Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c.        Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason dipropinate) dengan disis 800  empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d.      Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
Misalnya:
            Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
            Iprutropioum bromide (Atroven)
            Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.

Pengobatan selama serangan status asthmatikus
1.    Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
2.    Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
3.    Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
4.    Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
5.    Antibiotik spektrum luas.(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr Soetomo Surabaya ).

I.       ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan  keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang, optimal didalam memberikan asuhan keperawatan dugunakan metode proses keperawatan yang meliputi:pengkajian, diagnosa keperawatanm, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1.      Pengkajian
a.      Pengumpulan data.
1)      Identitas klien.
Pengajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di kaji pada penyakit status asthmatikus. Serangan asthma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopi. Sedangkan serangan pada usia dewasa di mingkinkan adanya faktor non atopi. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui kemungkinan faktor pencetus serangan asthma. Status perkawinan, gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asthma, pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan elergen. Hal lain yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa medis. (Antony C, 1997; M Amin 1993; karnen B 1994).

2)      Riwayat penyakit sekarang.
Klien  dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing, Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.
3)      Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asthma frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asthma.
4)      Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada penyakit asthma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan.
5)      Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asthma baik ganguan itu berasal dari  rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi serangan asthma. yatim piatu, ketidak harmonisan hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan peranan seperti semula.


6)      Riwayat Menstruasi
Pada riwayat menstruasi yang akan dikaji oleh perawat adalah mengenai menarche usia, HPHT, siklus menstruasi, lamanya menstruasi, dan keluhan pada saat menstruasi. Hal ini sangat perlu untuk dikaji oleh perawat untuk mengetahui adanya kelainan klien pada saat kehamilan.
7)      Riwayat Obstetri
Pada riwayat obstetric yang perlu di kaji adalah mengenai kelahiran yang ke berapa, kehamilan meliputi : umur, penyulit, dan jenis, kemudian mengenai persalinan, serta komplikasi saat nifas.
8)      Pola fungsi kesehatan
a)      Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal sehingga klien dengan asthma harus merubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan asthma.
b)     Pola nutrisi dan metabolisme
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada klien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dipsnea saat makan, laju metabolisme  serta ansietas yang dialami klien.
c)      Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk, kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya.
d)     Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat  klien meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien.
e)      Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas  keseharian klien seperti olah raga, bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya asthma yang disebut dengan Exerase Induced Asthma.
f)       Pola hubungan dan peran
Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja.
g)      Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapt menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada kehidupan klien dengan asthma meningkatkan kemungkinan serangan asthma yang  berulang.
h)     Pola sensori dan kognetif
Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan memepengaruhi konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asthma yang berulangpun akan semakin tinggi.
i)        Pola reproduksi seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan klien. Masalah ini akan menjadi stressor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asthma.
j)       Pola penangulangan stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asthma maka perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor.
k)  Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif
9)      Pemeriksaan fisik
a)      Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien.
b)     Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
c)      Kepala
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun hilang kesadaran.
d)     Mata
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang di rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya.
e)      Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan fungsi olfaktori.
f)       Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara.
g)      Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid serta penggunaan otot-otot pernafasan.
h)     Thorak
(1)   Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
(2)   Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
(3)   Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.

(4)   Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
i)   Kardiovaskuler
Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus.
j)   Abdomen
Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena dapat merangsang serangan asthma frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat nutrisi.
k)   Ekstrimitas
Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada extremitas karena dapat merangsang serangan asthma,(Laura A.T.;1995).
10)  Pemeriksaan penunjang
a)      Pemeriksaan spinometri
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma.
b)     Tes provokasi brokial
Dilakukan jika pemeriksaan spinometri internal. Penurunan FEV, sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum di anggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10 % atau lebih.
c)   Pemeriksan tes kulit
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
d) Laboratorium
(1)   Analisa gas darah (GDA)
Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis respiratorik,(Karnen B.;1998).
Ketimpangan ventilasi dan perfusi (ketimpangan V/Q) akibat obstruksi jalan nafas akan menimbulkan peningkatan selisih tekanan oksigen alveolar-arterial [P(A-a) O2] yang berkorelasi secara kasar dengan keparahan serangan. Tekanan oksigen arterial (Pa O2) kurang dari 60 mmHg bisa merupakan tanda suatu serangan akut atau keadaan yang menyulitkan.
Hampir semua pasien asma yang mengalami serangan ringan hingga sedang-berat akan mengalami hiperventilasi dan mempunyai tekanan CO2 arterial (Pa CO2) kurang dari 35 mmHg. Pada serangan berat atau yang berlangsung lama Pa CO2 bisa meninggi sebagai akibat dari kombinasi obstruksi berat jalan nafas, perbandingan V/Q yang tinggi menyebabkan peningkatan ventilasi, dan kelelahan otot-otot pernafasan. Pa CO2 yang meninggi bisa merupakan tanda bagi kegagalan pernafasan yang sedang mengancam.
Pa CO2 lebih besar dari 40 mmHg yang berkelanjutan dan disertai tanda-tanda lain asma berat, hendaknya dikelola dalam unit perawatan intensif dengan evaluasi yang seksama untuk mengetahui perlu tidaknya diberikan intubasi atau ventilasi mekanik.
(2)   Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asthma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari adema mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel – sel epitel dari perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
(3) Sel eosinofil
Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1000 – 1500 /mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.



(3)   Pemeriksaan darah rutin dan kimia.
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan karena kerusakkan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
e)  Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses patologik diparu atau komplikasi asthma seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektosis dan lain – lain.
f)       Elektrokardiogram
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban jantung kanan . Sinus takikardi – sering terjadi pada asthma.
b.  Analisa data
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan dan menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan susunan atau kelompok data dengan standart nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan.

2.      Diagnosa Keperawatan
          Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status kesehatan atau masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mensintesis data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya.
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien status astmatikus :
a.       Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental peningkatan produksi mukus dan bronkospasme.
b.      Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada dan kelelahan akibat kerja pernafasan.
c.       Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi. (Lindajual C;2006).
d.      Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit.
e.       Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan ansietas.
f.       Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif dan imobilisasi.
g.      Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan retensi CO2 hipoksemia, emosi terfokus pada pernafasan dan apnea tidur.
h.      Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri saat pulang.
  1. Intervensi
Setelah pengumpulan data klien, mengorganisasi data dan menetapkan diagnosis keperawatan maka tahap berikutnya adalah perencanaan . Pada tahap ini perawat membuat rencana perawatan dan menentukan pendekatan apa yang digunakan  untuk memecahkan masalah klien. Ada tiga pase pada tahap perencanaan yaitu menentukan prioritas, menentukan tujuan dan merencanakan tindakan keperawatan.
Perencanaan dari diagnosis – diagnosis keperawatan diatas adalah sebagai berikut:
a.      Ketidak efektifan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi   kental peningkatan  produksi mukus bronkospasme.
1)      Tujuan
Jalan nafas menjadi efektif.
2)   Kriteria hasil
(a)    menentukan posisi yang nyaman sehingga memudahkan peningkatan pertukaran gas.
(b)   dapat mendemontrasikan batuk efektif
(c)    dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
(d)   tidak ada suara nafas tambahan
3)   Rencana tindakan
(a)    Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum
R/ Karakteristik sputrum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi
(b)   Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif serta menimbulkan frustasi
(c)    Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi
R/ Sekresi kental sulit untuyk dikeluarkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus yang dapat menimbulkan atelektasis.
(d)   Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan
R/ Berkurangnya suara tambahan setelah tindakan menunjukan keberhasilan
(e)    Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik drainage postural,perkusi dan fibrasi dada.
R/ Fisioterpi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.
(f)    Dorong dan atau berikan perawatan mulut
R/ Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut.
b.  Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada, dan kelelahan akibat peningkatan kerja pernafasan.
1)      Tujuan
Klien akan mendemontrasikan pola nafas efektif
2)   Kriteria hasil
(a)    Frekuensi nafas yang efektif dan perbaikan pertukaran gas pada paru
(b)   Menyatakan faktor penyebab dan cara adaptif mengatasi faktor-faktor tersebut
3)   Rencana tindakan
(a)    Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
R/ Takipnea, irama yang tidak teratur dan bernafas dangkal menunjukkan pola nafas yang tidak efektif
(b)   Posisikan klien dada posisi semi fowler
R/  Posisi semi fowler akan menurunkan diafragma sehingga memberikan pengembangan pada organ paru

(c)    Alihkan perhatian individu dari pemikiran tentang keadaan ansietas dan ajarkan cara bernafas efektif
R/ Ansietas dapat menyebabkan pola nafas tidak efektif
(d)   Minimalkan distensi gaster
R/ Distensi gaster dapat menghambat kontraksi diafragma
(e)    Kaji pernafasan selama tidur
                              R/ Adanya apnea tidur menunjukkan pola nafas yang tidak efektif
(f)    Yakinkan klien dan beri dukungan saat dipsnea
R/ Rasa ragu–ragu pada klien dapat menghambat komunikasi terapeutik.
             c.    Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.
1)  Tujuan
Asietas berkurang atau hilang.
2)  Kriteria hasil
(a)    Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola    fikirnya.
(b)   Munghubungkan peningkatan psikologi dan kenyaman fisiologis.
(c)    Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas.
                  3)  Rencana tindakan.
(a)    Kaji tingkat ansietas yang dialami klien.
R/ Mengetahui tinggkat kecemasan untuk memudahkan dalam perencanaan tindakan selanjutnya.
(b)   Kaji kebiasaan keterampilan koping.
R/ Menilai mekanisme koping yang telah dilakukan serta menawarkan alternatif koping yang bisa di gunakan.
(c)    Beri dukungan emosional untuk kenyamanan dan ketentraman hati.
R/ Dukungan emosional dapat memantapkan hati untuk mencapai tujuan yang sama.
(d)   Implementasikan teknik relaksasi.
R/ Relaksasi merupakan salah satu metode menurunkan dan menghilangkan kecemasan
(e)    Jelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan.
R/ Pemahaman terhadap prosedur akan memotifasi klien untuk lebih kooperatif.
(f)    Pertahankan periode istirahat yang telah di rencanakan.
R/ Untuk memudahkan bernafas dan mencegah atelektasis
e.       Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.
1)  Tujuan
Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat.
2)      Kreteria hasil
(a)    Frekuensi nafas 16 – 20 kali/menit
(b)   Frekuensi nadi 60 – 120 kali/menit
(c)    Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas normal
3)      Rencana tindakan
(a)    Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan dan haluaran
R/ Untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien
(b)   Tempatkan klien pada posisi semi fowler
R/ Posisi tegak memungkinkan expansi paru lebih baik
(c)    Berikan terapi intravena sesuai anjuran
R/ Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskular untuk pemberian obat – obat darurat.
(d)   Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2
R/ Pemberian oksigen mengurangi beban otot – otot pernafasan
(e)    Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda – tanda toksisitas
R/ Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti kondisi sebelumnya
1)      Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan ansietas      Tujuan
Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi
2)      Kriteria hasil
(a)    Klien menghabiskan porsi makan di rumah sakit
(b)   Tidak terjadi penurunan berat badan
3)      Rencana tindakan
(a)    Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan nafsu makan menurun misalnya muntah dengan ditemukannya sputum yang banyak ataupun dipsnea.
R/ Merencanakan tindakan yang dipilih berdasarkan penyebab masalah.
(b)   Anjurkan klien untuk oral hygiene paling sedikit satu jam sebelum makan.
R/ Dengan perawatan mulut yang baik akan meningkatkan nafsu makan.
(c)    Lakukan pemeriksaan adanya suara perilstaltik usus serta palpasi untuk mengetahui adanya masa pada saluran cerna
R/ Mengetahui kondisi usus dan adanya dan konstipasi.
(d)   Berikan diit TKTP sesuai dengan ketentuan
R/ Memenuhi jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh.
(e)    Bantu klien istirahat sebelum makan
R/ Kelelahan dapat menurunakn nafsu makan.
(f)    Timbang berat badan setiap hari
R/ Turunya berat badan mengindikasikan kebutuhan nutrisi kurang.
f.        Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif dan imobilisasi.
1)      Tujuan
Klien tidak mengalami infeksi nosokomial    
2)      Kriteria hasil
Tidak ada tanda – tanda infeksi        
3)      Rencana tindakan
(a)    Monitor tanda – tanda infeksi tiap 4 jam.
R/ Adanya rubor, tumor, dolor, kalor menunjukan tanda – tanda infeksi
(b)   Gunakan teknik steril untuk perawatan infus. atau tidakan infasif lainnya.
R/ Teknik steril memutus rantai infeksi nosokomial
(c)    Pertahankan kewaspadaan umum.
R/ Kewaspadaan memberikan persiapan yang cukup bagi perawat untuk melakukan tindakan bila ada perubahan kondisi klien.
(d)   Inspeksi dan catat warna, kekentalan dan jumlah sputum.
R/ Sputum merupakan media berkembangnya kuman.
(e)    Berikan nutrisi yang adekuat
R/ Nutrisi yang adekuat memberikan peningkatan daya tahan tubuh.

(f)    Monitor sel darah putih dan laporkan ketidak normalan
R/ Sel darh putih yang meningkat menunjukan kemungkinan infeksi.
(g)   Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi
R/ Tindakan pencegahan terhadap kuman yang masuk tubuh.
g.      Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan refensi CO2, hypoksemia, emosi yang terfokus pada pernafasan dan apnea tidur.
1)      Tujuan
Klien akan terpenuhi kebutuhan istirahat untuk mempertahankan tingkat enegi saat terbangun
2)      Kriteria hasil
(a)    Mampu mendiskusikan penyebab keletihan
(b)   Klien dapat tidur dan istirahat sesuai dengan kebutuhan tubuh
(c)    Klien dapat rilek dan wajahnya cerah.
3)      Rencana tindakan
(a)    Jelaskan sebab – sebab keletihan individu
R/ Diketahuinya faktor–faktor penyebab maka diharapkan bias menghindarinya.
(b)   Hindari gangguan saat tidur.
R/ Tidur merupakan upaya memulihkan kondisi yang telah menurun setelah aktivitas.
(c)    Menganalisa bersama – sama tingkat kelelahan dengan menggunakan skala Rhoten (1982).
R/ Skala Rhoten untuk mengetahui tingkat kelelahan yang dialami klien.
(d)   Indentivikasi aktivitas – aktivitas penting dan sesuaikan antara aktivitas dengan istirahat.
R/ Kelelahan terjadi karena ketidak seimbangan antara kebutuhan aktifitas dan kebutuhan istirahat.
(e)    Ajarkan teknik pernafasan yang efektif.
R/ Pernafasan efektif membantu terpenuhnya O2 dijaringan.
(f)    Pertahankan tambahan O2 bila latihan .
R/ O2 digunakan untuk pembakaran glukosa menjadi energi.
(g)   Hindarkan penggunaan sedatif dan hipnotif.
R/ Sedatif dan hipnotik melemahkan otot–otot khususnya otot pernafasan.
h. Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri pada saat pulang.
1)      Tujuan
Klien mampu mendemontrasikan keinginan untuk mengikuti rencana pengobatan.
2)      Kriteria hasil
(a)    Klien mampu menyampaikan pengertian tentang kondisi dan perawatan diri pada saat pulang
(b)   Menggunakan alat – alat pernafasan yang tepat
3)      Rencana tindakan
(a)    Bantu mengidentifikasi faktor – faktor pencetus serangan asthma
R/ Diketahuinya faktor pencetus mempermudah cara menghindari serangan asthma .
(b)   Ajarkan tindakan untuk mengatasi asthma dan mencegah perawatan di rumah sakit
R/ Tindakan preventif merupakan salah satu upaya yang di lakukan untuk memberikan pelayanan secara komprehensif.
(c)    Anjurkan dan beri alternative untuk menghindari faktor pencetus.
R/ Salah satu upaya preventif adalah menghindarkan klien dari faktor pencetus.
(d)   Ajarkan dan biarkan klien mendemontrasikan latihan pernafasan .
R/ Klien dengan asthma sewring mengalami kecemasan yang mengakibatkan pola nafas tidak efektif sehingga perlu dilakukan latihan pernafasan.
(e)    Jelaskan dan anjurkan untuk menghindari penyakit infeksi.
R/ Infeksi terutama ISPA menjadi faktor penyebab serangan asthma .
(f)    Instruksikan klien untuk melaporkan bila ada perubahan karakteristrik sputum, peningkatan suhu, batuk, kelemahan nafas pendek ataupun peningkatan berat badan atau bengkak pada telapak kaki.
R/ Perubahan yang terjadi menunjukan  perlunya penanganan segera agar tidak mengalami komplikasi.
         
4.      Implementasi
                  Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat . Seperti tahap – tahap yang lain dalam proses keperawatan , fase pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :
a.       Validasi (pengesahan) rencana keperawatan
b.      Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan
c.       Memberikan asuhan keperawatan
d.      Melanjutkan pengumpulan data


4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan anggota tim kesehatan lainnya
Tujuan evaluasi adalah :
a.       Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak
b.      Untuk melakukan pengkajian ulang
Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan prilaku klien
a.       Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan
b.      Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan
c.       Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukkan  prilaku yang telah ditentukan.



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL G1P00000
U.K 37 MINGGU DENGAN ASMA

STUDY KASUS
Seorang ibu hamil bernama Ny.”S” (25 tahun) dengan umur kehamilan 37 minggu. Disaat kehamilan anak pertamanya klien mengeluh sesak napas, dada terasa berat, dan batuk kering sejak memasuki umur kehamilan 37 minggu. Klien mengatakan dulu pernah menderita asma yang sama seperti saat ini dan klien mengatakan ada keturunan asma dari orang tuanya. Baru dapat memberikan petunjuk bagi adanya serangan lebih parah atau membandel yang membutuhkan perawatan di rumah sakit saat memasuki kehamilan 37 minggu. Klien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ketika mau melahirkan asmanya kambuh, kemudian klien mencari pertolongan dengan menggunakan alat bantu pernapasan hingga akhirnya pada tanggal 11 mei oleh keluarga klien dibawa ke puskesmas terdekat namun kondisi klien semakin parah sehingga petugas puskesmas merujuk klien ke RSU Jombang.
Sesampai di RSU Jombang, perawat melakukan pemeriksaan fisik di dapatkan data : TD=110/80 mmHg, N=80 x/menit, P=31 x/menit, S=36,50C, BB=57 kg (saat hamil), BB= 44 kg (sebelum hamil), TB=155 cm.
            Diagnose medic:  G1P00000 UK 37 minggu dengan Ashma
           



PENGKAJIAN KEPERAWATAN SISTEM REPRODUKSI
           
Pengkajian tanggal      : 12 Mei 2011                                      Jam      : 08.00 WIB
            MRS tanggal               : 11 Mei 2011, jam 11.00 WIB            No.RM: 00210233
            Diagnosa masuk          : G1P00000 U.K 37 minggu dengan Ashma
           
             BIODATA
A.    IDENTITAS KLIEN
Nama               : Ny.”S”                                   Penanggung Jawab :  
Usia                 :  27 tahun                               Nama suami    : Tn.”A”
Jenis kelamin   : Perempuan                            Usia                 : 30 tahun
Suku                : Jawa                                      Suku                : Jawa 
Agama             : Islam                                                 Agama             : Islam            
Pendidikan      : SLTA/SMA                           Pendidikan      : D3
Alamat             : Diwek-Jombang                    Alamat            : Diwek-Jombang

B.     RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama: Klien mengeluh sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk kering.
Riwayat Penyakit Sekarang : Klien  dengan serangan ashma datang disaat membersihkan rumah kemudian klien mencari pertolongan dengan menggunakan alat bantu pernafasan. Klien mengeluh terutama sesak napas yang hebat kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu : dada terasa berat, batuk kering, pada tanggal 11 mei jam 8:30 WIB oleh keluarga klien dibawa ke puskesmas terdekat dan diberi obat untuk meredahkan asmanya, namun karena kondisi klien semakin parah kemudian oleh petugas puskesmas di rujuk ke RSU Jombang pada tanggal 11 mei jam 11:00 WIB .



C.     RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Klien mengatakan bahwa dirinya dulu pernah menderita penyakit yang sama seperti yang di alami pada saat ini.

D.    RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Klien mengatakan penyakit ashma yang dialminya merupakan keturunan asma dari orang tuanya yang dapat terjadi karena alergi debu dank klien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya.

E.     RIWAYAT MENSTRUASI
Menarche usia : 13 tahun                                Siklus     : teratur (7 hari)
Banyaknya      : 1 kotek                                  Lamanya: 28 hari
HPHT              : 10 Agst 2010                         Keluhan  : disminore
TP (Taf. Persalinan) : 17 mei 2011

F.     RIWAYAT OBSTETRI
Anak ke
Kehamilan
Persalinan
Komplikasi nifas
Anak ke
No
Thn
Umur kehamilan
Penyulit
Jenis
Penolong
Penyulit
Laserasi
Infeksi
perdarahan
jenis
BB
PB
1
-
-
-
spontan
SpontanBidan
-
-
-
-
L
3000 gr
50 cm

G.    Oval: xGENOGRAM
 






Oval: x

 x
 
Keterangan :
               &                  =  Meninggal
                                    =  Klien


 
                                    = Laki-laki
                                    = Perempuan
                                    = Orang terdekat
                                    = Hubungan darah

H.    OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1.      Tanda-Tanda Vital
·         Keadaan umum           : baik               kesadaran        : CM
·         Tanda-tanda vital     
ü  Tekanan darah : 120/90 mmHg
ü  Nadi                : 80 kali/menit
ü  Pernafasan       : 31 kali/menit
ü  Suhu                : 36,50C
·         BB (sblm hamil)          : 45 kg             BB (saat hamil)          : 57 kg
·         TB                               : 155 cm
·         GCS                            4-5-6:
2.      Sistem Pernafasan (B1)
a.       Hidung : Ada pernafasan cuping hidung
   Septum nasi simetris
b.      Bentuk dada simetris
c.       Keluhan sesak
d.      Irama napas tidak teratur
e.       Suara napas weezing
Masalah Keperawatan: Ketidak efektifan pola nafas
3.      Sistem Kardiovaskuler (B2)
a.       Klien tidak mengeluh nyeri
b.      Irama jantung tidak teratur
c.       CRT<3detik
d.      Konjungtiva pucat
e.       JVP menurun
4.      Sistem Persarafan (B3)
a.       Kesadaran composmentis
b.      GCS :4-5-6
c.       Klien tidak mengeluh pusing
d.      Pupil isokor
5.      Sistem Perkemihan (B4)
a.       Klien tidak mengeluh saat kencing
b.      Menggunakan alat bantu kateter
c.       Kandung kemih tidak mengalami nyeri tekan
d.      Produksi urin 1500ml/hari, warna kuning jernih, bau khas
e.       Intake cairan parenteral dan oral 1000 ml/hari
6.      Sistem Pencernaan (B5
a.       TB : 155 cm                BB sblm hamil : 45 kg            BB saat hamil : 57 kg
b.      Mukosa mulut : kering
c.       Tenggorokan tidak mengalami nyeri telan
d.      Abdomen : Supel
·         Tidak terjadi pembesaran hepar
·         Tidak terjadi pembesaran lien
·         Tidak terjadi ascites
·         Terjadi mual muntah
·         Tidak terpasang NGT
·         Bising usus 20 x/menit
e.       BAB : 2x/hari, lunak
f.       Diet   : Padat
Frekuensi : 3x/hari       Jumlah : sedang           Jenis : Nasi
7.      Sistem Muskuluskeletal dan Integumen (B6)
a.       Pergerakan sendi bebas
b.      Tidak mengalami kelainan ekstremitas
c.       Tidak mengalami kelainan tulang belakang
d.      Tidak terjadi fraktur
e.       Kulit sianosis
f.       Akral hangat
g.      Turgor baik
8.      Sistem Endokrin
a.       Tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid
b.      Tidak hiperglikemia
c.       Tidak hipoglikemia
9.      Personal Higiene
a.       Mand              : 2x/hari
b.      Keramas          : 2x/hari
c.       Ganti pakaian  : 2x/hari
d.      Sikat gigi         : 2x/hari
e.       Memotong kuku : Seminggu sekali
10.  Pemeriksaan Obstetri
1.      Pemeriksaan Head Toe toe
2.      Pemeriksaan Leopod
3.      Pemeriksaan Panggul Luar
4.      Pemeriksaan Dalam : pembukaan, penipisan, presentasi, penurunan, ketuban.
5.      Tafsiran Berat Janin
11.  Data Persalinan
A.    Kala I (Kala Pembukaan)
Masuk kamar bersalin             : Tanggal 11 mei 2011
HIS                                         : Ada 4-5 menit
Pengeluaran (Pervaginam)      : Darah bercampur lendir
Fase Laten                               : Pembukaan kurang dari 3 cm
Fase Aktif                               : iya
Pembukaan Lengkap              : Pembukaan 10 cm
Ketuban                                  : Jernih
DJJ                                          : 130 x/mnt
B.     Kala II (Kala Pengeluaran)
Ibu  dipimpin mengejan, ibu melahirkan
Perdarahan                  : 500 cc
Obat yang diberikan   : oxcytoxin 5ml, IM
Tinggi fundus uteri      : 3 jari dibawah px
Kontraksi Uterus         : Baik
C.     Kala III (Kala Pengeluaran Uri)
Plasenta lahir, cara lahir, perdarahan : Placenta utuh, lahir normal, 500 ml
Tinggi fundus uteri                  : Pertengahan antara px
Kontraksi Uterus                     : Baik
Keadaan Plasenta                    : Placenta utuh
Obat yang di berikan              : Oxcytoxin, infus D5
D.    Kala IV (Keadaan 2jam post partum)
Kontraksi Uterus, TFU, Perdarahan : Baik,2 jari diatas simphisis pubis,500  cc.
Keadaan Perineum, vital sign             : -
E.     Keadaan Bayi
Lahir, jenis kelamin, BB/TB, Apgar score : normal, Laki-laki, BB: 3000 gram
TB : 50cm, Apsgar = antara 7-8.
F.      Nifas
Keadaan umum ibu
·         TD       : 110/80 mmHg
·         RR       : 22 x/menit
·         Suhu     : 36oc
·         Nadi    : 80 x/menit
·         Kontraksi rahim : Baik
·         TFU     : 2 jari diatas px
·         Lochea : Rubra
·         Laktasi : Positif (+)
·         Eliminasi : BAB  1 x/hari, BAK 1300 ml
·         Nutrisi : Seimbang

J.      PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
1.      Persepsi klien terhadap penyakitnya : Klien mengatakan penyakitnya merupakan cobaan tuhan.
2.      Ekspresi klien terhadap penyakitnya : Klien tampak gelisah
3.      Reaksi saat interaksi : kooperatif 
4.      Gangguan konsep diri : Klien tidak mengalami gangguan konsep diri.

K.    PENGKAJIAN SPIRITUAL
Selama klien belum mengalami sakit yang dialami saat ini, klien rajin dalam beribadah.

L.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

M.   TERAPI
Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
Terbutalin 0,25 mg/6 jam
oxcytoxin



                                                                                                                           Jombang, 12 mei 2011
                                                                                                           Mahasiswa


                                                                                                ( Cresa . R)



DIAGNOSA KEPERAWATAN
·         Diagnosa Keperawatan
1.      Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada dan kelelahan akibat kerja pernafasan,
2.      Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit.









   














EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : Ny.”S” (25 tahun)                                                    No. RM : 00210233
Hari/ Tanggal
No. Diagnosa
Waktu
Evaluasi
Paraf
Kamis, 12-05-11
1
12.00
S : Pasien mampu melakukan teknik pernafasan dalam.

O : Frekwensi nafas pasien normal 16 – 20 X/mnt.

A : Masalah teratasi sebagaian.

P : Lanjutkan intervensi no :1, 2, 5



2

13.00

S : Pasien mengatakan lebih mudah bernafas setelah dipasang alat bantu oksigen.

O : Frekwensi nafas pasien normal 16 – 20 X/mnt dan tidak ada bunyi wezzhing.

A : Masalah teratasi sebagaian.

P : Lanjutkan intervensi no : 1,2,5








CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : Ny “S” (25 tahun)                                                    No. RM : 00210233
No
Hari/Tanggal
No. Diagnosa
Catatan Perkembangan
Paraf
1
Kamis,
12-05-11
1
S : Asma pasien berkurang
O : Frekuensi nafas pasien normal
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjut intervensi no:1, 2, 5


Jum’at,
13-05-11

S : Asma pasien  sembuh
O : Frekuensi nafas pasien normal
A : Masalah teratasi
P : Pasien pulang bersama keluarga (tanggal 13-05-“11, jam 16.00 WIB)


Head Education :
·         Kontrol ke Rumah sakit atau pelayanan kesehatan terdekat setelah 3 hari
·         Diit seimbang ( tinggi protein )
·         Jangan bekerja terlalu berat dan hindari allergen (debu)
·         Minum yang banyak
·         Minum obat-obatan dari dokter sesuai aturan







DAFTAR PUSTAKA



http://ebdosama.blogspot.com/2009/03/asma-bronkial.html

            http://therizkikeperawatan.blogspot.com/2009/05/laporan-pendahuluan-asma.html

Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (2000). Pedoman Penatalaksanaan Asma Bronkial. CV Infomedika Jakarta.

Muhamad Amin. Hood Alsagaff. W.B.M. Taib Saleh. (2002). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press.

Lynda Juall Carpenito-Moyet. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10. EGC : Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar