Total Tayangan Halaman

Sabtu, 04 Agustus 2012

OTITIS MEDIA EKSTERNA, GANGGUAN PENDENGARAN DAN IMPAKSI SERUMEN



OTITIS MEDIA EKSTERNA, GANGGUAN PENDENGARAN DAN IMPAKSI SERUMEN



logostikes
 









Oleh:

1.      CHURIYAH AGUSTINA
2.      FIRMAN ROHIMIN
3.      FITRIA APRILIANI
4.      NUR MUSLIMAH R
5.      SITI NUR WAHYUNI
6.      TAUFIK RAHMAN



PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2010
KATA PENGANTAR


Assalamu’alaium Wr. Wb.
Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk dapat melaksanakan dan menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan karena keterbatasan data dan pengetahuan penulis serta waktu yang ada saat ini, dengan rendah hati penulis makalah ini mengharap kritik dan saran yang membangun dari kalangan pembimbing untuk kesempurnaan makalah yang kami kerjakan ini.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikanya kegiatan fortofolio untuk mata kuliah Sistem Persepsi dan sensori, terutama kepada dosen pembimbing. Terlepas dari semua kekurangan penulisan maklah ini, baik dalam susunan dan penulisanya yang salah, penulis memohon maaf dan berharap semoga penulisan makalah ini bermanfaat khususnya kepada kami selaku penulis dan umumnya kepada pembaca yang budiman.
Akhirnya, semoga Allah senantiasa meberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada siapa saja yang mencintai pendidikan. Amin Ya Robbal Alamin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
                                                                            Jombang, 10 November 2010


                                                                                          Tim Penulis










PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Otitis eksterna adalah radang telinga akut maupun kronik yang disebabkan bakteri. Seringkali timbul bersama penyebab lain, seperti jamur, alergi, atau virus, sehingga sulit dibedakan.

Otitis adalah peradangan pada telinga, sedangkan eksterna artinya luar. Otitis dapat dikategorikan berdasarkan lokasi tempat terjadinya peradangan. Apabila infeksi terjadi di liang telinga bagian luar maka diklasifikasikan sebagai otitis eksterna.[1] Sedangkan apabila infeksi terjadi di liang telinga bagian tengah, maka diklasifikasikan sebagai otitis media, yang biasanya disebabkan oleh robeknya gendang telinga yang disertai infeksi.Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif, tuli sensorineural/saraf/perseptif, atau tuli  campur. Tuli konduktif disebabkan kelainan di telinga luar atau telinga tengah. Kelainan telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif  ialah atresia liang telinga,sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta, dan osteo liang telinga

Impaksi Serumen Adalah penumpukan serumen pada kanalis eksternus dalam jumlah dan warna yang bervariasi.
Impaksi ini dapat menyebabkan otalgia, rasa penuh dalam telingan dan kehilangan pendengaran
Impaksi bermakna pada geriatri sebagai penyebab deficit pendengaran
Usaha untuk membersihkan dengan korek api, kapas atau jepit rambut dapat mengakibatkan trauma yang yang akhirnya menjadi infeksi

B.Tujuan
1.  Untuk memahami definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis tentang penyakit pada persepsi dan sensori.
2.  Meningkatkan kemampuan dalam mengatasi penyakit yang berhubungan dengan persepsi sensori.


PEMBAHASAN
BAB I

A. Otitis Media Eksterna

Otitis eksterna adalah peradangan telinga bagian luar.Otitis adalah peradangan pada telinga, sedangkan eksterna artinya luar. Otitis dapat dikategorikan berdasarkan lokasi tempat terjadinya peradangan. Apabila infeksi terjadi di liang telinga bagian luar maka diklasifikasikan sebagai otitis eksterna. Sedangkan apabila infeksi terjadi di liang telinga bagian tengah, maka diklasifikasikan sebagai otitis media, yang biasanya disebabkan oleh robeknya gendang telinga yang disertai infeksi. Apabila infeksi terjadi pada telinga bagian dalam, maka diklasifikasikan sebagai otitis interna.
v  Otitis eksterna adalah radang telinga akut maupun kronik yang disebabkan bakteri. Seringkali timbul bersama penyebab lain, seperti jamur, alergi, atau virus, sehingga sulit dibedakan.
v  Faktor predisposisi terjadinya penyakit ini adalah udara yang hangat dan lembab, PH di liang telinga (PH yang basa akan menurunkan proteksi terhadap infeksi), trauma ringan dan berenang.

Kejadian otitis eksterna dapat berlangsung dari peradangan ringan sampai parah yang dikenal dengan otitis nekrotikan eksterna.Hal ini disebabkan peluruhan sel kulit yang normal atau serumen sebagai barier protektif pada saluran telinga bagian luar pada kondisi kelembaban yang tinggi dan temperatur yang panas.


  1. OTITIS EKSTERNA SIRKUMSKRIPTA

Etiologi :
Staphtaphylococcus aureus, Staphylococcus albus.

Patofisiologi
Infeksi oleh kuman pada kulit di sepertiga luar liang telinga yang mengandung adneksa kulit, seperti folikel  rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar serumen, sehingga membentuk furunkel.

Manifestasi Klinis
Rasa nyeri yang hebat, apalagi bila daun telinga disentuh atau dipegang, gangguan pendengaran bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga. Liang telinga tampak bengkak pada tempat tertentu.

Penatalaksanaan
Diberikan antibiotic dalam bentuk salep seperti neomisin, polimiksin B, atau basitrasin. Atau antiseptic (asam asetat 2-5% dalam alcohol 2%), atau tampon iktiol dalam liang telinga selama 2 hari.
Bila sudah menjadi abses, diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya. Kalau dinding furunkel tebal, dilakukan insisi kemudian dipasang drain untuk mengalirkan nanah. Tidak perlu diberikan antibiotic sistemik, cukup obat simtomatik, seperti analgesic dan obat penenang.


  1. OTITIS EKSTERNA DIFUS

Dapat terjadi secara sekunder pasda Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau Otitis Media Akut (OMA).
Etiologi
Pseudomonas, Staphylococcus albus, Escherichia Coli, dan Enterobacter aerogenes.
Manifestasi klinis                                                                                                
Gejala sama dengan Otitis Media Sirkumskripta. Tampak duapertiga dalam kulit liang telinga sempit, hiperemis, dan edema tanpa batas yang jelas, serta tidak ditemukan furunkel. Kadang terdapat secret yang berbau, tidak mengandung lendir. Dapat disetai demam dan pembesaran kelenjar getah bening regional.
Penatalaksanaan
Masukkan tampon yang mengandung antibiotic ke liang telinga supaya terjadi kontak yang baik antara obat dengan kulit yang meradang. Dapat diberikan kompres rivanol 1/1.000 selama 2 hari.
 Dapat dugunakan obat tetes telinga yang mengandung polimiksin B/kolistin, neomisin, dan hidrokortison atau kloramfenikol.
 Bila kasus berat, diperlukan antibiotic sistemik atau oral. Bila terjadi akibat infeksi telinga tengah maka penyebabnya yang harus diobati.


3. OTITIS EKSTERNA MALIGNA
Otitis eksterna maligna adalah suatu tipe khusus dari infeksi akut difus di liang telinga luar.

Etiologi
Pseudomonas

Faktor Predisposisi
Riwayat diabetes mellitus dalam keluarga khususnya orang tua

Patofisiologi
Peradangan yang meluas secara progresif ke lapisan subkutis dan organ sekitar.

Manifestasi klinis
Rasa gatal di liang telinga, unilateral, diikuti nyeri hebat dan secret yang anyak serta pembengkakan liang telimga. Nyeri akan menghebat dan liang telinga tertutup jaringan granulasi yang subur.



Komplikasi
Paresis atau parelisis nervus fasial, kondritis, osteitis, dan osteomielitis, hingga kehancuran tulang temporal.

Penatalaksanaan
Antibiotik dois tinggi terhadap pseudomonas selama 6 minggu. Bila perlu dilakukan debridement pada jaringan nekrotik di liang telinga dan kavum timpani. Yang terpenting, gula darah harus dikontrol.


4.OTOMIKOSIS  (OTITIS EKSTERNA DIFUS KRONIK)
Etiologi
Jamur, biasanya aspergillus niger, pityrosporum, aktinomises, atau candida albicans.

Manifestasi klinis
Rasa gatal dan tersumbat di liang telinga. Pada pemeriksaan tampak liang telinga terisi oleh flamen jamur berwarna keputihan. Seringkali juga terdapat infeksi oleh bakteri akibat trauma mengorek liang telinga.

Penatalaksanaan
Liang telinga dibersihkan secara teratur. Dapat diberikan larutan asam asetat 2-5% dalam alhohol yang diteteskan ke liang telinga, atau salep anti jamur seperti nistatin dan klotrimazol.











B. GANGGUAN PENDENGARAN

Pengertian
Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif, tuli sensorineural/saraf/perseptif, atau tuli  campur.
Tuli konduktif disebabkan kelainan di telinga luar atau telinga tengah. Kelainan telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif  ialah  sumbatan oleh serumen.
Kelainan telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif ialah tuba katar/sumbatan tuba eustachius, otitis media, dan dislokasi tulang pendengaran.
Tuli sensorineural terbagi atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea.
Tuli sensorineural koklea disebabkan aplasia, labirintitis, intoksikasi obat ototoksik atau alcohol. Dapat juga disebabkan tuli mendadak, trauma kapitis, trauma akustik, dan pemaparan bising.
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, myeloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.
Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan garpu tala dan kuantitatif dengan mempergunakan audiometer.

Tes penala
Idealnya dipakai garpu tala 512, 1024, dan 2048Hz. Bila tidak mungkin, cukup dipakai 512 Hz karena tidak terlalu dipengaruhi suara bising sekitar.

Tes rinne
Tujuan: membandingkan hantaran melalui udara dan tulang pada telinga yang diperiksa.
Cara: penala digetarkan dan tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus, setelah tidak terdengar, penala dipegang di depan telinga ±2½cm. bila masih terdengar disebut rinne positif, bila tidak  disebut rinne negative. Dalam keadaan normal hantaran melalui udara lebih panjang daripada hantaran tulang.

Tes weber
Tujuan: membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan.
Cara: penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah dahi/kepala. Bila bunyi terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut lateralisasi ke telinga tersebut. Bila terdengar sama keras atau tidak terdengar disebut tidak ada lateralisasi. Bila pada telinga yang sakit (lateralisasi pada telinga yang sakit) berarti terdapat tuli konduktif pada telinga tersebut, bila sebaliknya (lateralisasi pada telinga yang sehat) berarti pada telinga yang sakit terdapat tuli saraf.

Tes schwabach
Tujuan: membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya dianggap normal.
Cara: penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi kemudian dipindahkan ke prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya dianggap normal. Bila masih dapat terdengar, disebut memendek atau tuli saraf, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, disebut memanjang atau terdapat tuli konduktif. Jika kira-kira sama mendengarnya disrbut sama dengan pemeriksa.

Audiometri
Untuk pemeriksaan kuantitatif gangguan pendengaran dilakukan pemeriksaan audiometri. Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal atau tuli, kemudian jenis dan derajat ketuliannya. Derajat ketulian dihitung dengan indeks Fletcher, yaitu rata-rata ambang  pendengaran pada frekuensi 500,1.000, dan 2.000Hz. pada interpretasi audiogram harus ditulis telinga yang mana, apa jenis ketuliannya, bagaimana derajat ketuliannya.
Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan audiologi khusus yang terdiri dari audiometric khusus, audiometric tutur, audiometric objektif, pemeriksaan tuli anorganik, dan pemeriksaan audiometric anak.

1. GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK
Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang disertai keterbelakangan mental, gangguan emosional, maupun afasia perkembangan.



Etiologi
1.      Masa prenatal
a.       Genetic herediter
b.      Nongenetik, seperti gangguan pada masa kehamilan (infeksi bakteri atau virus: campak, parotis), kelainan struktur anatomic (misalnya akibat obat-obat ototoksik, atresia liang telinga, aplasia koklea), dan kekurangan zat gizi.
2.      Masa perinatal
Prematuritas, BB lahir rendah (<2.500 gr), tindakan dengan alat pada proses kelahiran (ekstraksi vakum, forsep), hiperbilirubinemia(>20mg/100ml), asfiksia, dan anoksia otak merupakan factor resiko terjadinya ketulia.
3.      Masa postnatal
Adanya infeksi bacterial/viral seperti rubella, campak, parotis, infeksi otak, perdarahan pada telinga tengah, dan trauma temporal dapat menyebabkan tuli saraf atau tuli konduktif.
Ketulian yang terjadi akibat factor prenatal dan perinatal biasanya adalah tuli saraf dengan derajat ketulian berat atau sangat berat dan bilateral. Deteksi dini relative sulit karena membutuhkan waktu lama dan biaya besar. Skrining sebaiknya diprioritaskan pada anak-anak dengan resiko tinggi. Joint Committee on Infant Hearing (1990) menetapkan pedoman resiko tinggi ketulian sbb:
1.      Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran bawaan
2.      Riwayat infeksi prenatal (TORCHS)
3.      Kelainan anatomi telinga
4.      Lahir premature (<37 minggu)
5.      BB rendah (<1.500 gr)
6.      Persalinan dengan tindakan
7.      Hiperbilirubinemia (20mg/dl atau lebih tinggi)
8.      Asfiksia berat, nilai Apgar rendah (0-3).
Bayi dengan 3 macam resiko diatas memiliki kecenderungan menderita ketulian 63 kali lebih besar daripada bayi normal.
Pemeriksaan penunjang
Terdapat berbagai jenis pemeriksaan, seperti pemeriksaan free field test (menilai kemampuan anak dalam memberikan respons terhadap sumber bunyi tersebut), behavioral observation (0-6 bulan), conditioned test (2-4 tahun), audiometric nada murni (anak >4 tahun yang kooperatif).

Penatalaksanaan
Anak dengan tuli saraf harus segera memakai alat bantu dengar. Dilakukan pula penilaian tingkat kecerdasan oleh psikolog anak untuk dirujuk  dalam pendidikannya.
Pemasangan implant  koklea dilakukan pada keadaan tuli saraf  berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun dewasa) yang tidak mendapat manfaat dengan alat bantu dengar konvensional. Untuk anak dengan tuli saraf berat sejak lahir implant sebaiknya dipasang pada usia 2 tahun.

2. PRESBIKUSIS
Presbikusis adalah tuli saraf sensorineural frekuensi tinggi, terjadi pada usia lanjut, simetris kiri dan kanan, disebabkan proses degenerasi di telinga dalam.

Etiologi
Terjadi akibat proses degenerasi yang berhubungan dengan factor-faktor herediter, kebisingan lingkungan hidup dan kerja, penyakit sistemik, hipertensi, diabetes mellitus, anemia, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup, atau bersifat multifactor. Biasanya terjadi pada usia >60 tahun.

Patofisiologi
Terjadi perubahan struktur koklea dan nervus akustik, berupa atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ corti, disertai perubahan vascular pada stria vaskularis. Jumlah dan ukuran sl-sel ganglion dan saraf juga berkurang.

Manifestasi klinis
Pendengaran kurang secara perlahan-lahan, progresif, dan simetris pada kedua telinga. Telinga berdenging. Pasien dapat mendengar suara percakapan tapi sulit memahaminya, terutama bila cepat dan latarnya riuh. Bila intensitas ditinggikan akan timbul rasa nyeri.Pada pemeriksaan otoskop tampak membrane timpani suram dan mobilitasnya berkurang.


Pemeriksaan penunjang
Tes penala menunjukkan tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometric nada murni menunjukkan tuli saraf nada tinggi, bilateral, dan simetris. Pemeriksaan audiometric tutur menunjukkan gangguan diskriminasi wicara.

Penatalaksanaan 
Pemasangan alat bantu dengar dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran dan latihan mendengar oleh ahli terapi wicara. Yang penting adalah pengertian dari orang sekitarnya untuk berbicara dengan pelan, jelas, dengan kata-kata yang pendek dan tidak keras.

3. TULI MENDADAK
Tuli mendadak adalah tuli yang terjadi secara tiba-tiba dan kedaruratan di bidang otology. Jenisnya adalah sensorineural, penyebabnya tidak dapat langsung diketahui, dan biasanya terjadi pada satu telinga.

Etiologi
Iskemia koklea, infeksi virus (parotitis, campak, Varicella zoster, Cytomegalovirus, dll), trauma kepala, trauma bising keras, perubahan tekanan atmosfir, obat ototoksik, penyakit meniere, dan neuroma akustik.

Manifestasi klinis
Tuli timbul mendadak  atau menahun secara tidak jelas, kadang sementara atau berulang dalam serangan, tapi biasanya menetap. Tuli dapat unilateral atau bilateral, dapat disertai tinnitus dan vertigo. Pada  infeksi virus timbul mendadak  dan biasanya pada satu telinga. Bila sementara dan tidak berat, mungkin disebabkan spasme.
Pada pemeriksaan klinis tidak dijumpai kelainan telinga.
Tes penala: rinne positif, weber lateralisasi ke telinga yang sehat, schwabach memendek. Kesan tuli sensorineural.

Pemeriksaan penunjang
Audiometric nada murni menunjukkan tuli sensorineural ringan sampai berat. Pemeriksaan audiometric tutur menberi hasil tuli sensorineural sedangkan pada audiometric impedans terdapat kesan tuli sensorineural koklea. Mungkin terdapat paresis kanal pada tes keseimbangan elektronistagmus. Foto tulang temporal proyeksi stenvers atau tomografi computer dibuat untuk mencari  kemungkinan neuroma akustik. Pemeriksaan virology dapat juga dilakukan.

Penatalaksanaan
*      Tirah baring sempurna selama 2 minggu. Diperiksa apakah ada penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, kardiovascular, dsb.
*      Vasodilatansia yang cukup kuat, misalnya Complamin injeksi, 3x900mg selama 4 hari, 3x600mg selama 4 hari, dan 3x300mg selama 6 hari, disertai pemberian tablet Complamin 3x2 tablet peroral perhari.
*      Prednisone 4x10mg, tapering off tiap 3 hari.
*      Vitamin C forte 2x100mg.
*      Neurobion 3x1 tablet/hari.
*      Diet rendah garam dan rendah kolesterol.
*      Inhalasi oksigen 4x15 menit (2 liter/menit).
*      Bila penyebabnya virus, diberikan obat antivirus.
*      Evaluasi fungsi pendengaran dilakukan tiap minggu selama 1 bulan.
*      Bila tidak sembuh, pertimbangkan alat bantu dengar dan rehabilitasi pendengaran.
*      Psikoterapi
*      Pada pasien tuli total bilateral setelah usaha tersebut diatas tidak berhasil,dipertimbangkan pemasangan implant koklea.
*      Bila terdapat kelainan darah atau penyumbatan pembuluh darah, dikonsulkan ke bagian penyakit dalam.
*      Bila diduga akibat neuroma akustik, dikonsulkan ke bagian bedah saraf.

Prognosis
Penyembuhan dapat sebagian atau lengkap, tapi dapat juga tidak sembuh. Bila terapi dilakukan selama24 jam, makin besar kemungkinan untuk sembuh. Bila >2 minggu, kemungkinan sembuh menjadi kecil.




4. TULI  AKIBAT BISING
Tuli akibat bising adalah tuli yang disebabkan paparan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu cukup lama, biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifatnya tuli saraf koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga.

Patofisiologi
Bising dengan intensitas 85 dB atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran  corti di telinga dalam, terutama yang berfrekuensi 3.000-6.000Hz.

Factor predisposisi
Intensitas bising yang lebih tinggi, frekuensi tinggi, lama terpapar di lingkungan bising (biasanya >5 tahun), mendapat obat ototoksik, dll.

Manifestasi klinis
Kurang pendengaran, kadang tinnitus, sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa, bila sudah berat maka yang keras pun sukar dimengerti, pasien mengalami kesulitan mendengarkan dan memahami percakapan di tempat ramai. Pemeriksaan otoskop tidak menunjukkan kelainan.
Tes penala: rinne positif, weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik, dan schwabach memendek.

Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan audiometric nada murni didapat kesan tuli sensorineural sedangkan pada pemeriksaan audiologi khusus terdapat fenomena rekrutmen yang patognomonik untuk tuli saraf saraf  koklea.

Penatalaksanaan
Pasien dianjurkan pindah bekerja atau memakai alat pelindung telinga. Karena bersifat menetap, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar. Psikoterapi untuk  menerima keadaan. Latihan pendengaran dengan alat bantu dengar dibantu dengan membaca ucapan bibir, mimic, dan gerakan anggota badan, serta bahasa isyarat.juga rehabilitasi suara. Bila terjadi tuli total bilateral dipertimbangkan untuk pemasangan implant koklea.
Prognosis
Kurang baik karena menetap dan tidak dapat diobati. Yang terpenting adalah pencegahan.































  1. Impaksi Serumen
Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang tumbul akibat penumpukan serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu.

Factor predisposisi
Dermatitis kronik liang telinga luar, liang telinga sempit, produksi serumen banyak dan kental, adanya benda asing di liang telinga, eksostosis di liang telinga, terdorongnya serumen oleh jari tangan atau ujung handuk setelah mandi, atau kebiasaan mengorek telinga.

Manifestasi klinis
Telinga tersumbat sehingga pendengaran berkurang. Rasa nyeri apabila serumen keras membantu dan menekan dinding liang telinga. Tinnitus dan vertigo bila serumen menekan membrane timpani.

Penatalaksanaan
Pengeluaran serumen harus dilakukan dalam keadaan terlihat jelas. Bila serumen cair, maka dibersihkan dengan menggunakan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait, sedangkan bila sukar dapat diberikan tetes telinga karbogliserin 10% dulu selama 3 hari untuk melunakkannya. Bila serumen terlalu dalam, sehingga mendekati membrane timpani, dilakukan irigasi telinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh agar tidak timbul vertigo. Jika terdapat perforasi atau riwayat perforasi, tidak boleh diirigasi.









BAB II
PENUTUP

  1. Kesimpulan

Otitis eksterna adalah radang telinga akut maupun kronik yang disebabkan bakteri. Seringkali timbul bersama penyebab lain, seperti jamur, alergi, atau virus, sehingga sulit dibedakan.

Ø  Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang disertai keterbelakangan mental, gangguan emosional, maupun afasia perkembangan.
Ø  Sumbatan serumen adalah gangguan pendengaran yang tumbul akibat penumpukan serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu.


  1. Saran
Bahwa setelah membaca makalah ini, para pembaca dapat mengetahui   dan menghindari hal-hal apa yang dapat menyebabkan penyakit diatas dan  bagaimana cara pencegahan dan perawatan bagi penderita.














DAFTAR PUSTAKA


1.Mansjoer,arif dkk.2000.Edisi 3 jilid 1.Kapita selekta kedokteran.Media aesculapius:Jakarta.
2. Soepardi EA,Iskandar N,editor. Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Edisi 3. Jakarta: Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,1997.
3. Soepardi EA,Hadjat F,Iskandar N,editor. Penatalaksanaan penyakit dan kelainan telinga hidung tenggorok, Jakarta: Buku penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995.
4. Adams EL, Boies JrLC, Hilger PA.Boies Fundamentals of Otolaryngology. 6th ed. Philadelphia: we saunders, 1989.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar