TUGAS
MUSKULUSKELETAL
“FRAKTUR”

Disusun Oleh
1.
Ach. Samsul Arif
2.
Firman Rochimin
3.
Riza Dwi
4.
Riyana Dinastiwi
PROGRAM
STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2010
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Kami
tim penulis makalah yang berjudul fraktur
mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya kita dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah
ini disajikan dalam bentuk penjelasan,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, dan oenatalaksanaan
tentang fraktur.
Kami
menyadari bahwa dengan menyusun atau menulis makalah ini masih banyak
kekuranganya, kritik dan saran kami harapkan dari teman-teman dan Dosen
pembimbing kami.
Wassalamu’alaikum Wr.
Wb.
Jombang,
Oktober 2010
Tim
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL..................................................................................................... i
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
§ Hilangnya kesinambungan substansi tulang dengan atau tanpa pergeseran
fragmen-fragmen fraktur.
§ Terputusnya hubungan/kontinuitas jaringan tulang.
2. Etiologi
a.
Trauma :
·
Langsung (kecelakaan lalu
lintas)
·
Tidak langsung (jatuh dari
ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang
)
b.
Patologis : Metastase
dari tulang
c.
Degenerasi
d.
Spontan : Terjadi tarikan
otot yang sangat kuat.
3. Jenis fraktur
a.
Menurut jumlah garis fraktur
·
Simple fraktur (terdapat satu
garis fraktur)
·
Multiple fraktur (terdapat
lebih dari satu garis fraktur)
·
Comminutive fraktur (banyak
garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
b.
Menurut luas garis fraktur
·
Fraktur inkomplit (tulang tidak
terpotong secara langsung)
·
Fraktur komplit (tulang
terpotong secara total)
·
Hair line fraktur (garis
fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang)
c.
Menurut bentuk fragmen
·
Fraktur transversal (bentuk
fragmen melintang)
·
Fraktur obligue (bentuk fragmen
miring)
·
Fraktur spiral (bentuk fragmen
melingkar)
d.
Menurut hubungan antara fragmen
dengan dunia luar
·
Fraktur terbuka (fragmen tulang
menembus kulit), terbagi 3 :
1)
Pecahan tulang menembus kulit,
kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm.
2)
Kerusakan jaringan sedang,
resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
3)
Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot,
kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar.
·
Fraktur tertutup (fragmen
tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)
4. Gambaran Klinis
Tanda-tanda
klasik fraktur
a.
Nyeri
b.
Deformitas
c.
Krepitasi
d.
Bengkak
e.
Peningkatan temperatur lokal
f.
Pergerakan abnormal
g.
Echymosis
h.
Kehilangan fungsi
i.
Kemungkinan lain.
5. Patofisiologi
Fraktur
↓
Periosteum, pembuluh darah di kortek
dan jaringan sekitarnya rusak
↓
·
Perdarahan
·
Kerusakan jaringan di ujung
tulang
↓
Terbentuk hematom di canal medula
↓
Jaringan mengalami nekrosis
↓
Nekrosis merangsang terjadinya peradangan, ditandai :
1.
Vasodilatasi
2.
Pengeluaran plasma
3.
Infiltrasi sel darah putih
6. Tahap Penyembuhan Tulang
a.
Hematom
§ Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom
§ Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat
§ Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama
penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi.
b.
Proliferasi sel
§ Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar
fraktur
§ Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung
terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang.
§ Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi
membentuk collar di ujung fraktur.
c.
Pembentukan callus
§ Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan
terbentuk callus.
§ Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan
callus.
§ Callus menganyam massa
tulang dan kartilago sehingga diameter tulang melebihi normal.
§ Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan,
sementara itu terus meluas melebihi garis fraktur.
d.
Ossification
§ Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan
garam kalsium dan bersatu di ujung tulang.
§ Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian
dalam dan berakhir pada bagian tengah
§ Proses ini terjadi selama 3-10 minggu.
e.
Consolidasi dan Remodelling
§ Terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas
osteoblast dan osteoklast.
.7Komplikasi
f.
Umum
§ Shock
§ Kerusakan organ
§ Kerusakan saraf
§ Emboli lemak
g.
Dini
§ Cedera arteri
§ Cedera kulit dan jaringan
§ Cedera partement syndrom.
h.
Lanjut
§ Stiffnes (kaku sendi)
§ Degenerasi sendi
§ Penyembuhan tulang terganggu :
o
Mal union
o
Non union
o
Delayed union
o
Cross union
8. Penatalaksanaan
a.
Reduksi untuk memperbaiki
kesegarisan tulang (menarik).
b.
Immobilisasi untuk
mempertahankan posisi reduksi, memfasilitasi union :
§ Eksternal → gips,
traksi
§ Internal →
nail dan plate
c.
Rehabilitasi, mengembalikan ke
fungsi semula.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan dan
Pengkajian Fisik:
Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah
kerusakan pada struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000)
riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah :
1)
Aktivitas / istirahat
§ Gejala
-
Keterbatasan/kehilangan fungsi
pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau
akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
2)
Sirkulasi
§ Tanda
-
Peningkatan tekanan darah
mungkin terjadi akibat respon terhadap nyeri/ansietas, sebaliknya dapat terjadi
penurunan tekanan darah bila terjadi perdarahan.
-
Takikardia
-
Penurunan/tak ada denyut nadi
pada bagian distal area cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada area
fraktur.
-
Hematoma area fraktur.
3)
Neurosensori
§ Gejala
-
Hilang gerakan/sensasi
-
Kesemutan (parestesia)
§ Tanda
-
Deformitas lokal, angulasi
abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, kelemahan/kehilangan
fungsi.
-
Keterbatasan/kehilangan fungsi
pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau
akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
-
Agitasi (mungkin berhubungan
dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.
4)
Nyeri/Kenyamanan
§ Gejala
-
Nyeri hebat tiba-tiba pada saat
cedera (mungkin terlokalisasi pada area fraktur, berkurang pada imobilisasi.
-
Spasme/kram otot setelah
imobilisasi.
5)
Keamanan
§ Tanda
-
Laserasi kulit, perdarahan
-
Pembengkakan lokal (dapat
meningkat bertahap atau tiba-tiba)
6)
Penyuluhan/Pembelajaran
-
Imobilisasi
-
Bantuan aktivitas perawatan
diri
-
Prosedur terapi medis dan
keperawatan
b. Pengkajian
Diagnostik
Pemeriksaan
diagnostik yang sering dilakukan pada fraktur adalah
1)
X-ray
Menentukan
lokasi/luasnya fraktur
2)
Scan tulang
Memperlihatkan
fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3)
Arteriogram
Dilakukan untuk
memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4)
Hitung Darah Lengkap
Hemokonsentrasi
mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan.
5)
Kretinin
Trauma otot
meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal
6)
Profil koagulasi
Perubahan dapat
terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera hati.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan:
a. Risiko
cedera b/d gangguan integritas tulang
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.
Pertahankan tirah baring dan
imobilisasi sesuai indikasi.
2.
Bila terpasang gips/bebat,
sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut untuk mempertahankan
posisi yang netral.
3.
Evaluasi pembebat terhadap
resolusi edema.
4.
Bila terpasang traksi,
pertahankan posisi traksi (Buck, Dunlop, Pearson, Russel)
5.
Yakinkan semua klem, katrol
dan tali berfungsi baik.
6.
Pertahankan integritas
fiksasi eksternal.
7.
Kolaborasi pelaksanaan
kontrol foto.
|
Meningkatkan stabilitas, meminimalkan
gangguan akibat perubahan posisi.
Mencegah gerakan yang tak perlu akibat
perubahan posisi.
Penilaian kembali pembebat perlu
dilakukan seiring dengan berkurangnya edema
Traksi memungkinkan tarikan pada aksis
panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot untuk mempercepat
reunifikasi fragmen tulang
Menghindari iterupsi penyambungan
fraktur.
Keketatan kurang atau berlebihan dari
traksi eksternal (Hoffman) mengubah tegangan traksi dan mengakibatkan
kesalahan posisi.
Menilai proses penyembuhan tulang.
|
b. Nyeri akut b/d spasme
otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,
bebat dan atau traksi
2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan
posisi)
5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam,
imajinasi visual, aktivitas dipersional)
6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan.
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
8. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval,
perubahan tanda-tanda vital)
|
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
Meningkatkan aliran balik vena,
mengurangi edema/nyeri.
Mempertahankan kekuatan otot dan
meningkatkan sirkulasi vaskuler.
Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan
area tekanan lokal dan kelelahan otot.
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,
meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.
Menurunkan edema dan mengurangi rasa
nyeri.
Menurunkan nyeri melalui mekanisme
penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.
Menilai erkembangan masalah klien.
|
c. Risiko
disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler,
edema, pembentukan trombus)
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.
Dorong klien untuk secara
rutin melakukan latihan menggerakkan jari/sendi distal cedera.
2.
Hindarkan restriksi sirkulasi
akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.
3.
Pertahankan letak tinggi
ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi adanya sindroma
kompartemen.
4.
Berikan obat antikoagulan
(warfarin) bila diperlukan.
5.
Pantau kualitas nadi perifer,
aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera, bandingkan
dengan sisi yang normal.
|
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah
kekakuan sendi.
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk
perlunya penyesuaian keketatan bebat/spalk.
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan
edema kecuali pada adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan
penurunan perfusi.
Mungkin diberikan sebagai upaya
profilaktik untuk menurunkan trombus vena.
Mengevaluasi perkembangan masalah klien
dan perlunya intervensi sesuai keadaan klien.
|
d. Gangguan
pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.
Instruksikan/bantu latihan
napas dalam dan latihan batuk efektif.
2.
Lakukan dan ajarkan perubahan
posisi yang aman sesuai keadaan klien.
3.
Kolaborasi pemberian obat
antikoagulan (warvarin, heparin) dan kortikosteroid sesuai indikasi.
4.
Analisa pemeriksaan gas
darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit
5.
Evaluasi frekuensi pernapasan
dan upaya bernapas, perhatikan adanya stridor, penggunaan otot aksesori
pernapasan, retraksi sela iga dan sianosis sentral.
|
Meningkatkan ventilasi alveolar dan
perfusi.
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan
menurunkan kongesti paru.
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada
keadaan tromboemboli. Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untuk
mencegah/mengatasi emboli lemak.
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2
menunjukkan gangguan pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED
dan kadar lipase, lemak darah dan penurunan trombosit sering berhubungan
dengan emboli lemak.
Adanya takipnea, dispnea dan perubahan
mental merupakan tanda dini insufisiensi pernapasan, mungkin menunjukkan
terjadinya emboli paru tahap awal.
|
e. Gangguan
mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.
Pertahankan pelaksanaan
aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai
keadaan klien.
2.
Bantu latihan rentang gerak
pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan
klien.
3.
Berikan papan penyangga kaki,
gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.
4.
Bantu dan dorong perawatan
diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.
5.
Ubah posisi secara periodik
sesuai keadaan klien.
6.
Dorong/pertahankan asupan
cairan 2000-3000 ml/hari.
7.
Berikan diet TKTP.
8.
Kolaborasi pelaksanaan
fisioterapi sesuai indikasi.
9.
Evaluasi kemampuan mobilisasi
klien dan program imobilisasi.
|
Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa
kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.
Meningkatkan
sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan
gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi.
Mempertahankan posis fungsional
ekstremitas.
Meningkatkan kemandirian klien dalam
perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.
Menurunkan insiden komplikasi kulit dan
pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah
komplikasi urinarius dan konstipasi.
Kalori dan protein yang cukup diperlukan
untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk
menyusun program aktivitas fisik secara individual.
Menilai perkembangan masalah klien.
|
Carpenito
(2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta.
Doenges
at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta.
Dudley
(1992), Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11, Gadjah
Mada University
Press, Yogyakarta.
Dunphy
& Botsford (1985), Pemeriksaan Fisik Bedah, Yayasan Essentia Medica, Jakarta.
Herman
Santoso, dr., SpBO (2000), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem
Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.
Price
& Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Ed.4, EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar