A. PENGERTIAN
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)
B. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500 kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal 460). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
C. Tanda dan Gejala
Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :
1. Gejala nasofaring
Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung.Terkadang gejala belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor)
2. Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
3. Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak.
4. Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma nasofaring. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 147 -148).
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Nasofaringoskopi
b. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.
c. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
d. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
e. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 148 - 149).
E. Penatalaksanaan Medis
a. Radioterapi merupakan pengobatan utama
b. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.
F. Pengkajian
a. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara
b. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
c. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).
d. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)
e. Tanda dan gejala :
Aktivitasv
Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
Sirkulasiv
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung.
Integritas egov
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.
Eliminasiv
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.
Makanan/cairanv
Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.
Neurosensoriv
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
Nyeri/kenyamananv
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran
Pernapasanv
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan
Keamananv
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit.
Seksualitasv
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.
Interaksi sosialv
Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung
(Doenges, 2000)
H. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi karingan saraf
Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil : mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri .
Intervensi :
Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, frekuensi, durasiS
Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung) dan aktivitas hiburan.S
Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri (teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi) musik, sentuhan terapeutik.S
Evaluasi penghilangan nyeri atau kontrolS
Kolaborasi : berikan analgesik sesuai indikasi misalnya Morfin, metadon atau campuran narkotik.S
2. Gangguan sensori persepsi berubungan dengan gangguan status organ sekunder metastase tumor
Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi
Kriteria hasil : mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan
Intervensi :
Tentukan ketajaman penglihatan, apakah satu atau dua mata terlibat.S
Orientasikan pasien terhadap lingkunganS
Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasiS
Perhatikan tentang suram atau penglihatan kaburS
Bicara dengan gerak mulut yang jelasS
Bicara pada sisi telinga yang sehatS
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah sekunder kemoterapi radiasi
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
Melaporkan penurunan mual dan insidens muntah§
Mengkonsumsi makanan dan cairan yang adekuat§
Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab§
Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan§
Intervensi :
Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi pasienS
Berikan dorongan higiene oral yang seringS
Berikan antiemetik, sedatif dan kortikosteroid yang diresepkanS
Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama dan setelah pemberian obat, kaji masukan dan haluaran.S
Pantau masukan makanan tiap hari.S
Ukur TB, BB dan ketebalan kulit trisep (pengukuran antropometri)S
Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori, kaya nutrien dengan masukan cairan adekuat.S
Kontrol faktor lingkungan (bau dan panadangan yang tidak sedap dan kebisingan)S
4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder imunosupresi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
Menunjukkan suhu normal dan tanda-tanda vital normal§
Tidak menunjukkan tanda-tanda inflamasi : edema setempat, eritema, nyeri.§
Menunjukkan bunyi nafas normal, melakukan nafas dalam untuk menegah disfungsi dan infeksi respiratori§
Intervensi :
Kaji pasienterhadap bukti adanya infeksi :S
S Periksa tanda vital, pantau jumlah SDP, tempat masuknya patogen, demam, menggigil, perubahan respiratori atau status mental, frekuensi berkemih atau rasa perih saat berkemih
Tingkatkan prosedur cuci tangan yang baik pada staf dan pengunjung, batasi pengunjung yang mengalami infeksi.S
Tekankan higiene personalS
Pantau suhuS
Kaji semua sistem (pernafasan, kulit, genitourinaria)S
5. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologi, efek radiasi kemoterapi
Tujuan : integritas kulit tetap terjaga
Kriteria hasil :
Menunjukkan perubahan yang minimal pada kulit dan menghindari trauma pada area kulit yang sakit
Intervensi :
Kaji kulit dengan sering terhadap efek samping kankerS
Mandikan dengan menggunakan air hangat dan sabun ringanS
Hindari menggosok atau menggaruk areaS
Anjurkan pasien untuk menghindari krim kulit apapun, bedak, salep apapun kecuali diijinkan dokter.S
Hindarkan pakaian yang ketat pada aea tersebutS
Oleskan vitamin A dan D pada area tersebutS
Tinjau ulang efek samping dermatologis yang dicurigai pada kemoterapi.S
6. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral behubungan dengan efek samping agen kemoterapi radiasi
Tujuan : tidak terjadi gangguan pada membran mukosa
Kriteria hasil :
Menunjukkan mukosa oral yang bersih dan utuh§
Tidak menunjukkan adanya ulserasi atau infeksi pada rongga mulut§
Melaporkan tidak adanya nyeri, kesulitan menelan dan dehidrasi§
Intervensi :
Kaji kesehatangigi dan hihiene oral secara periodikS
Kaji rongga mulut tiap hari, perhatikan perubahan pada integritas membran mukosa oralS
S Instruksikan mengenai perubahahn diet misalnya hindari makanan panas atau pedas, anjurkan penggunaan sedotan, mencerna makanan lembut atau diblender.
Pantau dan jelaskan tanda-tanda tentang superinfeksi oralS
S Mulai program higiene oral : gunakan pencuci mulut dari salin hangat, larutan pelarut dari hidrogen peroksida, sikat dengan sikat gigi/benang gigi, pertahankan bibir lembab dengan pelumas bibir.
7. Gangguan harga diri berhubugan dengan efek samping radioterapi: kehilangan rambut
Tujuan : gangguan harga diri teratasi
Kriteria hasil : Mengungkapkan perubahan gaya hidup tentang perasaan tidak berdaya, putus asa
Intervensi :
Tinjau ulang efek samping yang diantisipasi berkenaan dengan pengobatan tertentuS
Dorong diskusi tentang/pecahkan masalah tentang efek kankerS
Akui kesulitan yang mungkin di alamiS
Evaluasi struktur pendukung yang ada dan digunakan oleh pasien /orang terdekatS
Beri dukungan emosi untuk pasien/orang terdekat selama tes diagnostik dan fase pengobatanS
Gunakan sentuhan selama interaksiS
8. Konstipasi/diare berhubungan dengan iritasi mukosa GI sekunder kemoterapi
Tujuan : gangguan defekasi tidak terjadi
Kriteria hasil : Mempertahankan konsistensi atau pola defekasi umum
Intervensi :
Kaji bising usus, gerakan usus termasuk frekuensi, konsistensi.S
Pantau masukan dna haluaran serta berat badanS
Dorong masukan cairan adekuat, peningkatan serat diet, latihanS
Pastikan diet yang tepat; hindari makanan tinggi lemak, makanan serat tinggi, kafein tinggi.S
Periksa infeksi bila tidak defekasi selama 3 hari atau distensi abdomen.S
Berikan cairan IV, agen antidiare, laksatif.S
9. Resiko terhadap perdarahan berhubungan dengan gangguan sistem hematopoetik
Tujuan : perdarahan dapat teratasi
Kriteria hasil :
Tanda dan gejala perdarahan teridentifikasi§
Tidak menunjukkan adanya darah feses, urin atau emesis§
Tidak menunjukkan perdarahan gusi§
Intervensi :
Kaji terhadap potensial perdarahan : pantau jumlah trombositS
Kaji terhadap perdarahan : petekhie, penurunan Hb Ht, perdarahan dari orifisium tubuhS
S Instruksikan cara-cara meminimalkan perdarahan : gunakan sikat gigi halus, hindari cairan pembilas mulut komersial, hindari makanan yang sulit dikunyah
Lakukan tindakan meminimalkan perdarahan : hindariS mengukur suhu rektal, hindari suntikan IM, lembabkan bibir dengan petrolatum, mempertahankan masukan cairan
Gunakan pelunak feses atau tingkatkan serat dalam diet.S
(Doenges, 2000)
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)
B. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500 kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal 460). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
C. Tanda dan Gejala
Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :
1. Gejala nasofaring
Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung.Terkadang gejala belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor)
2. Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
3. Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak.
4. Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma nasofaring. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 147 -148).
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Nasofaringoskopi
b. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.
c. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
d. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
e. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 148 - 149).
E. Penatalaksanaan Medis
a. Radioterapi merupakan pengobatan utama
b. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.
F. Pengkajian
a. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara
b. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
c. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).
d. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)
e. Tanda dan gejala :
Aktivitasv
Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
Sirkulasiv
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung.
Integritas egov
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.
Eliminasiv
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.
Makanan/cairanv
Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.
Neurosensoriv
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
Nyeri/kenyamananv
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran
Pernapasanv
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan
Keamananv
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit.
Seksualitasv
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.
Interaksi sosialv
Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung
(Doenges, 2000)
H. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi karingan saraf
Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil : mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri .
Intervensi :
Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, frekuensi, durasiS
Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung) dan aktivitas hiburan.S
Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri (teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi) musik, sentuhan terapeutik.S
Evaluasi penghilangan nyeri atau kontrolS
Kolaborasi : berikan analgesik sesuai indikasi misalnya Morfin, metadon atau campuran narkotik.S
2. Gangguan sensori persepsi berubungan dengan gangguan status organ sekunder metastase tumor
Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi
Kriteria hasil : mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan
Intervensi :
Tentukan ketajaman penglihatan, apakah satu atau dua mata terlibat.S
Orientasikan pasien terhadap lingkunganS
Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasiS
Perhatikan tentang suram atau penglihatan kaburS
Bicara dengan gerak mulut yang jelasS
Bicara pada sisi telinga yang sehatS
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah sekunder kemoterapi radiasi
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
Melaporkan penurunan mual dan insidens muntah§
Mengkonsumsi makanan dan cairan yang adekuat§
Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab§
Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan§
Intervensi :
Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi pasienS
Berikan dorongan higiene oral yang seringS
Berikan antiemetik, sedatif dan kortikosteroid yang diresepkanS
Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama dan setelah pemberian obat, kaji masukan dan haluaran.S
Pantau masukan makanan tiap hari.S
Ukur TB, BB dan ketebalan kulit trisep (pengukuran antropometri)S
Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori, kaya nutrien dengan masukan cairan adekuat.S
Kontrol faktor lingkungan (bau dan panadangan yang tidak sedap dan kebisingan)S
4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder imunosupresi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
Menunjukkan suhu normal dan tanda-tanda vital normal§
Tidak menunjukkan tanda-tanda inflamasi : edema setempat, eritema, nyeri.§
Menunjukkan bunyi nafas normal, melakukan nafas dalam untuk menegah disfungsi dan infeksi respiratori§
Intervensi :
Kaji pasienterhadap bukti adanya infeksi :S
S Periksa tanda vital, pantau jumlah SDP, tempat masuknya patogen, demam, menggigil, perubahan respiratori atau status mental, frekuensi berkemih atau rasa perih saat berkemih
Tingkatkan prosedur cuci tangan yang baik pada staf dan pengunjung, batasi pengunjung yang mengalami infeksi.S
Tekankan higiene personalS
Pantau suhuS
Kaji semua sistem (pernafasan, kulit, genitourinaria)S
5. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologi, efek radiasi kemoterapi
Tujuan : integritas kulit tetap terjaga
Kriteria hasil :
Menunjukkan perubahan yang minimal pada kulit dan menghindari trauma pada area kulit yang sakit
Intervensi :
Kaji kulit dengan sering terhadap efek samping kankerS
Mandikan dengan menggunakan air hangat dan sabun ringanS
Hindari menggosok atau menggaruk areaS
Anjurkan pasien untuk menghindari krim kulit apapun, bedak, salep apapun kecuali diijinkan dokter.S
Hindarkan pakaian yang ketat pada aea tersebutS
Oleskan vitamin A dan D pada area tersebutS
Tinjau ulang efek samping dermatologis yang dicurigai pada kemoterapi.S
6. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral behubungan dengan efek samping agen kemoterapi radiasi
Tujuan : tidak terjadi gangguan pada membran mukosa
Kriteria hasil :
Menunjukkan mukosa oral yang bersih dan utuh§
Tidak menunjukkan adanya ulserasi atau infeksi pada rongga mulut§
Melaporkan tidak adanya nyeri, kesulitan menelan dan dehidrasi§
Intervensi :
Kaji kesehatangigi dan hihiene oral secara periodikS
Kaji rongga mulut tiap hari, perhatikan perubahan pada integritas membran mukosa oralS
S Instruksikan mengenai perubahahn diet misalnya hindari makanan panas atau pedas, anjurkan penggunaan sedotan, mencerna makanan lembut atau diblender.
Pantau dan jelaskan tanda-tanda tentang superinfeksi oralS
S Mulai program higiene oral : gunakan pencuci mulut dari salin hangat, larutan pelarut dari hidrogen peroksida, sikat dengan sikat gigi/benang gigi, pertahankan bibir lembab dengan pelumas bibir.
7. Gangguan harga diri berhubugan dengan efek samping radioterapi: kehilangan rambut
Tujuan : gangguan harga diri teratasi
Kriteria hasil : Mengungkapkan perubahan gaya hidup tentang perasaan tidak berdaya, putus asa
Intervensi :
Tinjau ulang efek samping yang diantisipasi berkenaan dengan pengobatan tertentuS
Dorong diskusi tentang/pecahkan masalah tentang efek kankerS
Akui kesulitan yang mungkin di alamiS
Evaluasi struktur pendukung yang ada dan digunakan oleh pasien /orang terdekatS
Beri dukungan emosi untuk pasien/orang terdekat selama tes diagnostik dan fase pengobatanS
Gunakan sentuhan selama interaksiS
8. Konstipasi/diare berhubungan dengan iritasi mukosa GI sekunder kemoterapi
Tujuan : gangguan defekasi tidak terjadi
Kriteria hasil : Mempertahankan konsistensi atau pola defekasi umum
Intervensi :
Kaji bising usus, gerakan usus termasuk frekuensi, konsistensi.S
Pantau masukan dna haluaran serta berat badanS
Dorong masukan cairan adekuat, peningkatan serat diet, latihanS
Pastikan diet yang tepat; hindari makanan tinggi lemak, makanan serat tinggi, kafein tinggi.S
Periksa infeksi bila tidak defekasi selama 3 hari atau distensi abdomen.S
Berikan cairan IV, agen antidiare, laksatif.S
9. Resiko terhadap perdarahan berhubungan dengan gangguan sistem hematopoetik
Tujuan : perdarahan dapat teratasi
Kriteria hasil :
Tanda dan gejala perdarahan teridentifikasi§
Tidak menunjukkan adanya darah feses, urin atau emesis§
Tidak menunjukkan perdarahan gusi§
Intervensi :
Kaji terhadap potensial perdarahan : pantau jumlah trombositS
Kaji terhadap perdarahan : petekhie, penurunan Hb Ht, perdarahan dari orifisium tubuhS
S Instruksikan cara-cara meminimalkan perdarahan : gunakan sikat gigi halus, hindari cairan pembilas mulut komersial, hindari makanan yang sulit dikunyah
Lakukan tindakan meminimalkan perdarahan : hindariS mengukur suhu rektal, hindari suntikan IM, lembabkan bibir dengan petrolatum, mempertahankan masukan cairan
Gunakan pelunak feses atau tingkatkan serat dalam diet.S
(Doenges, 2000)
CA.NASOFARING I
. Konsep Dasar Medis
A. Pengertian Karsinoma faring merupakan tumor ganas yang tumbuh
didaerah nasofaring dengan predileksi di fossa rossenmuller pada nasofaring
yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel
skuamosa (Effiaty, 2001).
B. Tumor ganas nasofaring ( karsinoma faring) adalah sejenis kanker
yang dapat menyerang dan membahayakan jaringan yang sehat dan bagian-bagian
organ tubuh kita.
C. B. Etiologi 1. Pertumbuhan sel kanker yang tidak terkontrol 2.
Keturunan/genetic 3. Lingkungan 4. Virus
D. C. Patofisiologi Terbukti juga infeksi virus Epstein Barr dapat
menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai
adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring.
Pada penderita ini sel yang teerinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein
tertentu yang berfungsi untuk proses poliferasi dan mempertahankan kelangsungan
virus didalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai pertanda delam
mendiagnosa karsinoma nasofaring.
E. Terdapat lima stadium pada karsinoma nasofaring, yaitu:
1. Stadium 0:
sel-sel kanker masih berada dalam batas nasofaring, biasa disebut nasopharynx
in situ 2. Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasofaring
3. Stadium 2:
Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasofaring ke rongga hidung. atau
dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher
4. Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada
kelenjar getah bening di semua sisi leher 5.
5. Stadium 4:
Kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah
D. Manifestasi Klinis
1. Gejala nasofaring sendiri berupa mimisan
ringan (keluar darah lewat hidung) atau sumbatan hidung, ini terjadi jika
kanker masih dini.
2.
Gejala telinga, merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor
dekat muara tuba eustachius (saluran penghubung hidung-telinga). Gejalanya
berupa telinga berdenging atau berdengung, rasa tidak nyaman di telinga sampai
nyeri.
3. Gejala mata dan saraf, gejalanya nyeri
di bagian kepala, leher, wajah, pandangan kabur dan diplopia. 4. Gejala
metastasis, berupa bengkak di leher karena pembengkakan kelenjar limfe
E. Tes Diagnostik
1. Endoskopi
2. Pengambilan biopsy
3. MRI
4. CT scan
5. Sinar X
F.
Penatalaksanaan
1.
Terapi radiasi
2. Kemoterapi
3. Pembedahan
II.
Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian
1. Aktivitas Kelemahan atau keletihan.Perubahan
pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri
dan ansietas.
2.
Sirkulasi Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan TD,
epistaksis.
3.
Intergritas Ego Faktor stress, perubahan penampilan, tidak ada kepercayaan
diri, depresi.
4. Eliminasi Perubahan pola defekasi,
konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urine, perubahan bising usus
distensi abdomen.
5. Makanan atau cairan Kebiasaan diit buruk
(rendah serat, aditif, bahan pengawet), anoreksia, mual muntah, mulut rasa
kering, intoleransi makanan, perubahan BB.
6.
Neuroesnsoris Sakit kepala, tinnitus, tuli, diplopia,juling
7. Nyeri/kenyamanan Rasa tidak nyaman di
telinga sampai rasa nyeri telinga, rasa kaku di daerah leher karna fibrosis
jaringan akibat penyinaran
8. Pernafasan Riwayat Merokok
9. Keamanan Pemajanan pada kimia toksik,
karsinogen, pemajanan matahari lama atau berlebihan, demam, ruam kulit
10. Interaksi sosial
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri berhubungan dengan konversi atau destruksi jaringan saraf
Tujuan: Rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria Hasil: Mendemonstrasikan
penggunaan keterampilan relaksasi nyeri
2. Gangguan sensori persepsi berhubungan
dengan gangguan status organ sekunder metastase tumor Tujuan: Mampu beradaptasi
terhadap perubahan sensori persepsi
Kriteria Hasil: Mengenal gangguan dan
berkompensasi terhadap perubahan
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual muntah sekunder kemoterapi radiasi.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil: a. Melaporkan penurunan
mual dan insiden muntah b. Mengkonsumsi makanan dan cairan yang adekuat c.
Mennunjukan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab d. Melaporkan
tidak adanya penurunan berat badan tambahan
Bila kita merujuk pada data statistik yang
dikeluarkan oleh American Cancer Society dalam Cancer.Net (2008) teercatat
bahwa Kasus Karsinoma Nasofaring termasuk jarang ditemukan di Amerika Serikat,
yaitu sekitar 2000 orang yang terdiagnosa setiap tahunnya. Dalam beberapa tahun
terakhir, dan angka ini telah mengalami penurunan. Karsinoma nasofaring lebih
banyak ditemukan di belahan dunia lain seperti Asia dan Afirika Utara, misalnya
saja China bagian Selatan banyak kasus ditemukan untuk penyakit ini.
Sementara itu, Indonesia sebagai bagian
dari Asia mencatat bahwa tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara
tumor ganas THT di Indonesia adalah Karsinoma nasofaring, dimana jenis tumor
yang satu ini termasuk dalam lima besar tumor ganas dengan frekwensi tertinggi,
sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (Lutan &
Soetjipto dalam Asroel, 2002). Dan dalam Roezin dan Adham (2007) disebutkan
bahwa hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring.
1. Pengertian
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas
yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller pada
nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah
menjadi epitel skuamosa (Efiaty, 2001).
Tumor ganas nasofaring (karsinoma
nasofaring) adalah sejenis kanker yang dapat menyerang dan membahayakan
jaringan yang sehat dan bagian-bagian organ di tubuh kita. Nasofaring
mengandung beberapa tipe jaringan, dan setiap jaringan mengandung beberapa tipe
sel. Dan kanker ini dapat berkembang pada tipe sel yang berbeda. Dengan
mengetahui tipe yang sel yang berbeda merupakan hal yang penting karena hal
tersebut dapat menentukan tingkat seriusnya jenis kanker dan tipe terapi yang
akan digunakan (American Cancer Society dalam Cancer.Net, 2008).
2. Etiologi
Karsinoma nasofaring disebabkan oleh
multifaktor. Sampai sekarang penyebab pastinya belum jelas. Berikut ini
dipaparkan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya karsinoma nasofaring:
• Epstein-Barr Virus (EBV),
• Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai
adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring.
• Kaitan antara virus Epstein-Barr dan
konsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini.
Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa
menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
• Mediator di bawah ini dianggap
berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring yaitu :
• Ikan asin, makanan yang diawetkan dan
nitrosamin.
• Keadaan sosio-ekonomi yang rendah,
lingkungan dan kebiasaan hidup.
• Sering kontak dengan zat-zat yang
dianggap karsinogen, seperti : benzopyrenen , benzoanthracene, gas kimia, asap
industri, asap kayu
• Ras dan keturunan, tentang faktor genetik
telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien karsinoma
nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain.
• Radang kronis daerah nasofaring
• Penggunaan tembakau, adalah salah satu
faktor risiko terbesar kanker pada kepala dan leher, 85% kanker kepala dan
leher disebabkan oleh factor ini.
• Alcohol, konsumsi yang sering dan tinggi
adalah faktor risiko kanker pada kepala dan leher.
• Jenis Kelamin, laki-laki 2 kali lebih
berpotensi menderita penyakit ini dibandingkan wanita.
• Usia, karsinoma nasofaring lebih sering
menyerang seseorang yang berusia diatas 30 tahun.
3. Patofisiologi
Terbukti juga infeksi virus Epstein-Barr
dapat menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan
dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma
nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan
protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan
kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai
petanda (marker) dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring, yaitu EBNA-1 dan
LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya pada 50%
serum penderita karsinoma nasofaring LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam
serum semua pasien karsinoma nasofaring.
Selain itu, dibuktikan oleh hasil
penelitian Khrisna dkk (2004) dalam Rusdiana (2006) terhadap suku Indian asli
bahwa EBV DNA di dalam serum penderita karsinoma nasofaring dapat dipakai
sebagai biomarker pada karsinoma nasofaring primer.
Hubungan antara karsinoma nasofaring dan
infeksi virus Epstein-Barr juga dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian
yang berbeda di dunia ini . Pada pasien karsinoma nasofaring dijumpai
peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-1) di dalam serum plasma. EBNA-1 adalah
protein nuklear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. Huang dalam
penelitiannya, mengemukakan keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel penderita
karsinoma nasofaring.
Terdapat 5 stadium pada karsinoma
nasofaring yaitu:
1. Stadium 0: sel-sel kanker masih berada
dalam batas nasopharing, biasa disebut nasopharynx in situ
2. Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian
nasopharing
3. Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar
pada lebih dari nasopharing ke rongga hidung. Atau dapat pula sudah menyebar di
kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher.
4. Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang
pada kelenjar getah bening di semua sisi leher
5. Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di
saraf dan tulang sekitar wajah.
Konsumsi ikan asin yang berlebih serta
pemaparan zat-zat karsinogen dapat mengaktifkan Virus Epstein Barr ( EBV). Ini
akan menyebabkan terjadinya stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak
terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein laten
(EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam
hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.
4. Manifestasi Klinis
Pengetahuan tentang gejala klinis dari
karsinoma nasofaring dan perluasannya, sangat diperlukan untuk memudahkan dalam
pembuatan suatu diagnosis. Gejala ditentukan oleh hubungan anatomik antara
nasofaring dengan organ sekitarnya. Gejala karsinoma nasofaring dapat
dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :
1. Gejala nasofaring: Epistaksis, Sumbatan
hidung
Gangguan pada telinga: Kataralis/oklusi tuba
eustachius, Otitis media serosa dan dapat berlanjut sampai terjadi perforasi
dan gangguan pendengaran.
2. Gangguan neurologi
Karsinoma nasofaring telah diketahui dapat
menyebabkan berbagai lesi neurologis khususnya kelumpuhan saraf kranial.
3. Metastasis ke kelenjar getah bening
leher
Tumor pada nasofaring relatif bersifat
anaplastikdan banyak terdapat kelenjar limfe, maka karsinoma nasofaring dapat
menyebar ke kelenjar getah bening leher. Melalui aliran pembuluh limfe, sel-sel
kanker dapat sampai ke kelenjar limfe leher dan tertahan di sana dan karena
memang kelenjar ini merupakan pertahanan pertama agar sel-sel kanker tidak
langsung ke bagian tubuh yang lebih jauh.
5. Komplikasi
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama
getah bening atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari
nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil
akhir dan prognosis yang buruk.
Dalam penelitian lain ditemukan bahwa
karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang,
masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid
0.4 %.
Komplikasi lain yang biasa dialami adalah
terjadinya pembesaran kelenjar getah bening pada leher dan kelumpuhan saraf
kranial.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Ada beberapa tes diagnostik yang dapat
dilakukan, meliputi (Efiaty & Nurbaiti, 2001):
1. Nasofaringoskopi
Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan
Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut.
Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.
2. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan
leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi
pun akan ditemukan.
3. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA
anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
4. Pengerokan dengan kuret daerah lateral
nasofaring dalam narkosis.
Ada beberapa pemeriksaan diagnostic lainnya
yang dipaparkan dalam Cancer. Net (2008) antara lain:
1. Magnetic resonance imaging (MRI),
menghasilkan secara detail gambaran tubuh, khususnya jaringan lunak. MRI
sensitivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan CT Scan dalam mendeteksi tumor
nasofaring dan kemungkinan penyebarannya yang menyusup ke jaringan atau nodus
limfe
2. Bone scan. Prosedur ini menggunakan
material radioaktif yang sangat kecil untuk menentukan apakah kanker telah
menyebar sampai ke tulang. Alat ini menggambarkan bila tulan sehat maka pada
kamera akan tampak berwarna abu-abu, dan bila ada kanker akan tampak gelap.
3. Neurologic tests. Tes ini untuk
mengetahui fungsi nervus, khususnya sensasi taktil wajah dan fungsi gerak pada
nervus tertentu di area leher dan kepala.
4. Hearing test. Tes ini dilakukan bila
diduga ada cairan pada telinga tengah.
5. Positron emission tomography (PET) scan.
A PET scan adalah alat yang digunakan untuk menciptakan tampilan gambaran organ
dan jaringan dalam tubuh. Substansi radioaktif yang berukuran kecil
diinjeksikan ke dalam tubuh pasien dan akan terdeteksi oleh sebuah scanner,
yang akan menghasilkan gambar.
6. Pelatalaksanaan Medis
• Radioterapi merupakan pengobatan utama
• Pengobatan tambahan yang diberikan dapat
berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran
atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang
terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian
tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan
antivirus.
• Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu
Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi
dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin
C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat
“RADIOSENSITIZER”.
7. Pencegahan
Meskipun beberapa faktor risiko karsinoma
nasofaring tidak dapat dikontrol, ada beberapa yang dapat dihindari dengan
melalkukan perubahan gaya hidup. Menghentikan penggunaan rokok, karena hal ini
adalah hal yang sangat penting untuk mengurangi risiko karsinoma nasofaring.
Selain itu pemberian vaksinasi pada
penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi. Memindahkan
(migrasi) penduduk dari daerah risiko tinggi ke tempat lainnya. Penerangan akan
kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat
yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan
hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal
yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes
serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan karsinoma
nasofaring lebih dini.
Source:
Adams, G. L., 1997, Boeis: Buku Ajar
Penyakit THT, EGC, Jakarta.
Arina, C. A., 2006, Paralisis Saraf Kranial
Multipel pada Karsinoma Nasofaring, USU Digital Library, diakses pada 19
September 2008, http://library.usu.ac.id/download/fk/D0400193.pdf.
Asroel, H. A., 2002, Penatalaksanaan
Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring, USU Digital Library, diakses pada 19
September 2008, http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-hary2.pdf.
Cancer.Net, 2008, Nasopharyngeal Cancer,
diakses pada 06 September 2008, Cancer.net guide to Nasopharyngeal Cancer,
www.cancer.net/patient/Cancer+Types/ Nasopharyngeal+Cancer.
Care with “Love”, 2008, Laporan Pendahuluan
Askep Pada Klien Dengan Ca Nasofaring,
diakses pada 15 September 2008, http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/02/ca-nasofaring.htm.
Doenges, Moorhouse, & Geissler., 2000,
Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Efiaty, Nurbaety, dkk., 2007, Buku Ajar
Penyakit THT, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Handikin, L. S., 2008, Combined Treatment
For Advanced Nasopharyngeal Cancer, Cahaya Masa depan, diakses pada 6 Oktober
2008,
http://cahayamasadepan.blogspot.com/2008/09/combined-treatment-for-advanced.htm.
Karis, 2007, Asuhan Keperawatan Kanker Naso
Faring, Berbisnis Dengan Hati, diakses pada 01 September 2008,
http://www.karisyogya.blog.m3-access.com/posts/38782_ASUHAN-KEPERAWATAN-KANKER-NASO-FARING.html.
Rusdiana, Munir, D., & Syregar Y.,
2006, Hubungan Antibodi Anti Epstein Barr Virus dengan Karsinoma Nasofaring
pada Pasien Etnis Batak di Medan. USU Digital Library, diakses pada 21
September 2008, http://library.usu.ac.id/download/fk/rusdiana.pdf.
Ikan asin itu mengandung nitrosamin yang
merupakan pencetus aktifnya virus Epstein-Barr yang merupakan penyebab utama
kanker nasofaring (kanker tenggorokan atau THT),” jelas dr Budianto Komari,
Sp.THT dari KSMF THT RS Kanker Dharmais, dalam acara penyuluhan ilmiah untuk
awan ‘Diagnosa & Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring’ di RS Kanker Dharmais,
Jakarta, Selasa (23/11/2010).
Zat Nitrosamin Pada Ikan Asin
Setelah diteliti lebih jauh mengenai
kandungan gizi pada ikan asin yang merupakan makanan serta lauk favorit
masyarakat Indonesia rupanya antara kebaikan dan keburukan zat yang terkandung
dalam Ikan Asin banyak terkandung nitrosamin. Nitrosamin yang merupakan
karsinogen (zat pemicu kanker). Ini karena dalam proses pengasinan dan
penjemurannya, sinar matahari bereaksi dengan nitrit (hasil perombakan protein)
pada daging ikan, sehingga membentuk senyawa yang disebut nitrosamin.
“Nitrosamin ini pencetus utama kanker
nasofaring, tidak hanya di ikan asin tetapi juga banyak pada makanan yang
diawetkan,” kata dr Budi lebih lanjut.
dr Budi menjelaskan, di daerah China
Selatan yang sebagian besar penduduknya adalah nelayan dan hampir setiap hari
makan ikan asin ternyata angka kejadian kanker nasofaring sangat tinggi. Dan
setelah diteliti oleh para pakar di china pencetus utamanya adalah ikan asin.
Menurut dr Budi, virus Epstein-Barr
sebenarnya banyak terdapat dimana-mana, bahkan di udara bebas. Hanya saja tidak
semua akan menjadi kanker, virus ini akan tetap ‘tidur’ di nasofaring jika
tidak dipicu faktor-faktor tertentu.
Lalu apakah kita tidak boleh mengkonsumsi
ikan asin ? “Sebenarnya kalau sekali-kali
makan ikan asin ya nggak apa-apa, ikan asin enak kok. Tapi ya jangan
sering-sering, jangan tiap hari juga. Yang terpenting makan harus bervariasi
dan makanan segar, jangan terlalu sering makan makanan awetan atau kalengan,”
tutup dr Budi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar