MAKALAH SIPILIS
Di
susun Oleh:
Ahmad Samsul A.
Aprilia Wahyu
Ita Surya
Thony
Setyawan
Riza Duwi
PROGRAM STUDI D III
KEPERAWATAN
Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan
“INSAN CENDEKIA MEDIKA
“
JOMBANG
2010-2011
Jl.
K.H. Hasyim Asy’ari 171, Mojosongo – Jombang
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaium Wr. Wb.
Alhamdulilllah kami
panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk dapat melaksanakan dan menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa
dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan karena
keterbatasan data dan pengetahuan penulis serta waktu yang ada saat ini, dengan
rendah hatipenulis makalah ini mengharap kritik dan saran yang membangun dari
kalangan pembimbing untuk kesempurnaan makalah yang kami kerjakan ini.
Selanjutnya, kami
mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah
membantu tersellesaikanya kegiatan fortofolio untuk mata kuliah Sistem integumen, terutama kepada dosen
pembimbing. Terlepas dari semua kekurangan penulisan maklah ini, baik dalam
susunan dan penulisanya yang salah, penulis memohon maaf dan berharap semoga
penulisan makalas ini bermanfaat khususnya kepada kami selaku penulis dan
umumnya kepada pembaca yang budiman.
Akhirnya, semoga Allah
senantiasa meberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada siapa saja yang mencintai
pendidikan. Amin Ya Robbal Alamin.
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb.
Jombang,
Oktober 2010
Tim
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul …………………………………………………………………………1
Kata pengantar …………………………………………………………………………2
Daftar isi …………………………………………………………………………3
BAB I
PENDAHULUAN …………………………………………………………………4
BAB II
PEMBAHASAN …………………………………………………………………6
DAFTAR
PUSTAKA ………………………………………………………………………..19
BAB I
PENDAHULUAN
Kulit menutupi dan melindungi
permukaan tubuh , dan bersambung dengan selaput lendir yang melapisi
rongga-rongga dan lubang-lubang. Kulit mempunyai banyak fungsi, didalamnya
terdapat ujung saraf peraba, membantu mengatur suhu dan mengendalikan hilangnya
air dari tubuh dan mempunyai sedikit kemampuan exkretori, sekretori, dan
absorpsi.
Kulit dibagi menjadi lapisan :epidermis atau kutikula , dermis
atau korium dan endodermis.epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan
terdiri atas sejumlah sel yangdisusun atas dua lapis yang jelas tampak :
selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Bagian-bagian epidermis
dapat dilihat dengan mikroskop. Lapisan tanduk terletak paling luar dan
tersusun atas beberapa lapisan sel yang membentuk epidermis.
Stratum korneum, selnya tipis
datar, seperti sisik dan terus menerus dilepaskan.
Stratum lusidum, selnya
mempunyai batas tegas tetapi tidak ada intinya.
Stratum granulosum, selapis sel
yang jelas tampak berisi inti dan juga granulosum.
Zona germinalis, terletak dibawah
lapisan tandukdan terdiri atas 2 lapis sel epitel yang berbentuk tegas.
Sel berduri, yaitu sel dengan
fibril halus yang menyambungsel yang satu dengan yang lainyadidalam lapisan
ini, sehingga setia sel seakan –akan berduri.
Sel basal, sel ini yang terus
menerus memproduksi sel epidermis baru. Sel ini disusun dengan teratur berderet
engan rapat membentuk lapisan pertama atau lapisan dua sel pertama dari sel
basal yang duduk diatas papila dermis
Epidermis tidak berisi pembuluh
darah. saluran kelenjar keringat menembus epidermis dan mendampingi rambut. Sel
epidermis membatasi folikel rambut. Di atas permukaan epidermis terdapat garis
lekuka yang berjalan sesuai dengan papil dermis dibawahnya. Garis-garis ini
berbeda beda, pada ujunga jari terdapat ukiran yang jelas, yang pada setiap
orang berbeda. Maka dari itu studi sidik jari dalam kriminologi dilandaskan.
Korium atau demis tersusun atas
jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastik. Pada permukaan dermis tersusun
papil-papil kecil yang berisi ranting-rantin pembuluh darah kapiler.
Ujung akhir saraf sensoris
yaitu puting peraba , terletak didalam dermis.kelemjar keringat yang berbentuk
tabung berbelit-belit dan banyak jumlahnya terletak disemailah dalam dermis, dan
saluranya yang keluar melalaui dermis dan epidermis, bermuara di atas permukaan
kulit didalam lekukan halus yang disebut pori. Ada beberapa kelenjar keringat
yang berubah sifat yang dijumpai di kulit sebelah dalam telinga yaitu kelenjar
serumen.
Kelenjar sebaseus yaitu
kelenjar kantong didalam kulit. Bentuknya seperti botol dan bermuara didalam
folikel rambut. Kelenjar ini paling banyak berada di atas kepala dan muka,
sekitar hidung mulut dan telinga, dan sama sekali tidak terdapat pada kulit
telapak tangan dan telapak kaki. Kelenjar dan sluranya dilapisi oleh sel
epitel. Perubahan didalam sel ini berakibat sekresi berlemak yang disebut
sebum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Sifilis
adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan
melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi
sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat
cepat diobati bila sudah dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang dapat
menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus selaput
lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi janin
(Soedarto, 1998).
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan
oleh Treponema pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat
sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh (Hidayat, 2009).
Sifilis ialah penyakit infeksi oleh Treponema palidum dengan
perjalanan penyakit yang kronis, adanya remisi dan aksaserbasi, dapat menyerang
semua organ dalam tubuh terutama sistem kardiovaskular, otak, dan susunan
saraf, serta dapat terjadi sifilis kongenital (Mansjoer, Arif, et al,
2000: 153).
Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan
bahwa sifilis adalah penyakit infeksi yang dapat digolongkan Penyakit Menular
Seksual (PMS), yang disebabkan oleh Treponema palidium, yang bersifat
kronis dan bekerja secara sistemik.
B.
Etiologi
Sifilis
disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum termasuk
ordo Spirochaeta, famili Treponemetoceae yang berbentuk seperti
spiral dengan panjang antara 5- 20 mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah
dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan nampak seperti spiral yang bisa
melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah
dimatikan oleh sabun, oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah
donor yang disimpan dalam lemari es Treponema Pallidum akan mati dalam
waktu tiga hari tetapi dapat ditularkan melalui tranfusi mengunakan darah segar
(Soedarto, 1990). Sifilis ini
juga dapat menular melalui hubungan seksual dengan penderita sifilis. Kontak
kilit dengan lesi yang mengandung T. pallidum juga akan menularkan
penyakit sifilis.
C . EPIDEMIOLOGI
Asal penyakit tidak
jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Pada tahun 1494 terjadi
epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis
melelui hubungan seksual. Pada abad ke-15 terjadiwabah di Eropa. Sesudah tahun
1860, morbilitas sifilis menurun cepat. Selama perang dunia II, kejadian sifilis
meningkat dan puncaknya pada tahun 1946, kemudian menurun setelah itu.
Kasus sifilis di
Indonesia adalah 0,61%. Penderita yang terbanyak adalah stadium laten, disusul
sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.
D. Manifestasi Klinis
1. Sifilis
primer
Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah infeksi ditandai
oleh Chancre sifilis dan adenitis regional. Papula tidak nyeri tampak
pada tempat sesudah masuknya Treponema pallidum. Papula segera
berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri dengan tepi menonjol yang disebut chancre.
Infeksinya sebagai lesi primer akan terlihat ulserasi (chancre) yang soliter,
tidak nyeri, mengeras, dan terutama terdapat di daerah genitalia disertai
dengan pembesaran kelenjar regional yang tidak nyeri. Chancre biasanya pada
genitalia berisi Treponema pallidum yang hidup dan sangat menular, chancre
extragenitalia dapat juga ditemukan pada tempat masuknya sifilis primer.
Chancre biasanya bisa sembuh dengan sendirinya dalam 4 – 6 minggu dan setelah
sembuh menimbulkan jaringan parut. Penderita yang tidak diobati infeksinya
berkembang ke manifestasi sifilis sekunder.
2 . Sifilis
Sekunder
Terjadi sifilis sekunder, 2–10 minggu setelah chancre
sembuh. Manifestasi sifilis sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi
ruam, mukola papuler non pruritus, yang dapat terjadi diseluruh tubuh yang
meliputi telapak tangan dan telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga berkembang
pada daerah yang lembab di sekitar anus dan vagina, terjadi kondilomata lata
(plak seperti veruka, abu–abu putih sampai eritematosa). Dan plak putih
disebut (Mukous patkes) dapat ditemukan pada membran mukosa, gejala
yang ditimbulkan dari sifilis sekunder adalah penyakit seperti flu
seperti demam ringan, nyeri kepala, malaise, anoreksia, penurunan berat badan,
nyeri tenggorokan, mialgia, dan artralgia serta limfadenopati menyeluruh sering
ada. Manifestasi ginjal, hati, dan mata dapat ditemukan juga, meningitis
terjadi 30% penderita. Sifilis sekunder dimanifestasikan oleh pleositosis dan kenaikan
cairan protein serebrospinal (CSS), tetapi penderita tidak dapat
menunjukkan gejala neurologis sifilis laten.
E. Relapsing sifilis.
Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan
yang tidak tepat dosis dan jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala –
gejala klinik dapat timbul kembali, tetapi mungkin juga tanpa gejala hanya
perubahan serologinya yaitu dari reaksi STS (Serologis Test for
Syfilis) yang negatif menjadi positif. Gejala yang timbul kembali sama
dengan gejala klinik pada stadium sifilis sekunder.
Relapsing sifilis yang ada terdiri
dari :
a. Sifilis laten
Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik
sifilis sekunder dan tersier, ini berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten
(laten awal). Tidak terjadi kekambuhan sesudah tahun pertama disertai
sifilis lambat yang tidak mungkin bergejala. Sifilis laten yang infektif dapat
ditularkan selama 4 tahun pertama sedang sifilis laten yang tidak menular
berlangsung setelah 4 tahun tersebut. Sifilis laten selama berlangsung tidak
dijumpai gejala klinik hanya reaksi STS positif.
b. Sifilis tersier
Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun – tahun sejak
sesudah gejala sekunder menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai
menunjukkan manifestasi penyakit tersier yang meliputi neurologis,
kardiovaskuler dan lesi gummatosa, pada kulit dapat terjadi lesi berupa nodul,
noduloulseratif atau gumma. Gumma selain mengenai kulit dapat mengenai semua
bagian tubuh sehingga dapat terjadi aneurisma aorta, insufisiensi aorta,
aortitis dan kelainan pada susunan syaraf pusat (neurosifilis ).
c. Sifilis kongenital
Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu
hamil yang menderita sifilis kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan
sifilis dengan pengobatan tidak tepat atau tidak diobati akan mengakibatkan
sifilis kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis
mengakibatkan anak lahir mati, infantille congenital sifilis atau sifilis
timbul sesudah anak menjadi besar dan bahkan sesudah dewasa. Pada infantil
kongenital sifilis bayi mempunyai lesi – lesi mukokutan. Kondiloma, pelunakan
tulang – tulang panjang, paralisis dan rinitis yang persisten. Sedangkan jika
sifilis timbul sesudah anak menjadi besar atau dewasa maka kelainan yang timbul
pada umumnya menyangkut susunan syaraf pusat misalnya parasis atau tabes,
atrofi nervous optikus dan tuli akibat kelainan syaraf nervous kedelapan,
juga interstitial keratitis, stig mata tulang dan gigi, saddel – nose, saber
shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang ) dan kadang – kadang gigi
Hutchinson dapat dijumpai. Prognosis sifilis kongenital tergantung beratnya
infeksi tetapi kelainan yang sudah terjadi akibat neurosifilis biasanya sudah
bisa disembuhkan. (Soedarto, 1990).
F.
Patofisiologi
- Stadium Dini
Pada sifilis yang didapat, Treponema pallidum
masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui
senggama. Kuman tersebut berkembang biak, jaringan bereaksi dengan membentuk
infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di
perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi oleh Treponema
pallidum dan sel-sel radang. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan
perubahan hipertrofi endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis
obliterans). Pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat,
kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan
berkembang biak, terjadi penjalaran hematogen yang menyebar ke seluruh jaringan
tubuh. Multiplikasi diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II yang terjadi 6-8
minggu setelah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat
tersebut berkurang jumlahnya. Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya
sembuh berupa sikatrik. S II juga mengalami regresi perlahan-lahan lalu
menghilang. Timbul stadium laten. Jika infeksi T. pallidum gagal diatasi
oleh proses imunitas tubuh, kuman akan berkembang biak lagi dan menimbulkan
lesi rekuren. Lesi dapat timbul berulang-ulang.
- Stadium Lanjut
Stadium laten berlangsung bertahun-tahun karena treponema
dalam keadaan dorman. Treponema mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf
pada waktu dini, tetapi kerusakan perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu
bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Kira-kira dua pertiga kasus
dengan stadium laten tidak memberi gejala.
G. PENCEGAHAN
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit sifilis. Hal-hal yang dapat
dilakukan antara lain :
• Tidak berganti-ganti pasangan
• Berhubungan seksual yang aman: selektif
memilih pasangan dan pempratikkan ‘protective sex’.
• Menghindari penggunaan jarum suntik yang
tidak steril dan transfusi darah yang sudah terinfeksi.
H. PENATALAKSANAAN
Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin
(paling efektif). Bagi yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin 4×500
mg/hr, atau eritromisin 4×500 mg/hr, atau doksisiklin 2×100 mg/hr. Lama
pengobatan 15 hari bagi S I & S II dan 30 hari untuk stadium laten.
Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas meragukan. Doksisiklin
memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu 90-100%, sedangkan
tetrasiklin hanya 60-80%.
Obat lain adalah golongan sefalosporin,
misalnya sefaleksin 4×500 mg/hr selama 15 hari, Sefaloridin memberi hasil baik
pada sifilis dini, Azitromisin dapat digunakan untuk S I dan S II.
Penatalaksanaan Medis
Sifilis primer dan
sekunder
1. Penisilin benzatin G dosis 4,8
juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan diberikan 1 x seminggu
2. Penisilin prokain dalam aqua
dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari selama 10 hari.
3. Penisilin prokain +2%
alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit, diberikan 2,4 juta unit/kali
sebanyak dua kali seminggu.
Sifilis laten
1.
Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit
2.
Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit
sehari).
3.
Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit
(diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu).
Sifilis III
1.
Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit
2.
Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit)
3. Penisilin prokain + 2%
alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali,
dua kali seminggu)
Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap
penisilin, dapat diberikan:
1. Tertrasiklin 500mg/oral, 4x
sehari selama 15 hari.
2. Eritromisin 500mg/oral, 4x
sehari selama 15 hari.
Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang
alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:
1. Tetrasiklin 500mg/oral, 4x
sehari selama 30 hari
2. Eritromisin 500mg/oral, 4x
sehari selama 30 hari.
*Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil,
menyusui, dan anak-anak.
Penatalaksanaan Keperawatan
Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan
hal-hal sebagai berikut:
1. Bahaya PMS dan komplikais
2. Pentingnya mamatuhi pengobatan
yang diberikan
3. Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks
tetapnya
4. Hindari hubungan seks sebelum
sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat dihindarkan lagi.
5. Pentingnya personal hygiene
khususnya pada alat kelamin
6. Cara-cara menghindari PMS di
masa mendatang.
I.
PROGNOSIS
Prognosis
sifilis menjadi lebih baik setelah ditemukannya penisilin. Jika penisilin tidak
diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5% akan mendapat S III, 10%
mengalami sifilis kardiovaskuler, neurosifilis, dan 23% akan meninggal.
Pada
sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kelainan kulit akan
sembuh dalam 7-14 hari. Pembesaran kelenjar getah bening akan menetap
berminggu-minggu.
Kegagalan
terapi sebanyak 5% pada S I dan S II. Kambuh klinis umumnya terjadi setahun
setelah terapi berupa lesi menular pada mulut, tenggorokan, dan regio perianal.
Selain itu, terdapat kambuh serologik.
Pada
sifilis laten lanjut, prognosis baik. Pada sifilis kardiovaskuler, prognosis
sukar ditentukan. Prognosis pada neurosifilis bergantung pada tempat dan
derajat kerusakan.
Sel
saraf yang sudah rusak bersifat irreversible. Prognosis neurosifilis pada
sifilis dini baik, angka penyembuhan dapat mencapai 100%. Neurosifilis
asimtomatik pada stadium lanjut juga baik, kurang dari 1% memerlukan terapi
ulang Prognosis sifilis kongenital dini baik. Pada
yang lanjut, prognosis tergantung pada kerusakan yang sudah ada.
J.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk
menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau
pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope).
Pada kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema
dan non protonema. Uji non protonema seperti Venereal Disease
Research Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh
terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif uji VDRL cenderung
berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat membantu dalam skrining,
titer naik bila penyakit aktif (gagal pengobatan atau reinfeksi) dan turun bila
pengobatan cukup. Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari
berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid,
granuloma inguinale, limfogranuloma venerium, verrucae acuminata,
skabies, dan keganasan ( kanker ).
K.
Komplikasi
Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada
seluruh tubuh. Sifilis juga meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita,
dapat menyebabkan gangguan selama hamil. Pengobatan dapat membantu mencegah
kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat memperbaiki kerusakan yang telah
terjadi.
Benjolan kecil atau tumor
Disebut
gummas, benjolan-benjolan ini dapat berkembang dari kulit, tulang, hepar, atau
organ lainnya pada sifilis tahap laten. Jika pada tahap ini dilakukan pengobatan, gummas biasanya akan hilang.
Masalah
Neurologi
Pada
stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa masalah pada nervous sistem,
seperti:
Stroke
Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal
cord (meningitis)
Koordinasi otot yang buruk
Numbness (mati rasa)
Paralysis
Deafness or visual problems
Personality changes
Dementia
Masalah kardiovaskular
Ini semua dapat meliputi bulging
(aneurysm) dan inflamasi aorta, arteri mayor, dan pembuluh darah lainnya.
Sifilis juga dapat menyebabkan valvular heart desease, seperti aortic valve
stenonis.
Infeksi HIV
Orang dewasa dengan penyakit menular
seksual sifilis atau borok genital lainnya mempunyai perkiraan dua sampai lima
kali lipat peningkatan resiko mengidap HIV. Lesi sifilis dapat dengan mudah
perdarahan, ini menyediakan jalan yang sangat mudah untuk masuknya HIV ke
aliran darah selama aktivitas seksual.
Komplikasi kehamilan dan
bayi baru lahir
Sekitar 40% bayi yang mengidap
sifilis dari ibunya akan mati, salah satunya melalui keguguran, atau dapat
hidup namun dengan umur beberapa hari saja. Resiko untuk lahir premature juga
menjadi lebih tinggi.
Pada stadium primer komplikasi diatas belum terjadi. Manifestasi di atas
dapat muncul pada sifilis dengan stadium tersier dan kongenital karena infeksi Treponema mencapai sistem saraf
pusat (SSP),
sehingga apabila sudah mengenai SSP maka akan mengganggu semua sistem
tubuh sehingga akan terjadi penurunan daya imun yang memudahkan masuknya
infeksi lainnya, pada organ ginjal akan menyebabkan gangguan sistem perkemihan
dan akan mengganggu sistem organ lainnya.
. ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pemeriksaan
fisik
Keadaan umum
Kesadaran, status gizi, TB, BB, suhu, TD, nadi,
respirasi
b. Pemeriksaan
sistemik
Kepala (mata, hidung, telinga, gigi&mulut), leher
(terdapat perbesaran tyroid atau tidak), tengkuk, dada (inspeksi, palpasi,
perkusi, auskultasi), genitalia, ekstremitas atas dan bawah.
c.Pemeriksaan
penunjang
- Pemeriksaan
laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin, darah rutin)
2. Diagnosa
Keperawatan & Intervensi
a. Nyeri kronis
b.d adanya lesi pada jaringan
Tujuan: nyeri klien hilang dan kenyamanan terpenuhi
Kriteria:
- Nyeri klien
berkurang
- Ekspresi wajah
klien tidak kesakitan
- Keluhan klien
berkurang
- Skala 0-1
- TTV TD: 110/80-120/90 mmHg, T: 360-370C,
HR: 70-100x/mnt, RR:16-20x/mnt
Intervensi:
- Kaji riwayat
nyeri dan respon terhadap nyeri
- Kaji kebutuhan
yang dapat mengurangi nyeri dan jelaskan tentang teknik mengurangi nyeri dan
penyebab nyeri
- Ciptakan
lingkungan yang nyaman (mengganti alat tenun)
- Kurangi stimulus
yang tidak menyenangkan
- Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian analgetik
b. Hipertermi
b.d proses infeksi
Tujuan: klien akan memiliki suhu tubuh normal
Kriteria:
- Suhu 36–37 °C
- Klien tidak
menggigil
- Klien dapat
istirahat dengan tenang
Intervensi:
- Observasi
keadaan umum klien dengan tanda vital tiap 2 jam sekali
- Berikan
antipiretik sesuai anjuran dokter dan monitor keefektifan 30-60 menit kemudian
- Berikan
kompres di dahi dan lengan
- Anjurkan agar
klien menggunakan pakaian yang tipis dan longgar
- Berikan minum
yang banyak pada klien
c. Cemas b.d
proses penyakit
Tujuan: cemas berkurang atau hilang
Kriteria:
- Klien merasa
rileks
- Vital sign
dalam keadaan normal
- Klien dapat
menerima dirinya apa adanya
Intervensi:
- Kaji tingkat ketakutan
dengan cara pendekatan dan bina hubungan saling percaya
- Pertahankan
lingkungan yang tenang dan aman serta menjauhkan benda-benda berbahaya
- Libatkan klien
dan keluarga dalam prosedur pelaksanaan dan perawatan
- Ajarkan
penggunaan relaksasi
- Beritahu
tentang penyakit klien dan tindakan yang akan dilakukan secara sederhana.
d. Kerusakan integritas kulit b.d. substansi kimia (T.
pallidum)
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, klien memiliki integritas
kulit yang baik.
Kriteria:
Integritas kulit yang baik bias dipertahankan
(sensasi, elastic, temperature, hidrasi, pigmentasi).
Tidak ada luka/lesi pada kulit
Perfusi jaringan baik
Menunjukkan adanya perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cidera berulang.
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan perawatan alami.
Intervensi:
o Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
yang longgar.
o Hindari kerutan pada tempat tidur.
o Jaga kenersihan kulit agar tetap bersih dan
kering.
o Monitor kulit akan adanya kemerahan.
o Monitor status nutrisi pasien.
o Mandikan pasien dengan sabun dan air
hangat.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi.
1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar